Selasa, 10 Juni 2014

Merajuk Cerita Di Makassar



Dua hari telah berlalu, menuai cerita baru menyusun kembali naskah yang terburai oleh waktu. Lontaran-lontaran batin belum bisa lepas dari kesunyian dan kesepian yang terus bersamaku, hakikat kebersamaan melingkupi kedirian yang tak bisa lepas begitu saja. Kusesali aku tak mengabadikannya dalam cerita dan sebuah catatan harian untukku.
Ahhh...tak usah disesali semuanya telah berlalu, kenanganmu adalah kenanganmu, kenanganku adalah kenanganmu tapi kenanganmu adalah kenanganmku. Biarlah hati ini bersajak di mana aku masih berkabung atas keteripisahan ini. Sungguh unik perjalanan ini, aku ingat, pada apa yang tak bisa aku lupa, jalinan rasa bersemai biarkan layu di makan waktu.
Dua hari ini ku berikan waktuku untuk berkabung merasakan apa yang pernah aku rasakan, mengenang apa yang menjadi kenangan, menangis terhadap apa yang perlu aku tangisi, merenung terhadap apa yang perlu aku renungkan. Sebab dua bulan Merajuk cerita di negeri sana, tak cukup kertas untuk menuliskannya dengan cerita yang detail, rangkaian kata-kata untuk melukiskannya tak cukup karena keterbatasn imjinasiku. Setetes hasrat untuk merjauk cerita itu kembali  di tempat lain. Biarkan kenangan bersama kalian ku simpang dalam catatanku, supaya kalian bisa bercerita kepada orang lain tentangmu bersamaku.
Keresahan yang ku dapatkan, tak tau dimana untuk meluapkannya, daripada aku harus berkabung sepanjang waktu biarkan aku mengabadikannya dalam sebuah catatan, supaya aku bisa membacanya dan tersenyum mengingat kalian bahwa kita pernah bersama. Demi waktu aku ingin melukismu dengan cerita.
Sejak kita terpisah, aku kembali kehidupanku yang telah usang dan membosangkan itu, kembali ke kota metropolitan yang penuh sesak dengan bangkai kebenaran. Aku ingin mengakhirinya.....secepatnya. tapi di kota ini lah aku mengenang kalian dalam sebuah catatan, aku menemukan arti kesendirian, arti kebersamaan, arti kesunyian, arti persaudaraan tanpa ikatan keluarga, arti persahabatan, keikhlasan. Semuanya begitu berarti dalam hidupku atas kedirian yang ku miliki.
Jalan ini menuntunku untuk menemukan hal baru dalam hidupku, dalam semaian cerita kita tentang arti sebuah keterpisahan yang pernah kita bingkai dalam kebersamaan. Lepas langkah ini ingin memulai dengan gemulai hari perpisahan yang menyatukan semuanya dengan sebuah kenangan. Romatisnya hari itu pada tanggal 23 April 2013, air mata bercucuran merangkai kata perpisahan, salam berpelukan, salam-salaman kepada warga, pertanda kepergian kita dari bumi Soppeng, kecamatan Ganra dan desa Ganra.  Pertemuanku kepada sosok gadis yang mengubah sebuah sisi kehidupanku yang unik, Dia mengubahnya kepada kehidupan yang tak biasa. Dia mengalihkan duniaku yang tak lazim. Di mana dunia yang aku benci hal seperti itu,  tapi aku luluh di ruang ini. Ini menjadi soft teraphy bagiku. Aku tak boleh menyimpangnya dalam lubuk hati ini, karena aku mesti melankah jauh. Tapi yang membuatku merasakan kepedihan ketika aku menatap mobil bus parkir di depan Posko KKN reguler yang telah siap untuk menjemputku, ku tatap mata satu persatu menandakan kepiluan dan kerisauan di mata teman-temanku, begitupun dengan ibu posko air mata bercucurun mengantar kepergian kami, Tegar Adik yang tersayang tak tenang untuk menahan air matanya mengantarkan kepergian kami. Inilah hiasan perpisahan.. kami pada hari itu. [sampean]

Makassar, 25 April 2014

0 komentar: