Kamis, 06 September 2012

Kemahasiswaan


LEMBAGA KULTUR :
 MEDIA ALTERNATIF PEMBELAJARAN MAHASISWA

Dinamika kemahasiswaan identik dengan pergerakan dan kegiatan-kegiatan intelektual yang sering dilakukan oleh para mahasiswa yang bergelut di dalam lembaga kemahasiswaan maupun non struktural dari lembaga kemasiswaan. bentuk-bentuk dari kegiatan kemahasiswaan ini terlihat pada program-program kerja yang sering dilakukan oleh lembaga kemahasiswaan seperti pembentukan kelompok-kelompok diskusi serta forum-forum kajian untuk mengawal problem-problem mahasiswa di lingkungan kampus dan kegiatan-kegiatan lainnnya yang bersifat membangun bakat dan potensi mahasiswa.
Akan tetapi, saat ini lembaga kemahasiswaan mengalami kemunduran yang sangat pesat karena lembaga tersebut terkadang tidak mampu mewadahi kebutuhan mahasiswa sebagai kaum intelektual selain itu pencitraan para pengurus lembaga kemahasiswaan semakin melorot karena hanya mengutamakan popularitas yang krisis tanggungjawab. Dampak dari kondisi yang seperti ini maka lahirlah lembaga-lembaga kultur sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan intelektual mahasiswa seperti KOMIK (Komunitas Intelektual Kampus) di Fakultas Ilmu Pendidikan, PROLOG (Progresif dan Logis) di Fakultas Ekonomi dan sosial dan Muqaddimah di Fakultas Ilmu Sosial. Para pelopor lembaga kultur ini merasa resah dengan kondisi kemahasiswaan yang sekarang ini yang hanya membincangkan hal-hal  yang  tidak penting dan minat-minat kemahasiwaan tidak terakomodasi di lembaga kemahasiswaan sehingga mahasiswa yang masih peduli,  mencari alternatif yang lain untuk menyalurkan potensi dan bakat mahasiswa maka lahirlah lembaga kultur ini untuk mewadahi kebutuhan mahasiswa. Posisi lembaga kultur bersifat independent tidak terikat oleh lembaga kemahasiswaan dan tidak terikat oleh jurusan sehingga dalam posisi lembaga kultur memiliki kebabasan untuk menyalurkan aspirasi dan bakatnya tanpa ada tindakan preventif dari berbagai pihak. Lembaga kultur berjalan atas inisiatif para penggeraknya.
Jika kita refleksi kondisi lembaga kemahasiswaan saat ini di UNM, kita bisa katakan bahwa lembaga kemahasiswaan telah mati karena otoritas penuh ada pada para birokratisasi kampus. Lembaga-lembaga kemahasiswaan telah di bekukan mulai dari tingkatan Study club yang non struktural, HMJ, BEM Universitas telah menjadi vakum. Hal ini membuktikan bahwa sekarang lembaga kemahasiswaan tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk mempertahankan eksistensinya. Pembuktian ini bisa kita lihat pada pemecatan mahasiswa secara massal di fakultas Bahasa dan Penghentian aktivitas Lembaga kemahasiswaan di fakultas tersebut. Kebijakan ini berefek pada fakultas lain dengan bentuk yang berbeda seperti di Fakultas FIS setiap jurusan otorites kebijakan Himpunan ditentukan oleh ketua jurusan masing-masing. Sikap yang seperti ini membatasi kreativitas mahasiswanya sebab ada  kejanggungan untuk menentukan sikap kelembagaan khususnya dalam menentukan program kerja.
Efek dari semua ini, aktivitas lembaga menjadi mati, aktivitas kelembagaan tidak terlihat, obrolan tentang gosip mewaranai taman bukanlah lagi diskusi keilmuwan, lembaga kemahasiswaan menjadi lembaga elit di tingkatan mahasiswa, aktivitas mahasiswa  di warnai oleh jejaring sosial bukanlah lagi membaca buku, kegiatan ilmiah tidak terlihat. Kegiatan yang di lakukan para pengurus lembaga adalah bagaimana menyenangkan hati para Birokrasi.
Dari warna yang terlihat dari berbagai kebisuan intelektual dalam lingkungan kampus. Birokrat kampus menjadi leluasa menerapkan kebijakan yang tak berpihak kepada mahasiswa. Selain daripada itu kebekuan lembaga kamasiswaan saat ini menandakan hilangnya power untuk menekan kebijakan yang represif akibat dari ketidaksiapan pengurus menghadapi kebijakan tersebut karena mahasiswa tidak dengan konsep yang jelas dengan data yang liar.
Sehingga tidak heran apabila mahasiswa menjadi jalur alternatif untuk belajar dan berdiskusi sebab lembaga kamahasiswaan dalam tidak mampu mahasiswa sebab lembaga kemahasiswaan seperti milik segelintir orang. Rasa bangga terhadap lembaga kemahasiswaan hanya berkutat pada kalangan pengurus. Namun yang lain hanyalah orang sambi lalu.
Ketidaknormalannya lembaga kamahasiswaan ini memenculkan wajah baru dengan pergerakan kultur dengan tujuan membangun fondasional di tingkat bawah. Bergerak di tingkat sektoral namun memiliki ruang aktualisasi yang luas. Sebab satu tujuan yang baik belum tentu bisa di sambut dengan yang tangan terbuka namun kita di sambut dengan tangan yang terkepal sebab itulah perjuangan sebab kebaikan hanya sifat yang melekat pada ruang dan waktu.
SaMpeaN
***