Bulan Januari. Bulan yang paling
riuh di antara bulan-bulan yang lain. Kikuk kesenangan yang dirayakan. Kilatan cahaya
menghampar langit. Bau mercon menyengat hidung dari asap yang menyapu
keheningan malam. Sejumput doa dan harapan bertaluh pada jiwa-jiwa kosong,
menyambut bulan pembuka Tahun. Januari bulan
penuh harap membuka lembaran yang kosong. sekaligus penutup catatan yang akhir
tahun. Dua momen yang menakjubkan dalam bulan Januari.
Sepanjang tahun 2015 telah kita
lewati bersama. Tentunya, banyak peristiwa yang telah terjadi. Pelepasan masa
silam tidak serta menghilangkan kenangan. Ini adalah bulan refleksi kenangan
masa silam dan bulan pengharapan untuk kita semua. Jika pengusaha, merayakan bulan
Januari dengan menghitung pencapaian yang mereka raih dalam setahun. Begitu pun,
dengan negara melakukan evaluasi atas kinerja pemerintahan. Dan, Rakyat cukup
merayakan kemiskinan di tepi langit.
Kedatangan bulan Januari merupakan momentum menyemai segala pencapaian.
Mengukur segala langkah yang telah ditunaikan bersama. Kini, bulan Januari akan
usai. Sejumput keresahan bersemi di hati bangsa ini. Era Pasar bebas
(Keterbukaan) telah dimulai, kebinekaan kembali terusik, ancaman krisis pangan,
dan ancaman peredaran Narkoba. Keempat peristiwa ini menentukan masa depan
bangsa ini. Peristiwa sepanjang bulan Januari akan mewarnai perjalanan
kebangsaan ke depan selama tahun 2016.
Era Pasar Bebas (Keterbukaan)
Tanggal 31 Desember 2015, pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
telah dibuka. Tahun 2016, pasar bebas (Free
Trade) telah melenggang. Ekonomi regional Asia tenggara terintegrasi ke
dalam liberalisasi di bidang ekonomi. Tentunya, di era yang baru menimbulkan
kekhawatiran di dalam masyarakat. Khususnya para pelaku pasar. Di mana, pemahaman
Masyarakat Indonesia terhadap MEA masih minim.
Kondisi yang seperti ini harus diretas secepatnya menghadapi pasar tunggal
ekonomi ASEAN. Sehingga bangsa ini menjadi tuan di rumah di rumahnya sendiri.
Indonesia harus belajar dari masa lalu. kerja sama bilateral antara Indonesia dengan
China memberlakukan pasar bebas. Indonesia kalah bersaing dengan produk China yang
berkualitas tinggi dan murah. Sehingga Indonesia hanya menjadi penonton dari
serbuan produk-produk China.
Peristiwa ini tidak boleh terulang kembali pada pasar Ekonomi ASEAN.
Walaupun, pelaksanaan MEA sebulan terakhir belum cukup terasa. Sejauh ini, Kompetisi
antara negara-negara ASEAN belum terlihat. Anggota ASEAN masih dalam tahapan
persiapan. Tetapi, perlu di waspadai karena kesiapan Indonesia baru mencapai
83% (Jawa Pos, 20/02/14).
Selain itu, kecemasan dan kekhawatiran masyarakat menghadapi MEA adalah isu
kedaulatan suatu negara dan identitas kebudayaan. persoalan-persoalan
kedaulatan dan identitas kebudayaan belum mendapatkan perhatian dari
pemerintah. Negara hanya berkutat pada persoalan yang bernilai materil dan atau
mendatangkan keuntungan bagi negara. Pada hal, persoalan kedaulatan akan
berhadapan langsung dengan masyarakat. Seperti kedaulatan pangan dan
kepemilikan badan usaha oleh pihak asing di Indonesia.
Isu kedaulatan akan bersangkut paut dengan kebebasan orang-orang asing bermukim di Indonesia. Orang asing berkedudukan
di Indonesia mempunyai kewenangan bermukim di Indonesia. Kepemilikan properti
untuk sangat terbuka. Tapi, perlu diketahui 13 juta warga Indonesia kekurangan
tempat tinggal (Kompas, 23/01/16). 13
juta warga ini akan bersaing dengan warga asing untuk mendapatkan tempat
tinggal yang layak bagi mereka. Pemerintah seharusnya peka terhadap persoalan
ini dan berpihak pada masyarakat kecil untuk memastikan nasib warga negaranya.
Persoalan ini hanya bagian terkecil dari persoalan kedaulatan. Dan harus
menjadi bahan refleksi kita bersama untuk menyongsong era keterbukaan saat ini.
Jika bicara kedaulatan maka kita akan membincangkan identitas kultural. Sebab,
Identitas kultural menyangkut tata nilai, sistem pengetahuan, dan sistem
prilaku bersama. Kesemuanya ini tidak bernilai materil yang mengikat
masyarakat. Identitas kultural masyarakat nusantara telah mengakar ribuan tahun
yang lalu berwujud kearifan lokal di setiap daerah Indonesia. Dalam masyarakat
ekonomi ASEAN, Kearifan lokal tidak lebih dari komoditas yang siap jual. Kearifan
lokal yang di kooptasi oleh pasar hanya sebagai objek wisata. Kooptasi pasar hanya
menghasilkan budaya yang homogen di masyarakat dengan menjauhkan masyarakat
dari identitas kulturalnya.
Kebinekaan kembali terusik
Kasus bom bunuh diri di kawasan Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta
(14/1/16) membawa pesan untuk negeri ini. Keragaman kembali terguncang.
Toleransi keagamaan kembali dicoreng oleh ledakan bom tersebut. Islam kembali
menyemai kecaman. Penganutnya kembali berulah “bunuh diri”. Dalangnya tiada
lain Islamic state of Irak and Syiria (ISIS).
Sebelumnya, di tahun 2015 kelompok Islam Radikal ini telah menyerang Prancis.
Sungguh ancaman terorisme menyebar di seluruh dunia. Kini, Indonesia.
Indonesia. Negeri sejuta perbedaan berada dalam bayang-bayang terorisme.
Kekalutan dan ketakutan beredar berbagai media. Isu toleransi kembali
digulirkan. Polisi dituntut untuk bekerja cekatan untuk mencegah kasus
terorisme. “Masyarakat” diinterupsikan
untuk terlibat mencegah penyebaran Islam Radikal. Sedangkan, Ustad diharapkan
untuk tidak menebarkan ayat-ayat kebencian kepada umat lain.
Sungguh negeri ini, ngeri-ngeri sedap. Kekerasan dan kekejian dibalut
dengan agama. Menyerang pihak lain atas
nama perbedaan keyakinan adalah sebuah bentuk kebenaran. Jika ditilik demikian,
maka Agama tak ubahnya dengan buah kedondong. Di luarnya terkesan lembut,
damai, dan penuh kasih. Di dalamnya ada “dendam” membara untuk menjungkalkan
pihak lain. Belum lepas di ingatan kita, di bulan Ramadhan tahun 2015 konflik
agama kembali mencuat. Kasus Tolikara Papua adalah peringatan untuk bangsa ini
untuk meneguhkan kembali kebinekaan. Selain itu, kasus inteloransi juga merebak
di internal penganut agama masing-masing. Khususnya penganut agama Islam.
Teringat pada peristiwa bulan Desember tahun 2011, terjadi penyerangan
penganut Syiah Sampang Madura. Kasus penyerangan tidak lepas dari fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Madura menfatwakan Syiah sebagai aliran sesat. Kemudian,
fatwa ini diamini oleh Menteri agama pada saat itu. Kasus ini, kembali berbaju
atas nama keyakinan untuk menyulut kekerasan dan pembantaian (Sindonews.com,
diakses 31/01/16 ). Fatwa penyesatan ini tidak boleh terulang kembali untuk
menyulut konflik sosial. Pemerintah harus belajar dari persoalan ini.
Di bulan Januari ini, tahun 2016. kasus
aliran sesat kembali mencuat. Gerakan Fajar
Nusantara (GAFATAR) menjadi terdakwa sebagai aliran sesat. Sejumlah pihak
mewanti-wanti agar tidak terjadi aksi kekerasan dan pelanggaran HAM dalam
menangani kasus GAFATAR. Kasus ini, akan menjadi pelajaran bagi semua kalangan
untuk menyikapi segala perbedaan. Pelanggaran atau penyelewengan suatu ajaran
tidak serta-merta harus diselesaikan dengan kekerasan. Akan tetapi, harus
dilakukan proses dialogis.
Sejatinya, Menyelesaikan persoalan dengan kekerasan tidak pernah
menyelesaikan persoalan. Agama tidak pernah mengajarkan hal tersebut. Sebab,
agama yang melakukan kekerasan bukanlah agama..
Ancaman Krisis Pangan
Kemarau yang panjang di sejumlah daerah Indonesia di tahun 2015. Seolah
akan terulang kembali di tahun 2016. Sejumlah daerah musim mengalami pergeseran
musim tanam akibat perubahan cuaca. Kemunduran musim tanam mengakibatkan para
petani penggarap sawah tidak mampu mengolah sawahnya. Di Nusa tenggara Timur (NTT) Lahan pertanian pada padi dan jagung
seluas 110.296 mengalami gagal panen
(Kompas, 27/01/16).
Peristiwa ini bukan hal yang biasa. Perubahan cuaca yang terjadi akan
mempengaruhi hasil panen pangan masyarakat Indonesia. Musim tanam yang biasa
terjadi di bulan November bergeser jauh di bulan Maret dan atau April. Fenomena
iklim El Nino menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan, sejumlah pihak
memperkirakan peristiwa kekeringan akan berlanjut sampai bulan Maret (Kompas,
27/01/16). Pengaruh perubahan iklim musim panen khususnya tanaman padi, akan
mengalami sekali musim panen selama setahun. Peristiwa ini akan mempengaruhi
ketersediaan pangan di tahun 2016. Kekurangan ketersediaan pangan akan
mempengaruhi jumlah harga bahan pokok di pasaran.
Terbukti, perubahan iklim akan
mempengaruhi harga pangan di pasaran. Sejumlah harga bahan pokok melonjak
hingga 70%. Bahan pokok sebagian besar dari hasil pangan seperti beras, Gula
Pasir, Minyak goreng, Cabai Merah Keriting, Cabe Merah biasa dan Bawang Merah.
Harga Bawang merah meloncat drastis dari
bulan Desember 2015, seharga Rp. 22.500 per kilogram menjadi Rp. 35.900. Hal
yang sama dialami dengan harga cabe dari kisaran Rp. 25,810 per kilogram
menjadi Rp. 39.340. Gula pasir bergerak dari harga Rp. 12. 790 per kilogram
menjadi Rp. 13. 040 per kilogram dan
Beras medium bergerak dari Harga
Rp.10.610 menjadi Rp. 10.710 per
kilogramnya (Jawa Pos, 28/01/16).
Perubahan iklim patut diwaspadai oleh semua kalangan terutama para petani.
Kegagalan panen akan mempengaruhi keberlangsungan hidup para petani. Taraf
Kehidupan petani akan berada dalam jeratan kemiskinan. Saatnya pemerintah harus
mengambil ancang-ancang untuk mengantisipasi persoalan ini. Indonesia harus
menyiapkan diri untuk menghadapi krisis pangan yang akan terjadi dan loncatan
harga bahan pokok yang semakin meninggi
Ancaman Narkoba
Peristiwa yang tidak kalah pelik di akhir ini bulan Januari ini adalah peredaran
narkoba yang kian mengancam. Indonesia seolah dikepung kedatangan pengedar
narkoba dari belahan dunia. Modus
operandi penyeludupan narkoba berubah sangat cepat dan sangat beragam. Pada
halaman pertama Kompas Jumat, 29 Januari 2016 menyediakan skema dan cara masuknya
narkoba di Indonesia. Penyelundupan narkoba dilakukan melalui darat dan laut
dari beberapa negara dai luar seperti Tiongkok, Nigeria, Pakistan, Malaysia,
Thailand, Taiwan, Iran, Afrika Selatan, dan Iran (Kompas. 29/01/2016).
Penangkapan warga negara Pakistan menyelundupkan 100 kilogram sabu-sabu. Sudah
telah menjadi ancaman serius untuk bangsa ini (Kompas. 29/01/2016). Peredaran
narkoba merupakan ancaman tersendiri bagi generasi bangsa ini. Narkoba akan
merusak generasi bangsa dan akan berdampak pada masa depan bangsa ini. Sebab,
masa depan suatu bangsa terletak pada generasi anak mudah bangsa ini.
Merangkai Peristiwa Awal Tahun
Dari catatan peristiwa yang terjadi di bulan Januari merupakan penanda awal tahun 2016.
Sejumlah peristiwa yang terjadi adalah penentu masa depan bangsa ini. Era Pasar
Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan penentu nasib bangsa Indonesia
untuk bersaing di pasar internasional. Apakah bangsa Indonesia mampu bersaing
dengan anggota ASEAN lainnya? Apakah Indonesia mampu menegakkan kedaulatan
bangsa seperti pangan, industri dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia? Tahun ini adalah tahun pengharapan bagi Indonesia untuk bangkit.
Peristiwa Bunuh diri di kawasan Thamrin Jakarta pusat adalah ujian bagi
kebinekaan bangsa ini untuk mewujudkan masyarakat damai dan sejahtera dalam
naungan Pancasila. Ini merupakan ujian bagi kemajemukan bangsa Indonesia.
Sedangkan, ancaman pangan merupakan pertaruhan keberlangsungan penghidupan
masyarakat Indonesia untuk bertahan hidup dan lepas dari jeratan kesulitan
pangan. Apakah Indonesia mampu lepas dari Impor pangan? Dan pertaruhan
selanjutnya berada pada generasi mudah bangsa ini di bawah bayang-bayang
narkoba.
Semoga bulan Januari adalah momen untuk melakukan refleksi dalam menentukan
nasib bangsa Indonesia. Bulan Januari adalah bulan penuh pengharapan dan
gerbang kebangkitan nasib bangsa setahun ke depan. Apakah bangsa ini mampu
melewati segala rintangan dari peristiwa-peristiwa yang mengancam eksistensi
bangsa Indonesia. Atau bangsa ini larut dalam masalah-masalah ini tanpa sebuah
solusi tepat. Peristiwa bulan Januari ini merupakan catatan awal tahun untuk
mengurai segala persoalan kebangsaan baik yang lalu maupun yang akan datang.