Jumat, 27 Februari 2015

INSOMNIA

INSOMNIA

 

mata terasa kuyu

kelopak mata tak jua terkatup

ku rebahkan badan di atas peraduan

mata letih menutup kuncup

ku mekarkan kembali dengan tetasan embun

ku belai, ku tiris lalu ku ketenggak perlahan

kenikmati rasa sendu dari hitamnya genangan

racunnya menjalar di tubuh ku

racun yang menyesatkan mimpi ku

dari kubangan keindahan

aku takut terlelap

dan lupa untuk kembali

 

https://images.search.yahoo.com/images/view;

Kamis, 05 Februari 2015

BIDADARI KU

 BIDADARIKU 

Malam ini, ku tatap lagi wajah mu yang ranum, entah berapa kali aku tatap wajah mu, diri mu tak jua bersimpati terhadap ku. Sebab, tatapan ku terhadap mu, kamu tidak pernah tahu. Di dalam kamar ini aku duduk di bawah temaran lampu neon. Cahaya bulan mengintip di luar sana, mungkin dia iri, aku menatap dirimu. Aku telah mengabaikannya, dulu bulan menjadi pelipur lara  di saat sunyi, teman di kala sendirian. Tapi, kini telah terabaikan dengan segenggam teknologi. Dulu, Aku bersama bulan duduk di beranda rumah di bawah temaran cahayanya. Kini telah berubah dengan tamu yang sengenggam. Tamu ku, ku bopong dia dalam kamar ku, hingga tidur bersamanya pula. Sulit rasanya berpisah dengannya, dia setia dan patuh, tidak sekali pun, pernah menyangkal kehendakku sebagai seorang kekasih. “kata kekasih” mungkin itu yang cocok dilekatkan kepada telepon genggam (HP), smartphone dan sejenisnya. Bagi yang beristri,  telepon genggam adalah selingkuhan. Telepon genggam tidak pernah jauh dari diri sang pemilik. Seperti halnya aku.
Lewat telepon genggam yang aku miliki, aku menjelajahi dunia yang datar, lewat mesin pencari di google, ku temukan media sosial namanya facebook.   tidak sengaja aku menemukan mu di facebook itu. Dirimu berdiri dan tersenyum di balik layar telepon genggam ku. Hidup mu di seberang sana begitu damai, aku malu untuk menyapa mu bahkan aku enggan untuk mengajak mu berkenalan. Tapi, semuanya berubah di saat tidak ada jarak, walaupun tidak saling menatap. Kita tidak duduk bersama dan  tidak berdampingan. Rasa malu telah luruh dengan hadirnya media sosial khususnya facebook. Aku terkadang lancang menggunakan facebook tersebut. aku terkadang menghadirkan Tuhan lewat kotak status yang disediakan, dengan cara berdoa, berzikir selayaknya beribadah di dalamnya. Aku pun tidak sungkan bercerita tentang diriku di dalamnya, bahkan rahasia yang tidak mesti diketahui oleh orang lain, aku umbar lewat kotak status yang disediakan.
Pertemuan di antara kita, kuingat benar di malam itu, aku meminta mu untuk berteman dengan ku. Aku mengklik kotak pemintaan pertemanan atas nama “Nadia”. Malam itu, aku tak sengaja mengklik nama itu, dari deretan nama yang ku ajak untuk berteman hanya diri mu mengonfirmasinya. Tapi, aku tidak tahu, Entah kapan kamu mengonfirmasi permintaan pertemanan ku. Semenjak malam itu, akun facebook ku telah diambil oleh orang lain selama seminggu. Orang itu mencuri chip poker dalam akun facebook ku. Selama seminggu itu, aku berusaha mengambil alih akun facebook ku dan pada akhirnya aku berhasil mengambilnya.
Bermula dari situ, aku sudah malas membuka akun facebook ku karena telah terisi konten pornogarfi dan perempuan-perempuan yang aku tak tahu asalnya dari mana. Tapi, aku penasaran dengan teman-teman yang baru di dalamnya. Di antara teman-teman yang baru itu tak sedikit pun aku mengenalnya. Hanya saja, nama Nadia ada di antara mereka. Nama yang tidak sengaja aku kirimkan permintaan pertemanan, kini hadir dalam kotak chating ku.
Ku sambut Nadia dengan ucapan “hey, Nadia!” aku tahu ini hanya modus mendapatkan perhatian dari mu. Pasalnya dalam kehidupan keseharian ku, sulit rasanya untuk menyapa sosok perempuan yang tidak aku kenal. Maklum dalam keseharian ku, aku hanya bergulat dengan buku, berlari bersama teman lelaki ku, dan berpacu dengan diskusi. Hingga pada akhirnya aku dijejali sebutan “Bencong” lelaki mati rasa. aku sulit mengelak dari cercaan itu, kala ukuran kelelakian diukur saat punya pacar. Aku kalah dari segi itu, bahkan seumur hidup ku tidak mampu menaklukkan hati perempuan. Aku terasing dengan kehidupan yang berpasangan. Tapi kali ini, ku beranikan untuk menyapa mu. Sebab, aku dan diri mu tidak saling menatap hanya larik-larik tulisan yang akan menggambarkan raut wajah kita, entah muka mu jeles, tertawa terbahak-bahak. Intinya aku tidak melihat mu, begitu pun sebaliknya.
Ku tunggu balasan dari Nadia tidak juga ada, titik yang hijau yang menandakan sedang online telah berubah menjadi abu-abu, itu artinya sudah tidak online. Ku abaikan sejenak dengan membuka yang lain, ku perhatikan tebaran-tebaran status di beranda ku. Semua menuliskan status yang galau, aktivitas sedang dijalani, iklan, konten-konten pornografi, ada yang sedang beribadah, foto selfi, foto makanan. Aku bingun melihat semua itu, setiap langkah kecil manusia diutarakan lewat status facebook. Ada yang sedang menulis “lagi mandi”, “ya Tuhan lindungi pacar ku” intinya status manusia di dalam facebook macam-macam. Aku mulai bosan dengan status yang jumud dan chat ku tidak di balas dengan Nadia.
**
Sebulan kemudian, aku kembali membuka akun facebook ku. Kebetulan Nadia juga sedang online, aku iseng-iseng mengintip foto-foto profilnya berusaha mencari tahu tentang dirinya. Di salah satu fotonya, Nadia sedang tersenyum, menunjukkan keramahan, tidak sedikit pun menunjukkan bahwa senyum Nadia karena keterpaksaan. Senyumnya manis sekali, semanis senyum bidadari. Dalam Islam, bidadari dipercaya seorang putri yang sedang berada di surga.
Pesonanya menggoda ku untuk selalu mengganggunya. aku kirimkan terus kata sapaan tapi dia tidak pernah membalasnya. Sampai-sampai aku terpancing untuk mengeluarkan kata-kata kotor untuk mencacinya, cantik-cantik kok belagu. Tapi. Aku menahannya dengan menuliskan di kotak chating “minta dong pin BBnya” tapi belum mendapat respon. Kemudian, aku kirim kedua kalinya. Akhirnya Nadia membalasnya “nga’ pake BB (Blackberry)” mulai dari sini komunikasi mulai lancar, walau masih terlalu kaku.
Aku membalasnya dengan sedikit menyindir“tapi, saat kamu online di status kamu muncul dibuat di blackberry” kemudian Nadia menukasnya kembali “ah ngak kok” aku sih percaya nga’ percaya sebab dalam media sosial, kebebasan adalah milik kita. Entah dia berbohong, itu urusan dia. Kemudian aku melanjutkan obrolan “ouh gi tuch yah, tapi boleh kan kenalan ama kamu”
“Yah boleh aja” kata Nadia….
Kususul terus pertanyaan hingga endingnya aku minta nomor dan ku ajak untuk  bertemu.  dia menolak memberikan nomor teleponnya dan mengelak untuk bertemu. “Biarkan kita berteman dalam bayangan” katanya. Aku teringat pertanyaan pertanyaan sang pendongen Eko Tunas “adakah teknologi menciptakan Cinta!.
Pelupuk mata ku mulai luyu, sementara chating ku bersama Nadia menjadi hambar. Nadia hanya menjadi bidadari bayangan. Sadarlah aku, sesungguhnya dirimu telah bosan meladeni pertanyaan-pertanyaan yang kolot itu, dengan jawaban mu yang seandanya. Jangankan kamu, orang di samping ku pun ikut mencibir ku, sebab kerancingan dengan facebook. Dia bosan melihat diri ku hanya mengusap layar kaca dan menekan tombol-tombol hp. Ketika aku duduk di tempat-tempat ramai entah di kampus, di pasar dan entah di mana aku hanya menunduk mengangkangi HP ku.
Aku mulai bebal, bukan lagi menjadi kutu buku, tapi telah bermetamorphosis menjadi kutu telepon genggam dan smartphone. Dari penggembaraan ku ini, aku memetikkan pesan bahwa aku tercekat dalam lian-lian teknologi dan terperangkat di alam sana. Aku hanya bisa mengelus dan menatap bidadari ku di bawah temaran cahaya neon.
Aku ingin memeluk Tuhan ku dan tubuh mu di telepon genggam ku. Akhirnya kisahmu menutup ku dalam selimut Aroma kematian nurani ku, wahai angin malam sampaikan salam kerinduan kepada bidadari bayangan ku. Ku di sini hanya menatap wajahnya. Sebab kamu ihwal pelajaran tentang hakikat dan pengharapan, sembari menunggu senyum bahagia dari mu. Tapi rasanya penantian itu hanya bualan seperti bahasa puisi.
Dari Sampean 
Untuk "Tirani"