Jumat, 13 Mei 2011

khittah perjuangan

Tafsir Tujuan
HMI dalam khittah perjuangan

Sejarah pemikiran HMI tidak lepas dari integral dari setting social yang mewarnai gengsi kepengurusan untuk menyusun idealitas pemikiran HMI yang menjadi anatomi pemikiran HMI dalam periodisasi yang tertuang pada tema-tema kepengurusan HMI untuk menjadi sebuah harapan cita-cita yang sangat luhur yaitu HMI ingin mancapai masyarakat yang di ridhoi Allah SWT hal ini merupakan gambaran dari masa depan yang bagitu sempurna dalam evolusi pemikiran HMI yang melalui proses yang sangat panjang hal ini terlihad dari beberapa perubahan yaitu :
1. Perubahan tujuan yang harus disusaikan dengan konteks dari realitas dengan perubahan substantif, revisi dan penegasan dari tujuan HMI sebagai berikut :
• Pertama, Pada saat didirikan, 5 Februari 1947 “ a. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia. b. Menegakkan dan mengembangkan Agama Islam.”
• Kedua, Pada Kongres I, 30 November 1987di Yogyakarta “a. Mempertegakkan dan mengembangkan agama Islam b. mempertinggi derajat rakyat dan bangsa Indonesia.”
• Ketiga, pada kongres IV, 9-15 Oktober 1995 di Bandung “ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan islam.”
• Keempat, pada kongres VIII, 10-17 september 1966 di solo: “ membina insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.”
• Kelima, pada kongres IX 3-10 Mei 1969 di Malang: “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil makmur yang diridhi allah SWT.”
• Keenam, pada kongres XVII, Khusus (MPO), 1-5 juli 1988 di Yogyakarta: “terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanam masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
Kerangka pemikiran HMI terlihat sekali dari perkembangan redaksi dari tujuan HMI yang merupakan cita-cita yang ingin di capai dalam setiap setting social tetapi memiliki corak keislaman yang sangat kental dalam dinamika perubahan HMI dengan kata lain bahwa proses pengaktualan ajaran islam dalam segala sisi kehidupan yang menafasi seluruh kegiatan HMI, mulai dari segi motivasi dan aspirasi kader. Karena hal ini tergantung dari logika pedoman perjuangan dan perkaderan untuk menjadi doktrin untuk kader yang menjadi otentifikasi HMI yang bisa dilihat dari sejarah perubahan Khittah perjuangan sebagai
Pedoman pengkaderan diawali dengan nama NDP (Nilai Dasar Perjuangan) yang dibuat oleh Nurcholis Madjid yang mendapat aspirasi dari PKI yang memilki buku kecil dalam pengkaderan. Dalam proses penyusunan NDP ada tiga tokoh atau kader HMI yang memiliki Kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan NDP yaitu Nurcholis Madjid dari cabang Jakarta, Endang Saifuddin Ashari dari Cabang Bandung dan Saqib Mahmud dari Cabang Djokjakarta akan tetapi dalam internal HMI belum ada pola pengkederan yang jelas selain dari kader pengukuhan HMI yang hanya diambil sumpahnya tetapi dalam perkembangnya para pengurus HMI jalan-jalan keluar negeri mereka melihat ada perbedaan yang mendasar dasar dalam Lembaga kemahasiswaan yang memiliki pola perkaderan tersendiri yang disebut pelatihan dasar hal ini menjadi aspirasi dari HMI untuk membuat program Basic training hingga LK III. Disinilah NDP mulai diberlakukan sebagi tafsir asas dari HMI dan menjadi pedoman Perkaderan di HMI, sehingga NDP Disahkan pada Kongres HMI ke IX di Malang tahun 1969 karena NDP dipandang sebagai konsep yang lebih mewakili kebutuhan perkaderan sesuai konteks zamannya. Karena HMI pada waktu itu belum memiliki Muatan pemikiran yang memadai dalam menggambarkan karakteristik, identitas gerakan, dan prilaku kader, kader Belum mampu memberikan penafsiran terhadap Islam dalam kerangka operasional perkaderan sehingga kader tidak mampu menggariskan arah gerakan sesuai prinsip pokok perjuangan Islam, baik normatif maupun historis. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman sebelum terjadi polarisasi HMI MPO dan DIPO pergantian NDP mulai santer dibicarakan karena NDP dianggap sudah tidak konteks lagi karena karena NDP dianggap Sebagai produk historis, NDP dipandang sah dan dianggap perlu untuk dilakukan perubahan, “Penetrasi ideologis” pada HMI dari para arsitek gerakan serta pemikir muslim dari berbagai belahan dunia, Kesadaran reflektif-kritis akan keadaan yang terus berkembang, Penyempurnaan conten NDP sebagai manhaj gerakan.
Sehingga pada kongers Medan Tahun 1983, sudah direkomndasikan akan perlunya ditinjau ulang dasar perjuangan sebagai tafsir asas organisasi. Kongres tersebut menolak persuasi pemerintah melalui sebagian alumni HMI untuk menerima Pancasila sebagai asas organisasi menggantikan asas Islam. Pada waktu itu organisasi masa (ormas) belum diwajibkan berasas tunggal (astung) sehingga HMI diharapkan jadi pelopor yang menerimanya sukarela. Sebagian kader HMI menganggap campur tangan alumni yang terlampau jauh dalam kongres, ada kaitannya dengan tafsir asas, dimana pancasila pun tetap dapat dimaknai dengan asas yang sama.
Fenomena ini sedikit banyak mengindentifikasi kuatnya “model” keislaman baru pada sebagian kader HMI, yang menginginkan citra diri dan identitas kader dan organisasi yag lebih islami dan NDP dianggap terlalu mudah dimaknai secara pragmatis oleh kader kuhususnya oleh alumni yang memiliki kepentingan dan NDP dianggap kurang tegas akan tetapi dalam proses pergantiannya dalam kongres karena adanya proses pergantian asas yang tunggal yang ingin diterapakan dalam HMI sehingga terjadilah perpecahan di tubuh HMI sehingga muncul nama HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) yang menolak asas tunggal dari pertentangan ini maka diadakankahlah kongres di Yogyakarta pada tahun 1988 atas kekecewaan dari kongres di Padang pada Tahun1986. Sehingga di kongres Yogyakarta di formulasikan ulang. Kemudian dilanjutkan pada kongres tahun 1988 yang kembali diadakan di Yogyakarta dengan melakukan penyempurnaan tafsir asas yang disebut dengan khittah perjuangan kemudian hal ini disepakti secara non formal tentang beberapa isi sudah mulai ada dan mulai digunakan dalam pelatihan kader LK I. Sehingga pada Tahun 1990 di kongres Bogor menegaskan nama khittah perjuangan dan merekomendasikan dengan sangat pengurus besar untuk menyelesaikan rumusan bakunya sehinga pada lokakaryah nasional 1992 di Yogyakarta berhasil membuat rumusan baku yang kemudian ditetapakan secara dalam kongres Semarang pada tahun yang sama. Sejak tahun 1992 sudah beberapa kali perbaikan naskah Khittah perjuangan, akan tetapi belum ada perubahan yang mendasar, sebagaimana perubahan NDP ke Khittah Perjuangan. Logika dasar, substantansi isi dan formatnya belum menagalami perubahan. Hal ini sangat mempengaruhi proses dinamika pemikiran HMI dalam perkembangan kader pada saat itu.

2. Intrepretasi Tujuan HMI
Tujuan HMI adalah sebuah rekayasa sosial yang ingin dicapai HMI dalam sebuah sistem sosial yang memilki prinsip ketahuidan sesuai dengan konteks redaksinya sebagai berikut yaitu terbinanya mahasiswa islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanam masyarakat yang diridhoi Allah SWT. Tujuan ini rasa keislaman sangat kental sehingga menciptakan kesalehan pribadi, perilaku individu yang islami, mendapat tambahan dan penekanan yang lebih kuat pada kata insan ulil albab. Kesalehan juga bisa ditampakkan sebagai salasatu kualitas,melainkan sebagai sumber kualitas lainnya, kesalehan tersebut baru dianggap terbukti jika ditunjukkan oleh aksi “keberanian” untuk bertijihad. Kesalehan ini pula yang dinilai akan megasah salah satu situasi pengetahuan dalam diri perubahan epistemologi atas keilmuan yang berlaku tidak sekedar unggul dalam kerangka keilmuwan.
Secara lebih rinci, karakterikstik kader yang dicitakan-citakan sepenuhnya berasal dari ayat-ayat Al Quran tentang ulil albab sebagai berikut :
• Bersungguh-sungguh mencari ilmu (Ali Imran: 7), sehingga mendapat hikmat atas anugra Allah (Al Baqarah: 269).
• Kritis dalam mancapai berbagai pendapa, mampu memilih benar dan terbaik (Az Zumar: 18)
• Berdakwa dengan sunggu-sungguh kepada masyarakat dan bersedia menanggung resikonya (Ar Rad: 19-22)
• Hanya takut pada allah (Al Baqara: 197; Ath Thala: 10)
• Bangun dan beribadah di tengah Malam (Az Zumar: 9)
Term ulil albab menjamin adanya parameter yang jelas berdasarkan nilai, bukannya atas dasar nilai, bukannya atas dasar penerimaan banyak orang. Sehingga tidak menjadi masalah, jika sekali waktu HMI tidak bersikap untuk melakukan langkah umumnya, asal memiliki landasan konsep yang benar. HMI bukan organisasi politik yang atau masa yang menggangtungkan dirinya dari dukungan orang, melainkan organisasi yang berdasarkan dirinya pada konsep islami, konsep kebenaran ini juga menjadi pokok sifat independent dari HMI. Dengan demikian, bab independensi (sifat) dipahami sebagai implementasi asas kedalam wadah organisasi yang bernama HMI. Keduanya harus mengacu sepenuhnya kepada asas.


DAFTAR PUSTAKA
Risky, awalil. HMI (MPO) dalam masa transisi. Yogyakarta: Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa islam. 2006
Badrun, Ubedillah. Radikalisasi Gerakan Mahasiswa kasus HMI MPO. Jakarta: Media Raushanfekr. 2006
Hasanuddin. HMI dan Rekayasa Sosial Asas Tunggal Pancasila. Yogyakrta: Kelompok studi lingkaran.