Selasa, 10 Juni 2014

KETIKA PERNYATAAN dan PERBUATAN; BERBEDA

Irama yang indah dalam mengiringi langkah kehidupan ini menjadi hal misterius bagi setiap individu. Langkah yang menuntung kita untuk menjawab setiap pertanyaan yang kita torehkan dalam setiap hari, hingga sampai pada penghujung hidup kita. Teka-teki telah terbuka diantara secarik jawaban yang membutuhkan pertanyaan kembali. Pusaran ini membutuhkan kata yang menuntun kita pada larik-larik kalimat untuk menjadi ungkapan yang indah, akan dunia yang hendak kita wujudkan. Relung hati selalu berbicara tentang kebenaran yang ideal pada diri manusia. Pencarian kebenaran itu tidak pernah berhenti saat ajal itu menjemput kita.
Untuk saat ini, kita berada pada pintu pencarian yaitu pintu pencarian sosok pemimpin yang ideal bagi masyarakat Sulawesi Selatang diantara tiga kandidat yang akan bertarung dalam pemilihan umum Kepala daerah  Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018. Sosok calon Gubernur dan Wakil Gubernur bagi rakyat Sulawasi Selatan sangat ideal sebab mereka adalah orang-orang pilihan dari KPU yang sangat selektif dalam menetapkan kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan. Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur ini telah memenuhi kriteria yang telah di tentukan oleh KPU.
Dan mekanisme pemilihan umum telah di tentukan KPU. Untuk menyukseskan pemilihan ini diatur lewat undang-undang yang telah di rumuskan DPR. Undang-undang akan menjadi pedoman bagi stakholder (semua pihak yang terkait) untuk menjadi pedoman dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur nantinya. Akhir dari sebuah penyuksesan dari pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yaitu partisipasi masyarakat. Kemudian bilik suara yang akan menentukan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang ideal yang tertentukan.
Tetapi, sebelum masyarakat sampai pada bilik suara para calon Gubernur dan Wakil Gubernur memiliki proses yang panjang. Karena mereka harus di kenal masyarakat siapa mereka sebenarnya. Sebab, masyarakat tak mengenal mereka siapa dirinya. Sehingga para kandidat melakukan sebuah sosialisasi jauh sebelum pelaksanaan drama pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur. Sosialisasi ini di lakukan dengan berbagai cara dengan memamfaatkan media yang tersedia seperti media cetak, elektronik, dan maupun secara langsung. Sehingga proses dari sosialisasi ini tak lupuk dari sebuah celah penyimpangan yang akan di lakukan para kandidat yaitu black Campaing.
Jalan ini menentukan kita pada sebuah proses lantunan janj-janji politik dari calon Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Masyarakat. Masyarakat menyimpang harapan kepada kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur untuk sebuah tatanam yang ideal. Hal ini memicu masyarakat untuk menyuarakan tokoh idolah yang maju dalam panggung drama dengan berbagai macam ekspresi. selain itu, masyarakat yang mengimpikan sebuah tatanam yang ideal dimana harapan terwujud lewat tokoh idolahnya tersebut. Harapan dan aspirasi masyarakat bisa terwakili oleh pemimpin itu lewat sebuah janji dari para kontestan dari pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Masyarakat terbuai dengan janji tersebut dengan sebuah utopia. Sehingga pada ruang dan waktu yang berbeda saat pemimpinannya telah terpilih akan terjadi sebuah kekecewaan terhadap pemimpin tersebut. sebab di antara kata, telah menampakkan dirinya pada sebuah perbuatan yang  tidak sesuai dengan pernyataan.

Janji diantara Slogan
Terkait dengan pemaparan diatas, dimana posisi masyarakat dalam menetapkan pilihannya telah di bumbuhi oleh beberapa slogan akan masa depan. janji politik yang berapi-api menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang terbaik. Hamparan janji itu telah menyebar dengan bentuk sebuah slogan yang memiliki makna estetis. Menggugah jiwa masyarakat atas keihlasan sebuah janji dari para calon.
Menelurusi visi dan misi dari calon Gubernur dan Wakil Gebenur intinya bahwa mereka hanya ingin mensejahterahkan masyarakat. Akan tetapi, betulkah demikian! Hal ini sebuah tanda tanya dengan merefleksi kinerja-kinerja mereka selama ini. Sebab, mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Tetapi, berasal dari rahim yang sama yaitu sebagai kepala Daerah. Menelisik dari rahim ini kita bisa menilai mereka dengan janji mereka yang bombastis untuk Sulawesi Selatan menuju pada sebuah perubahan terkait dengan pelayanan publik. Visi dan misi tercakup dalam sebuah slogan.
Janji di antara slogan ini memberikan Ekspektasi (harapan) kepada Masyarakat terhadap calon-calon Gubernur dan Wakil Gubernur saat terpilih nanti di penggung drama Pemilihan Umum. Apakah janji tersebut akan terealisasi menjadi sebuah fakta sosial atau hanya sebagai ilusi. Akan tetapi, bila janji tersebut terealisasi memicu terjadinya sebuah kebohongan publik atas ketidakmampuan mengembang amanah rakyat. Sehingga yang menjadi korban adalah rakyat. Sebab, rakyat menjadi komoditas politik yang menjanjikan bagi mereka. Sebab, posisi rakyat memberikan keuntungan bagi para politikus. Rakyat bisa di pertukarkan dengan sebuah pihak yang akan di sejahterakan. Tetapi di sisi yang lain rakyat yang harus di korbankan atas kepentingan pribadi dan golongan. Sehingga  pihak yang paling rugi adalah rakyat. Nasib mereka hanya berada pada slogan-slogan dari Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yaitu Ilham Arif Sirajuddin-Azis Qahar Mudzakar, Sahrul Yasin Limpo-Arifin Nu’mang, dan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir.
Bursa di pasar kampanye Pemilukada adalah kemiskinan yang menempati urutan pertama dalam setiap pemilihan umum, kedua adalah pendidikan sorotan utama para produsen pasar. Tetapi, saham yang menggiurkan adalah KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme) yang selalu beranjak untuk menggeser komoditas saham-saham yang lain untuk mengankat citra para kandidat.  Ketiga citra saham inilah yang bersaing dalam bursa kampanye sebagai isu yang paling hot untuk mengangkat popularitas para kandidat yang bertarung. Kerasionalannya  berada pada otoritas para konsumen untuk melakukan penilaian terhadap kandidat tersebut yang telah melakukan improvisasi terhadap saham mereka. 
Realisasi janji para kandidat akan di tentukan pada bilik suara selama 5 menit oleh rakyat.  sebab disinilah keputusan awal di ambil  rakyat sebagai partisipan pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur. Dalam bilik suara itu nasib rakyat Sulawesi Selatan di tentukan selama lima tahun ke depan. Apakah rakyat Sulawesi Selatan akan semakin Sejahtera atau semakin menderita.  Kondisi ini harus di kembalikan kepada pemimpin yang terpilih dalam drama Pemilihan Umum kepala daerah pada tanggal 23 januari 2012. Amanah dan tanggungjawab telah berada di pundak Gubernur dan wakil Gubernur Yang terpilih nantinya. Kita hanya menantikan suara rakyat suara Tuhan dalam penentuan terpilihnya Kepala daerah Sulawesi Selatan. Tetapi, setelahnya suara rakyat adalah suara aspirasi tak bersuara.[SAMPEAN]

Merajuk Cerita Di Makassar



Dua hari telah berlalu, menuai cerita baru menyusun kembali naskah yang terburai oleh waktu. Lontaran-lontaran batin belum bisa lepas dari kesunyian dan kesepian yang terus bersamaku, hakikat kebersamaan melingkupi kedirian yang tak bisa lepas begitu saja. Kusesali aku tak mengabadikannya dalam cerita dan sebuah catatan harian untukku.
Ahhh...tak usah disesali semuanya telah berlalu, kenanganmu adalah kenanganmu, kenanganku adalah kenanganmu tapi kenanganmu adalah kenanganmku. Biarlah hati ini bersajak di mana aku masih berkabung atas keteripisahan ini. Sungguh unik perjalanan ini, aku ingat, pada apa yang tak bisa aku lupa, jalinan rasa bersemai biarkan layu di makan waktu.
Dua hari ini ku berikan waktuku untuk berkabung merasakan apa yang pernah aku rasakan, mengenang apa yang menjadi kenangan, menangis terhadap apa yang perlu aku tangisi, merenung terhadap apa yang perlu aku renungkan. Sebab dua bulan Merajuk cerita di negeri sana, tak cukup kertas untuk menuliskannya dengan cerita yang detail, rangkaian kata-kata untuk melukiskannya tak cukup karena keterbatasn imjinasiku. Setetes hasrat untuk merjauk cerita itu kembali  di tempat lain. Biarkan kenangan bersama kalian ku simpang dalam catatanku, supaya kalian bisa bercerita kepada orang lain tentangmu bersamaku.
Keresahan yang ku dapatkan, tak tau dimana untuk meluapkannya, daripada aku harus berkabung sepanjang waktu biarkan aku mengabadikannya dalam sebuah catatan, supaya aku bisa membacanya dan tersenyum mengingat kalian bahwa kita pernah bersama. Demi waktu aku ingin melukismu dengan cerita.
Sejak kita terpisah, aku kembali kehidupanku yang telah usang dan membosangkan itu, kembali ke kota metropolitan yang penuh sesak dengan bangkai kebenaran. Aku ingin mengakhirinya.....secepatnya. tapi di kota ini lah aku mengenang kalian dalam sebuah catatan, aku menemukan arti kesendirian, arti kebersamaan, arti kesunyian, arti persaudaraan tanpa ikatan keluarga, arti persahabatan, keikhlasan. Semuanya begitu berarti dalam hidupku atas kedirian yang ku miliki.
Jalan ini menuntunku untuk menemukan hal baru dalam hidupku, dalam semaian cerita kita tentang arti sebuah keterpisahan yang pernah kita bingkai dalam kebersamaan. Lepas langkah ini ingin memulai dengan gemulai hari perpisahan yang menyatukan semuanya dengan sebuah kenangan. Romatisnya hari itu pada tanggal 23 April 2013, air mata bercucuran merangkai kata perpisahan, salam berpelukan, salam-salaman kepada warga, pertanda kepergian kita dari bumi Soppeng, kecamatan Ganra dan desa Ganra.  Pertemuanku kepada sosok gadis yang mengubah sebuah sisi kehidupanku yang unik, Dia mengubahnya kepada kehidupan yang tak biasa. Dia mengalihkan duniaku yang tak lazim. Di mana dunia yang aku benci hal seperti itu,  tapi aku luluh di ruang ini. Ini menjadi soft teraphy bagiku. Aku tak boleh menyimpangnya dalam lubuk hati ini, karena aku mesti melankah jauh. Tapi yang membuatku merasakan kepedihan ketika aku menatap mobil bus parkir di depan Posko KKN reguler yang telah siap untuk menjemputku, ku tatap mata satu persatu menandakan kepiluan dan kerisauan di mata teman-temanku, begitupun dengan ibu posko air mata bercucurun mengantar kepergian kami, Tegar Adik yang tersayang tak tenang untuk menahan air matanya mengantarkan kepergian kami. Inilah hiasan perpisahan.. kami pada hari itu. [sampean]

Makassar, 25 April 2014

Undang-Undang Dasar Kandas di Masyarakat Kecil

Pada Bab 10 Pasal 28 tentang Kemerdekaan Berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan Lisan dan tulisan dan dengan sebagainya ditetapkan dalam Undang-undang. Ini salasatuh amanah dalam undang-undang dasar dalam kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia. Dari landasan yudisial ini warga negara menyampaikan aspirasi di berbagai Media seperti cetak dan elektronik untuk mengekspresikan ide-idenya. Sehingga dalam Pembentukan Opini publik dalam konteks kenegaraan sangat di tentukan oleh Posisi media. Akan tetapi, seiring dengan Perkembangan teknologi pembentukan opini Publik sangat di tentukan oleh Media online. Sebab dalam Media Online kebebasan dalam menyatakan pendapat dan berekspresi sangat terbuka lebar untuk menuangkan gagasan dan ide-idenya bahkan Media Online menjadi sebuah tempat curhat bagi Orang yang galau. Selain itu, Media online lebih mudah di akses dan lebih efisien.
Peranan yang paling menentukan dalam pengimplementasian dalam undang-undang dasar di pegang oleh media terkhusus pada media cetak dan elektronik. Akan tetapi, dalam pengimplementasian undang-undang dasar tersebut cenderung bersifat diskriminatif sebab dalam pembentukan opini publik yang menjadi sorotan utama adalah kaum Elit. Bisa dilihat dalam pembentukan opini publik dalam media cetak Indonesia saat ini hanya memberikan seputar masalah Korupsi, Partai Politik. Aktor utama dalam pemberitaan ini hanyalah kepentingan elit yang di mainkan. Sehingga berita yang di sampaikan kurang berimbang karena kurangnya sorotan media terhadap masalah sosial yang di hadapi oleh masyarakat kecil.
Ketimpangan ini memicu terjadinya sebuah problem baru dalam mengekspresikan gagasan masyarakat tersebut. Sehingga dengan kondisi yang seperti ini kurangnya ruang dalam media Cetak dan elektronik untuk Berekspresi. Masyarakat cenderung memamfaatkan ruang alternatif seperti media Online, atau aksi demonstrasi dan lain sebagainya. Akan tetapi, sebenarnya  media cetak dan elektronik memberikan ruang kepada pembaca atau khalayak umum terhadap pemberitaannya namun, masyarakat cenderung merasa minder karena takut di jerat hukum karena kritikan di sampaikan sering dianggap sebagai bentuk penghinaan atau celaan terhadap orang yang di kritik tersebut. ruang-ruang tersebut dalam media cetak dan elektronik yang  di kenal dengan rubrik “Surat pembaca”. Ruang ini merupakan sebuah penyambung lidah masyarakat untuk menyampaikan isi hatinya apa yang di rasakan. Ketakutan terkadang terobati ketika berada pada dunia maya atau media online karena masyarakat cenderung mendapatkan sebuah kebebasan untuk berkeluh kesah dalam dunia maya tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun. Akan tetapi, kebebasan ini cenderung tersandung hukum karena ancaman penghinaan terhadap sasaran kritiknya terutama untuk kalangan elit. 
Kasus ini bisa kita lihat pada pemberitaan media cetak Kompas Pada hari Rabu, 6 Februari 2013 tentang kasus penulis surat Pembaca kepada dua media cetak yang berisi pertanyaan status Tanah ruko ITC Mangga dua yang di beli dari duta Pertiwi. Berdasarkan pertanyaan tersebut terhadap ITC Mangga dua membuat saudara Khoe Seng Seng terjerat hukum tentang pencemaran nama baik dan mendapatkan denda 1 milyar rupiah. Kasus yang lain yang menjerat salasatu guru bernama Budiman di Kabupaten Pangkep memberikan komentar terhadap bupati Pangkep Syamsuddin A. Hamid  di media online facebook. Kasus ini membuatnya mendekam di penjara. Budiman di dakwa pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman maksima 6 tahun penjara atau denda Rp1 miliar.
Kedua kasus ini  memberikan efek psikologi terhadap masayarakat untuk melakukan kritikan atau saran kepada insatansi-instansi pemerintah, perusahaan korporasi dan lembaga tertentu. Efek psikologi ini memicu terjadi ketakutan dalam masyarakat berdasarkan amanah undang-undang dasar di atas.  Sehingga wacana di kuasai oleh masyarakat elit untuk kepentingannya. Ketika ini terjadi orde baru telah kembali. Berdasarkan kedua kasus ini kebebasan berekspresi masyarakat terancam oleh stabilitas elit dalam ruang-ruang media tersebut. sehingga dalam ruang-ruang demokrasi atau amanah dari Undang-undang perlu di pertanyakan. Kebebasan itu milik siapa elit atau Masyarakat kecil. {Sampean}

PARADIGMA CHAOS MAHASISWA MAKASSAR


 Oleh : sampean
Penggunaan istilah paradigma pertama kali di perkenalkan oleh Thomas Kuhn sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan sebuah realitas yang terjadi. Akan tetapi, dalam menjelasakan tentang paradigma kurang konsisten dalam memberikan penjabaran  pengertian paradigma. Tetapi, dalam penjabarannya menjelaskan bahwa paradigma merupakan revolusi pemikiran terhadap realitas terus yang terjadi dan ketika mengalami kemandekan melahirkan paradigma yang baru. Dari segi ini terlihat bahwa paradigma memiliki relasi dengan kesadaran manusia. sehingga penjelasan ini mengantarkan kita bahwa sebuah kerangka berpikir yang berfungsi untuk memahami realitas, menjelaskan atau menafsirkan realitas terhadap masalah sosial yang terjadi. Dengan konsep ini Paradigma merupakan landasan praksis terhadap sebuah tindakan yang dilakukan oleh manusia.
Dari kerangka ini paradigma di gunakan untuk memahami dan menjelaskan realitas yang terjadi. Dengan pendekatan ini bisa digunakan untuk menjelaskan konflik yang terjadi di kalangan mahasiswa di makassar. Sebab tiga tahun terakhir menurut hemat penulis intesitas konflik mahasiswa cenderung meningkat dengan berbagai jenis konflik yang terejadi seperti konflik Mahasiswa dengan Warga, Mahasiswa dengan mahasiswa sesama Internal perguruan Tinggi, konflik antar Perguruan Tinggi, Konflik antar daerah. Konflik bersifat destruktif terhadap situasi sosial yang memicu ketidaknyamanan mahasiswa dalam beraktivitas yang di bayang-bayangi dengan sebuah risiko. Konflik yang terjadai di kalangan mahasiswa bukan Atas nama Individu akan tetapi indentitas kolektif dengan melekatkan term-term fanatisme indentitas. Sehingga dalam realitasnya konflik sifatnya sporadis tidak memandang siapa yang bersalah, akan tetapi siapun yang dekat dengan identitas itu yang menjadi lawan walaupun secara harfiah dia tidak terlibat dalam masalah tersebut. cenderung memaksakan korban Sehingga memicu terjadi konflik baru.
Konflik yang terjadi merupakan sebuah bentuk kerangka pemikiran mahasiswa yang cenderung menyederhanakan realitas. Perkembangan konflik mahasiswa menggunakan over-generalisation terhadap kejadian yang dia alami oleh setiap mahasiswa terhadap mahasiswa yang lain. Karena konflik yang terjadi antara individu cenderung bergeser dengan membawa nama atas  kelompok ketika tak mampu vis a vis dengan lawannya. Penyelesaian konflik bukan berdasarkan prinsip dengan perdamaian akan tetapi nyawa harus di balas dengan nyawa, tumbal dengan tumbal. Akibatnya konflik ini terus merebak di kalangan mahasiswa dengan menggunakan konsep demografis pendekatan ruang atau dengan menggunakan pendekatan kedaerahan.
Peta pemikiran yang di gunakan oleh kalangan mahasiswa cenderung bersifat simplistis tanpa memprtautkan dengan masalah internal individu  sendiri. Tetapi, langsung mengkonfigurasikan dengan kelompok tertentu yang menjadi lawannya. Sehingga menjadi korban adalah orang yang tidak tahu menahu masalah yang di hadapi oleh orang memiliki kesamaan identitas dengannya. Seperti konflik kedaerahan antara orang palopo dengan bantaeng, orang bulukumba dengan Palopo, Bone dengan Palopo, Jeneponto dengan  Wajo, Bone dengan Jeneponto. Korban yang jatuh adalah orang  yang tidak tahu masalah apa-apa. Dengan kondisi ini memperpanjang dan menanmbah intensitas konflik yang terjadi karena melibatkan orang yang tak semestinya terlibat harus di libatkan dengan masalah ini.
Selain itu, penyelesaian konflik yang terjadi di kalangan mahasiswa tidak bersifat membangun. Sebab, paradigma yang terbangun di kalangan mahasiswa saat ini khususnya daerah makassar adalah paradigma chaos. Penyelesaian masalah tidak dengan cara kekeluargaan akan tetapi dengan menggunakan tindakan kekerasan fisik. Perilaku hal yang seperti ini tidak mencerminkan sebagai mahasiswa yang melekat pada dirinya sebagai kaum intelektual. Sebab paradigma chaos merupakan paradigma kaum barbar.

Suara Sang Filsuf



Aku sedikit menepi, bersembunyi di balik jendela kamar, aku merintih menahan perih rasa lapar yang aku rasakan. Seteguk air putih membasuh tenggorokan memberikan kehidupan untuk sejam ke depan.... tapi itu pun tak membuat perut ini berhenti perih. Aku mengintip ke luar jendelah tak ku dapati orang yang ingin membantuku. Mereka hanya orang-orang tak aku kenal, tak menunjukkan rasa bersahabat kepada saya. Mereka hanya memandangku dengan sinis dan perkataan-perkataan yang kurang aku mengerti walau bahasaku serumpung dengan mereka.
Setelah itu, aku duduk bersilah kembali menatap layar kaca laptopku, berdialog dengan dia sampil merenungi nasib yang ku jalani. Secercah kesuraman dan harapan silih berganti dalam pikiranku. Sejenak kebahagiaan masa lalu terasa hilang dengan kondisi ku yang seperti saat ini, pikiranku kian menjelajah di alaun-alun bawah sadar  seperti apa dalam pikiranku.
Aku mulai mencercah diriku, memarahi diriku sendiri. Aku tak memahami apa yang ku rasakan saat ini. Aku seperti paranoia......membumbung ke langit ke tujuh...tanpa ada realitasnya. Sebuah ingatan ilusif bagiku untuk berdialog dengan para filsuf yang aku tak kenal dengan Dia, aku tak pernah membaca buku tentang  Dia, aku tak pernah melihatnya di dalam telivisi, aku tak pernah membaca berita di koran. Pastinya aku buta tentang Dia. Tapi pertemuan tak di pungkiri dalam harmoni kehidupan. Kami duduk bersajak di ruang fantasi di taman bunga.....
Sajak-sajak dialog terlantun dari mulutnya yang bijaksana, wahai anak mudah boleh aku duduk bersamamu bersama pikiran-pikiranmu menjelajah itu. Karena pikiranmu itu membawa hamba sahaya ini kesini. Aku kaget dengan perkataannya yang lembut, dan santun itu. Orang sesusia dia yang udah berkepala lima sangat merendahkan diri dengan orang yang seperti saya. Aku sedikit terdiam kemudian menjawab, silahkan! aku dengan senang hati menyambut anda...yang begitu santun... dari mana anda sebanarnya datang ke tempatku..
Ah..kamu nga usah tau!...yang penting aku disini untuk menemani dan berdiskusi denganmu...soal identitas bagiku tak perlu di pertegas darimana asalku, keturunanku, kerabatku, dan statusku, rasku dan sebagainya. Karena hal itu,  memberikan jarak kepada manusia untuk bersua dalam ruang tertentu. Kata Sang filsuf. Tapi, bukankah hal itu Penting penegasan identitas, karena ada petuah mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak Cinta. “kataku sambil bercanda.... kata sang filsuf, semua itu tidak salah, tidak semua petuah harus di terima begitu saja tanpa mesti di telah dan analisis...karena di dalamnya terkandung makna yang dalam dan segudang pelajaran yang mesti jadikan pengetahuan dan pedoman hidup, Kalau tidak salah kamu juga mengatakan bahwa identitas itu mesti pertegas, justru itu sebuah kekeliruan tapi untuk mengenal nama adalah boleh saja karena nama memberikan kejelasan siapa anda sebenarnya yang membedakan aku dan kamu, dia dan mereka, aku dan mereka. Aku mencoba membantahnya bukankah Tuhan menciptakan kita berbeda-beda supaya saling mengenal dan perbedaan itu indah, tak seru juga kalau hidup sifatnya homogen.
 Betul sekali.....Dik...apa yang anda katakan. Bahwa perbedaan itu Indah tapi ketahui perbedaan itu bisa menjadi boomerang bagi kita sendiri ketika kita menganggap bahwa aku dan siapa mereka. Pernyataan ini mengandung rasa sinis terhadap perbedaan. dengan menguatkan identitas itu dalam diri kita akan membuat seseorang mengambil jarak kepada seseorang untuk bergaul. Aku terdiam sejenak mendengarkan penjelasannya, aku terpanah dengan nada suaranya datar, lembut menjelaskan tentang identitas. Sang filsuf itu melanjutkan penjelasannya dengan menatap tajam ke depan. Bahwa rasa kepemilikan identitas dalam diri individu akan memicu terjadinya rasisme terhadap identitas yang lain sehingga menimbulkan konflik antar kedua kubu tersebut, karena akan memasang pertahanan masing-masing dengan tidak mau mengalah satu sama lain. Selain itu rasa kepemilikan identitas yang berlebihan akan membuat rasa fanatisme terhadap identitas itu. Ada yang menganggap bahwa  konflik yang terjadi yang mengikuti rasa kepemilikan identitas adalah faktor kesejarahan masa lalu yang bertaut dengan fanatisme kultural.
Maaf, sebelumnya aku belum tau siapa nama anda, aku mencoba mengalihkan pembicaraan mencoba lebih dekat dengan Dia,,,,,tapi kayaknya Dia Gamang untuk menjawab siapa namanya....Nantilah kau tahu itu....siapa aku. Hati mu akan menuntun mu menjawab pertanyaan itu, sebab siapa mengenal dirinya maka Dia mengenal Tuhannya dan mengenal Tuhan pastinya akan mengetahui ciptaannya dan memiliharanya.....
Tapi, menurut saya nama bukan persoalan mengenal Tuhan tapi hanya memperjelas siapa sebenarnya anda?......maaf Dik. Apalah Arti sebuah nama bagimu kata Sang filsuf itu...ketika hanya sebuah pelengkap saja...pada dirimu justru saya akan bertanya pada adik siapa sebenarnya anda, karena saya pahami nama yang ada pada diri anda bukan anda yang sebanarnya. Justru saya datang kesini hanya karena pikiran anda, yang tak jelas arah...maka anda mesti tau diri anda.
Aku tambah bingun apa sebenarnya Dia maksud tentang pikiranku, dan hubungannya pikiranku dengan kedatangannya sebuah teka-teki yang kurang jelas? Dan mesti kah di Jawab. Aku ingin bertanya lagi tapi aku takut mendapatkan jawaban yang misterius.
**
Aku terpaku dengan sebuah pertanyaan dan jawaban yang filosofis, apakah ini namanya seorang filsuf yang mampu mengetahui kata  hati orang. Kenapa kamu terdiam! “kata Sang filsuf”. Aku  hanya memikirkan apa yang anda katakan, kataku. Hal itu ndak  mesti anda pikirkan Dik... seiring waktu anda bisa memahaminya, karena aku tahu bahwa anda terus mencari dan merenungi hal seperti itu. Tapi yang membuat aku heran dengan anda “ketakutan” dalam diri anda itulah maksud dengan kedatangan saya kemari.
Sekali lagi aku tercengan dengan Dia, aku belum bercerita tentang aku, Dia sudah tahu apa yang ku rasakan. Mesti aku masih meraba tentang dirinya. Boleh aku tau, apa yang sebenarnya anda ketahui tentang ketakutan itu? Apakah dia luar sana mengalami hal yang sama denganku?..... iyah... lebih dari apa yang anda rasakan saat ini...? kata sang Filsuf. Kenapa? Bukankah mereka orang yang tak punya masalah dan hal apa yang mesti mereka takutkan? Tanyaku ?
Aku tak mesti menjawabnya dengan Vulgar tapi mesti kau ketahui bahwa Thomas Hobbes pernah mengatakan Bahwa manusia lahir dengan membawa ketakutan. Hal yang paling di takuti oleh manusia dari dulu hingga sekarang adalah Ruang dan Waktu yaitu Keabadian dan kematian sekiranya Dik tahu itu...
Tapi, yang ku rasakan saat ini adalah aku takut terhadap ancaman di luar sana, seolah aku dalam bahaya. Iyah Dik apa yang kau rasakan, itulah Aku, karena takutmu aku ada disini bersama dalam dirimu, bersemai dalam bayang-bayang pikiranmu, di hantui oleh rasa was-was. Kau takut karena kamu memikirkannya. Maka takut dalam dirimu itu hidup yang kau tak kenal.
Kamu takut ketika kamu di dominasi oleh di luar dirimu, kamu harus mengontrolnya, hilangkan prasangka dalam dirimu, seperti kamu menghilangkanku dalam pikiranmu. Kali ini prasangka mu membawa pada sebuah kekeliruan

Ibnu Khaldhun : Akar teori Konflik

Ibnu Khaldun merupakan tokoh yang fenomenal dalam pergulatan ilmu sosial. beliau di gelari sebagai bapak dari berbagai disiplin ilmu sosial karena meletakkan fondasi beberapa teori sosial termasuk dalam ilmu sejarah, sosiologi, ekonomi, psikologi, antropologi bahkan dalam administrasi kerajaan. Sehingga, tidak salah apabila Ilmuwan sosial Barat memuji beliau sebagai pemikir tanpa tandingan, salah satu diantaranya adalah Lewis Coser mengatakan bahwa sulit menemukan orang seperti Ibnu Khaldun yang khasanah pengetahuan yang luas. Akan tetapi, sungguh di sayangkan kehebatan dan kepopulerannya hanya di ketahui segelintir orang khususnya dalam perkembangan literatur. Tapi, lebih miris lagi ketika orang-orang yang memiliki identitas yang sama atau pemikir yang lahir dari rahim yang sama mencoba untuk melupakannya. Ketika kondisi  ini terjadi sama halnya melupakan sejarah pemikir tersebut khususnya kepada ilmuwan Islam. Untuk itu maka di harapakan kepada generasi mudah saat ini di harapkan untuk menggali khasanah pengetahuan yang di miliki oleh para pemikir timur sendiri.
Ibnu Khaldun sering di lekatkan sebagai bapak sosiologi sebelum Aguste Comte mempopulerkannya, karena telah memberikan sumbangsih terhadap  pengkajian masyarakat baik secara metodologis maupun sacara keilmuwan. Khasanah pengatahuannya termaktub dalam bukunya yaitu Muqaddimah sebagai pengantar dari beberapa karyanya yang lain, tetapi buku ini merupakan  inti dari segala pemikirannya. Dalam buku tersebut keluasan gagasan beliau tidak bisa di pahami secara utuh karena dalam tulisan memberikan gambaran-gambaran umum yang terpisah.
Salasatu sumbangsinya dalam pemikirannya terhadap sosiologi adalah sebuah konsep analisis kelas  sosial pada masyarakat. Dia menggambarkan dalam masyarakat terdapat kelas yang di kuasai dan menguasai. Ulasan ini di mulai  dari sebuah proses pembentukan masyarakat. Masyarakat terbentuk menurut ibnu khaldun merupakan jalinan interaksi antara individu membentuk sebuah kelompok sosial. kelompok tersebut yang  telah terbentuk manjalin sebuah kerjasama untuk memenuhi kebutuhannya, mendapatkan perlindungan dari kelompoknya. Maka disinilah terbangun sebuah konsensus untuk membuat sebuah aturan, norma untuk di taati bersama dalam kelompok tersebut.
Namun, perkembangan masyarakat menurut ilmu khaldun memiliki dua bentuk yaitu masyarakat pengembara dan masyarakat menetap. Masyarakat pengembara adalah masyrakat yang hidupnya masih sangat bergantung pada alam, kehidupannya masih nomaden, dan berburu. Tetapi memiliki watak  keras dan keras. Solidaritas antara mereka sangat terhadap kelompoknya sesuai denngan keyakinannya.
Kedua, masyarakat menetap adalah masyarakat yang sudah tinggal bersama dalam suatu tempat dan merupakan perkembangan dari masyarakat pengembara. Masyarakat ini ditandai dengan sifatnya yang lebih malas dan suka dengan yang mudah-mudah, tetapi lebih berpengalaman dan pintar. Mereka juga masih tergantung dengan kekuasaan politik seperti gubernur dan raja serta para tentara. Menurut Khaldun, mereka telah dibentengi oleh kekuatan yang kuat, sehingga mereka tidak perlu memegang senjata. Setelah itu, ketika telah terbangun sebuah kelompok  kemasyarakatan yang kuat maka di bentuk sebuah sistem administrasi negara untuk mengatur wilayah kekuasaan.
Dalam masyarakat tersebut sebuah konsep ashobiya yang menjadi perekat kelompok sebagai kepemilikan identitas bersama. Kekuatan kolompok sosial dalam masyarakat ketika kekuatan  ashobiyanya yang sangat kuat dan di topang oleh jumlah massa  yang kuat. Karena dalam diri manusia menurut ibnu khaldun terdiri dari manusia memiliki tiga potensi dalam dirinya, yaitu intelligibilia, sensibilia, dan spiritualia. Ketiga hal ini dimaksudkan Ibn Khaldun sebagai potensi yang mampu mengembangkan eksistensi kemanusiaan dalam diri manusis. Apabila ketiga potensi tersebut mampu dikembangkan dengan baik, maka manusia mampu menjalankan fungsiya sebagai khalifah di mua bumi.
Namun, manusia juga memiliki potensi yang lain yang bisa mendorongnya bertindak agresif. Potensi itu muncul karena adanya pengaruh animal power.
a.        Cinta terhadap (identitas) kelompok
Manusia secara fitrah memiliki rasa cinta terhadap garis keturunan dan golongannya. Rasa cinta ini menimbulkan pereasaan senasib dan harga diri kelompok, yang akhirnya akan membentuk kesatuan dan persatuan kelompok.
Ketika manusia hidup dalam suatu kelompok, maka akan timbul rasa cinta terhadap kelompok, yang disebut Ibn Khalsun sebagai  Ashobiyah. Dalam masyarakat primitif, faktor pengikatya adalah garis keturunan atau ikatan darah. Sedangkan pada masyarakat modern faktor pengikatnya adalah kepentingan-kepentingan anggota kelompok.
b.        Agresif
Manuisa memiliki sifat agresif karena dalam diri manusia terdapat  animal power yang mendorongnya untuk melakukan kekerasan atau penganiayaan.
Menurut Ibn Khalsun, yang membedakan manusia dengan binatang adalah akal atau pikiran. Sejalan dengan Khaldun, Luther menyatakan bahwa manusia memiliki watak jujur dan kejam, jahatnya watak manusia dan kurangnya kebebasan untuk memilih yang benar merupakan salah satu konsep fundamental dalam kese;uruhan pemikiran Luther. McClleland menyatakan bahwa sebagaimana dengan hewan, manusia juga harus bisa bertahan untuk melangsungkan hidupnya.
Agresifitas manusia itu kemudianmenjasi pemicu munculnya konflik diantara mereka. Lorenz seorang ahli biologi menyatakan bahwa sebagaimana hewan lain, manusia juga memiliki instink agresif yang built-in dalam setruktur genetiknya. freud dalam teori Psikologisnya menyatakan bahwa manusia adalah makhluk rendah, yang dipenuhi dengan kekerasan kebencian, dan agresif. Lebih lanjut kemudian Lorenz mengatakan bahwa bukan partai politik yang berbeda yang menyebabkan agresi, akan tetapi agresilah yang menyebabkan adanya partai politik.
Pandangan di atas ditentang oleh para ilmuawan yang lain, jika pendapat di atas mengatakan bahwa tidakan agresi terjadi karena faktor internal manusia, maka ilmuan yang tidak setuju dengan pendapat diatas mengatakan bahwa agresi itu tiak timbul dari dalam seseorang, melainkan dari faktor external. Bebeapa filsuf abad pencerahan berada dalam kelompok ini. Juga yang termasuk dalam kelompo ini adalah teori yang mengatakan bahwa konflik muncul karena rasa frustasi, yakni ketika seseorang gagal mendapatkan apa yang diinginkannya. Maka jika tidak ada rasa frustasi, maka tidak ada pula konflik.
Fromm, merupakan salah satu tokohnya. Ia menyatakan bahwa tindak agresif-destruktif tersebut muncul karena adanya kondisi eksternal yang ikut menstimulir, seperti konflik politik, kemiskinan, dan sebagainya. Berdasarkan teori ini, distorsi-distorsi menimbulkan kekecewaan masyarakat yang dari waktu ke waktu terakumulasi secara eskalatif. Selain itu, Fromm juga melihat narsisme sebagai salah satu sumber utama agresifitas manusia. Suatu kelompok atau bangsa yang narsistik akan bereaksi dengan penuh kemarahan dan bersikap agresif yang sedemikian besar, ketika ada orang-orang yang melecehkan simbol narsis mereka. Oleh Sampean

sumber : 
http://alunda65.blogspot.com/2012/10/elaborasi-teori-pemikiran-ibn-khaldun.html

Pesan Sang Filsuf

Secarik Kalimat dalam Pesan
Oleh:  Sampean
Napas ini meruak tak terarah mendapatkan pesan yang tak biasa, nyeleneh tapi membuat orang penasaran. Kata itu tidak normatik tapi kenyataannya sering di lakukan oleh orang. Sebuah kalimat menyimpulkan arti dan makna, kata itu hanya sebuah kata menyiratkan makna tabuh dalam prinsip moral apalagi dalam suatu kehidupan keagamaan. Pesan itu menyiratkan ajakan yang tak biasa, Selama ini aku hanya mendengar kata-kata itu hanya sepenggal dan bahan candaan. Hari itu, sepucuk surat masuk dalam ponsel sederhana sebaris kalimat Lazim yang tak lazim dalam diriku. Saat itu, pikiran mulai mengembara dalam dunia romantika pikiran mentautkan segala prasangka, menggelayutkan dengan keinginan. Menyederhanakan dengan Penasaran, menghubungkan dengan peristiwa ala konspirasi. Tapi, Rasio mengelabui semua itu, dengan memencet tombol memanggil untuk memastikan apa maksud pesanmu...tapi Suara TUK..TUK  mengakhiri semuanya.
Tapi, pesan kedua Nyusul dengan permohonan maaf untuk memastikan maksudnya, kalimat itu berhenti untuk tertafsir seperti Matinya teorinya Roland Barthes Matinya Pengarang. Sekarang menghidupkan kembali pengarang yang di kubur oleh Roland Barthes. Lupakan teori ini, saya kembali dengan bernostalgia dengan pesan itu, menyeruakkan libido ala Sigmeun Freud. Mengakses khalayan dan fantasi. Ahhh...lagi-lagi masuk Prototipe Penjara pikiran sang maestro. Lari...lari dari sana...ayo lepas dari pikirannya.
Pesan dan pesan saling berbalas, untuk mengungkapkan maksud, menyampaikan masing-masing kehendak, belum sampai pada tujuan yang sebenarnya sebuah rekomendasi nomor pemandu untuk sampai pada sang Putri. Pesanku terakhir untuk mengakhiri segala komunikasi *808*08XXX# menjadi andalan. Sebuah Pesan lagi masuk aku tak bisa menelpon! Tapi kalau mau ketemu denganku hubungi saja pemanduku. Kata Sang Putri. Semuanya berhenti di situ.
**
Putri adalah kiasan sang bidadari di puja oleh banyak orang, Sang Pengeran Berlomba  untuk menikahinya. Bahkan untuk mendapatknya, di lakukan sayembara untuk mendapatkan hati sang Putri, pangeran yang terbaiklah yang bisa mendapatkan sang Putri. Putriku tidak seperti itu, tapi Putriku Prematur. Pesan terakhir di ponselku membuat ku penasaran dengan Dia, membayangkan di mahligai ranjang pengantin.
Aku...aku ingin mendekap dalam bayang-bayang tubuhmu, bergulat antara kenyataan dan fakta, mencibir kebenaran yang telah tersingkap, mengelak untuk sementara waktu dengan kebiasaan akal budi, menyerah dengan nafsu mematikan malaikat, menghidupkan jin. Sebuah aforisme mengelak dari kesalahan menyalahkan mahluk metafisika. Sayatan-sayatan kebimbangan, mengharuskan menyalurkan hasrat di tengah nada-nada keindahan dan kenikmatan. Kacamataku menjadi burang, terhalang oleh kabut-kabut tipis, nafsu telah berkuasa..tapi  ini bukan politik cess berbicara kuasa dan menguasai tapi ini persoalan esensi kemanusiaan.
Sebuah realita yang lain hadir dalam diriku, ketika di luar diriku mulai bicara tentang aku, hidupmu bukan drama, hidupmu bukan sinetron, hidupmu bukan di TV. Ketika realita hanya dalam bayang-bayang visual, tergambar dalam dunia maya, realita itu ada tapi tak nyata, dan realita itu akan berhenti, menembus dimensi yang lain. ah......aku bingun apa yang di maksud di luar diriku, kau tak paham juga yah! Kau hanya pintar berfantasi, tanpa bisa menghikmat pelajaranmu, kau dosa dengan ku yang telah melupan ku sementara aku adalah dunia mu. Aku dan kamu yang selama ini adalah berjalan bersama, tak ada ruang dan waktu memisahkan kita tapi berjarak. Aku belum tersedar olehmu aku masih bergumal dengan nyanyian luar sana yang menawarkan surga, hakikat tertinggi sementara waktu untuk perjumpaan.
Aku hanya meminta dalam dirimu, untuk mengingatku walau sekejap, kenapa kau terdiam, kenapa kau berguman..apa kamu telah tersadar, cobalah engkau berpikir? Sadari dirimu, sadari bahwa aku realitasmu. Maaf Aku belum bisa mengenalmu! Menjaulah! “kataku”
tak terasa dua hari telah berlalu, ternyata waktu hanya siang dan malam yang di hitung gerak detik per detik, menit per menit, jam per jam, hingga sampai pada satu hari betulkah itu waktu, atau apakah waktu itu bergerak, atau geraknya itu hanya putaran bumi tapi kok matahari tak pernah berhenti bersinar apakah juga berlaku di ruang hampa atau di luar bumi ini. Lagi-lagi nyeleneh dasar pikiran, aku kayak orang gila bicara dengan sendiri, Doss..Doss...Doss nyeleneh lagi, aku mau bicara tentang secarik Pesan dua hari yang lalu, ehh terlupakan.
***
Aku sibuk hari ini, menyusung kerangka-kerangka sampah perpindahan kost, semua orang menertawaiku melihat isi mobil kayak sampah. Tapi, berbekal itu, aku ingin membangun sebuah peradaban di kamar baru ini. Entahlah! Apa yang mesti terjadi?
Di selah-selah kesibukan, aku menyisipkan waktu untuk mengirim pesan singkat, iseng-iseng untuk menyapanya “Hei lagi ngapain!” aku tak berharap untuk di balas, ini hanya menautkan sebuah kosakata dalam kamus tentang “Harapan” untuk di sapa juga. Sejam kemudian tak ada balasan. Tepat pada pukul 3.30 balasannya datang juga “iyah, Cuma lagi santai-santai aja dirumah. Kenapa!” sebuah nada menyiratkan makna, terhadap intrepretasi tunggal. Aku hanya ingin mengenalmu dan boleh ngga aku jalan-jalan ke rumahmu!. Pesan ini hanya menyiratkan menyalurkan sikap jailku lagi muncul, berselan kemudian balasanya untuk menemuiku, kamu harus melewati beberapa pintu untuk sampai kepada saya sekaligus kamu harus ketemu dengan pemandu ku! Aku mencari seribu alasan ketemu langsung dengannya, masih tetap pada pada pendiriannya, pesan terus bergulir dengan racung gombalan akhirnya terbuka juga ruang untukku bisa ketemu langsung dengan Dia.
Aku di berikan ruang, aku di berikan kesempatan untuk ketemu langsung dengannya, Dia mulai memintah waktu dan tempat untuk bertemu, ternyata orang serius ingin ketemu denganku, aku baru tersadar bahwa aku terlalu jauh mengikuti hasrat untuk ketemu dengan orang ini. Dia Coba menunjukkan tempatnya Di Hotel Q, aku terjebak dengan Permainanku sendiri, aku mulai menyadari diriku, identitasku yang ku sandang sekarang. Aku Bukan mahasiswa pada Lasimnya tapi aku bukan juga mahasiswa yang tak lasim. Tapi, aku adalah penghujat kebenaran sekaligus pembenci kesalahan.
Aku mencoba jujur lewat pesan-pesanku, bahwa aku ingin mengenal Mu bukan karena aku ingin bergumal dengan mu tapi aku hanya mengenal dan berteman denganmu. sebab antara aku dan kamu memiliku ruang yang berbeda. Sebab, aku hanya  mendengar dongen tentang dunia Mu, bahwa dunia sana ada kehidupan putri-putri kesepian menanti sang pangeran untuk menjemputnya. Sekarang aku tak penasaran terhadap dunia ini, aku telah mengetahui bahwa di luar sana ada kehidupan seperti itu. Aku hanya mengucapkan permohonan maafku atas ketaksanggupanku untuk mempersuntingn Mu dan sebuah ucapan terimakasih telah memperkenalkan dunia dalam dongenku yang telah nyata.
Walaupun demikian, Kehidupan baru ini aku tak bisa menghinggapinya, bagiku aku bukan lagi Ababil (Anak baru gede Labil) kata sang pujangga (Darwin dalam buku Pesan mama untuk kematian) tapi aku ini adalah (ANJAS) Anak Jalanan Stabil. Sebab, kata Jalaluddin Rahmat hidup ini Pilihan, selain itu, Ali syariati mempertegas apakah kamu akan bergumal terhadap realitasmu sekarang atau keluar dari sana. Inilah dunia ku, apakah di luar dari ku atau dari dalam diriku. Itulah aku
****
Jejak-jejak ini hampir di rusak oleh sedenting nostalgia fantasi kulminisme. Fantasi yang menyiratkan kesenangan sesaat, untuk merusak Peradabanku yang telah ku bangun dengan sehasta. Aku ini memang banal selalu ingin mengenal dunia yang sementara. Padahal aku memiliki duniaku, Terimah kasih masa lalu, aku seperti sekarang ini. Lari dan lari untuk bisa lepas dari itu, sonsong masa depan, gulirkan perjuangan, mulai cerita dengan sebuah catatan secarik kalimat dari pesan. Buat untaian kata dengan tatanam yang rapuh peradaban kalimat, menyusun kerangka peradaban teks, merobek-robek tatanam yang baku. Menjelaskannya dengan Vulgar......Ketika API di hidupkan  muncullah penanda Asap, untuk di padamkan, setiap langkah ada konsekuensi, berani berbuat, berani mengambil risiko. Inilah Perbuatanku...akan ku jalani sebagaimana mestinya..bahwa inilah duniaku..yang Ku sandang identitasku....Aku pendidik