JERUK NIPIS
Sehabis mengepel rumah senior di jalan Citayam
Kabupaten Bogor provinsi Jawa Barat. sekitar pukul 5.30 WIB sore aku keluar
mencari makan tempat sesuai dengan isi kantong. Aku menelusuri gang kecil hanya
cocok dilalui seorang tanpa berpapasan di sebelah selatan rumah itu. Berjalan
sekitaran dua menit jalan sudah terasa lengan dua orang anak laki-laki bermain
bendera merah-merah putih sambil tertawa girang dan dua orang anak mudah sibuk
mengutak-atik laptopnya tanpa peduli dengan orang di sampingnya. Tapi, aku
merasa sungkan untuk lewat di tengah-tengah orang-orang itu dan aku harus
memotong pembicaraan kedua orang itu yang masing-masing di seberang jalan.
Tanpa sungkan, saya lewat dengan menundukkan sedikit badan menurunkan satu
tangan seperti yang biasa dilakukan orang-orang suku Bugis-Makassar ketika berjalan
di depan orang lain dengan mengucap kata tabe’.
Tata krama ini tidak berlaku lagi di tanah Sunda, di mata mereka itu sedikit
aneh ketika melewati mereka berdua. Sambil berlalu aku mengucap permisi untuk
mengganti kata tabe’ itu. Kemudian
mereka mempersilakan aku melaluinya.
Sekitar sepuluh meter dari orang-orang itu, aku sudah
berada di pertigaan aku berbelok kiri, sepuluh meter lagi aku belok kanan
berjalan lurus ke arah barat sekitar dua puluh meter kemudian aku kembali belok
kiri. Sekitar dua puluh meter lagi aku belok kanan kembali ke arah barat. Tidak
jauh pembelokan itu, di sudutnya
terdapat pangkalan ojek dan rumah makan
tanpa nama.
Aku pilih tempat karena tempat itu amat sangat
sederhana, ayamnya hanya dipajang tergeletak di dalam kaca tanpa penutup kain
dan sejenisnya yang lain, di sekelilingnya terlihat wajan untuk menggoreng dan
membakar ayam dan ikan. Dengan perasaan yang sangat canggung dengan budaya yang
baru, apalagi ibu itu memandangku dengan penuh takzim. Aku merasa ada yang aneh
dengan tatapan itu, dengan perasaan malu dan agak terbata-bata “Bu pesan makanan”
“Iya, makan di sini?” kata ibu penjual makanan itu, matanya masih terus
mengamatiku.
“Iya” sambil aku menganggukkan kepala.
“Pakai ayam atau ikan ? kata ibu itu melanjutkan
“Ayam sajah bu” sambil menarik kursi untuk duduk menunggu pesanan.
“Ayam Goreng atau bakar?”
“Ayam Goreng ajah bu”
“Dada, Paha, Sayap ?”
“Dada saja”
Setelah percakapan kami ibu itu sudah sibuk
mempersiapkan makanan yang aku pesan. Tidak lama berselang dengan percakapan
kami. Sepasang kekasih mampir juga pesan makanan, ketiga orang itu terlihat
berdialog dan sepasang kekasih itu duduk tepat di belakang saya. Setelah
sepasang kekasih itu datang, tamu-tamu yang lain terus berdatangan tempat itu
sudah mulai terlihat penuh.
Ibu itu terlihat kerepotan melayani pengunjung
warungnya, sembari membakar potongan ayam, dia juga menggoreng ayam yang ku pesan. Ketika terlihat kebingungan. Ia
masuk ke dalam rumah terdengar dialog dua suara perempuan. Akhirnya, kedua perempuan
itu keluar. perempuan yang berbaju warna abu-abu yang kira-kira berkepala lima
melayani saya dan mempersiapkan pesanan pengunjung yang lain.
Beberapa menit kemudian dia membawakan pesanan saya. Nasi
Ayam goreng dada dan air putih. Ibu yang pertama memakai baju merah berkerudung
hitam masih terus mengamatiku. Tapi, aku cuek saja. Aku terus memakan timun
yang ada pada ayam goreng itu sambil menunggu tempat cuci tangan.
Ibu berbaju abu-abu kembali membawakan saya tempat cuci
tangan di dalam terdapat jeruk nipis. Aku sedikit kaget, kok jeruk nipisnya ada
di tempat cuci tangan. Biasanya di Makassar jeruk ada tempat khususnya seperti
piring kecil, tapi di sini di tempat cuci tangan. Tanpa ragu aku ambil jeruk
nipis itu di tempat cuci tangan itu aku peras ke dalam sambal ayam goreng itu.
Saya berkata dalam hati “Mungkin Jeruknya kurang berair sehingga dimasukkan ke
dalam tempat cuci tangan. Setelah kuperas jeruk itu, ibu tertawa. “iiii jeruk
itu untuk cuci tangan bukan di peras ke sambel ayam” semua mata pengunjung
menoleh ke aku dan tersenyum simpul. Ibu itu
melapor ke ibu yang pertama entah apa dia katakan dalam bahasa
Sunda.
Aku juga merasa bingung dengan jeruk nipis di dalam tempat
cuci tangan itu. Setelah baru aku berpikir sambil makan. Jeruk nipis ini
digunakan untuk menghilangkan bau amis pada tangan dan mensterilkan kuman-kuman
barangkali. Itu dugaan aku sementara.
Lain tempat, lain juga memperlakukan jeruk nipis.
Di Makassar jeruk nipis digunakan untuk menambah rasa
asam pada makanan khususnya yang berkuah seperti bakso, mie ayam, soto ayam,
coto, dan pallu basa. Di Pare Kediri Jawa Timur: Makassar sudah diidentikkan
dengan jeruk nipis. Jika ada orang minta asam cuka dan jeruk nipis anda di
identifikasi sebagai orang Makassar. “Eeeehhh Di Citayam Bogor, Jeruk Nipis
tempatkan ke dalam tempat cuci tangan.
Citayam, 24 agustus 2016