Selasa, 02 Desember 2014

RISALAH DEMONSTERASI UNTUK RAKYAT


RISALAH DEMONSTERASI UNTUK RAKYAT
 
Buta terburuk adalah buta politik,. Orang yang buta politik tak sadar bahwa biaya hidup, harga makanan, harga rumah, harga obat, semuanya bergantung pada keputusan politik. Dia membanggakan sikap politiknya, membusungkan dada dan berkoar ‘Aku Benci politik’ Sungguh  bodoh dia, yang tak mengetahui bahwa karena dia tidak mau tahu politik. Akibatnya adalah pelacuran, anak terlantar perampokan, dan terburuk korupsi dan perusahaan multinasional yang mengurus kekayaan negeri” (Bertolt Brecht adalah penyair Jerman).
 Di tengah isu kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak), pernyataan ini sangat relevan untuk direnungkan. Di mana masyarakat berlomba-lomba menghujat mahasiswa. Aksi demonstrasi yang dilakukan tidak mendapatkan hati di masyarakat. Di berbagai sosial media,  masyarakat berlomba-lomba mengatakan bahwa mahasiswa itu anarkis, mahasiswa layaknya preman. Mahasiswa merusak fasilitas umum, mahasiswa melempari polisi, mahasiswa memacetkan jalan dan menghambat laju perekonomian. Mahasiswa seolah-olah ditempatkan pada situasi yang serba salah. Mereka diliput bukan karena aspirasi yang disampaikan tapi hal-hal yang memojokkan mahasiswa. Mahasiswa saat ini dalam keadaan terpojok. Siapakah yang akan membela mahasiswa, ketika yang diperjuangkan menghujatnya?
Tahukah kita? Mahasiswa aksi demonstrasi tidak pernah menuntut balas jasa dari masyarakat, karena mereka tahu yang diperjuangkan adalah hak-hak orang tuanya. Tindakan yang mereka lakukan penuh dengan kesadaran dan konsekuensi yang akan mereka terima. Mahasiswa tidak peduli dengan dirinya, mahasiswa rela meninggalkan bangku perkuliahan karena memperjuangkan nasib rakyat, bahkan mereka terancam Drop out (DO) ketika mereka turun ke jalan. sesekali mereka bercucuran darah untuk rakyat. Namun, Mahasiswa-mahasiswa yang berada dalam barisan para demonstran sering dilabeli mahasiswa yang buruk. Mahasiswa kategori ini dianggap menyia-nyiakan waktunya, membuang-buang tenaganya. Sikap negatif kepada mahasiswa berimbas pada prospek masa depannya. Tapi mereka tidak peduli dengan semua itu. Konsekuensi yang akan mereka terima tidak menyurutkan semangat mereka untuk berkoar untuk kepentingan rakyat. Sebab, mahasiswa mendidik rakyat dengan pergerakan, mahasiswa mendidik penguasa dengan perlawanan.
Tak ayal, para barisan demonstran hanya dianggap menyusahkan karena memacetkan jalan. setelah itu, rakyat menghitung segala kerugian materi karena para mahasiswa yang demo. Sopir pete-pete menghitung kerugian bensinnya dan penumpangnya tidak kunjung sampai, mobil mewah yang tergores karena kemacetan semuanya di hitung. Padahal mereka menikmati subsidi BBM. Mereka berteriak “mahasiswa brengsek dasar preman?” tapi, mahasiswa tahu karena perjuangannya bukan untuknya tapi untuk kalian. Lontaran kata-kata terus mengalir untuk menghujat mahasiswa di setiap demonstrasinya. Seperti halnya pada aksi demonstrasi pada 2012 menolak kenaikan harga BBM, ingatkah kita!  peristiwa pada tanggal 31 April 2012 pada saat itu presiden SBY menyatakan akan menaikkan harga BBM pada 1 Mei secara serentak seluruh pelosok negeri. Tapi,  sampai pada tanggal 13 Juni 2013 BBM belum dinaikkan. Pembatalan kenaikan harga BBM ini tidak lain hanya karena barisan para demonstran.
Tapi siapakah menikmati itu? Tentunya rakyat dari berbagai elemen mulai dari pejabat sampai lapisan masyarakat terbawah. Mulai dari yang menghujat sampai menyanjung barisan para demonstran. Adakah kesyukuran dari rakyat! Adakah pujian dari rakyat! Tentunya tidak. Tapi mereka tahu bahwa segala yang menyangkut kehidupannya bergantung kepada keputusan politik termasuk kenaikan BBM. Kenaikan harga BBM bukan karena secara alami dengan keterbatasan pasokan BBM. Tapi, kenaikan harga BBM karena Keputusan politik dan kehendak pasar global. Efeknya memiskinkan masyarakat. masyarakat harus sadar bahwa nasibnya hanya bergantung pada keputusan politik sebagaimana diungkapkan oleh penyair Jerman Bertolt Brecht di atas.
Kini barisan para demonstran turun lagi dengan perlakuan yang sama dan perjuangan yang sama. Perjuangan mereka terus bergulir, mereka bercucuran keringat sesekali berkeringat darah. Tapi siapa peduli kepada mereka! Walaupun, wakil Presiden Yusuf Kalla menganggap bahwa itu hanya Style mahasiswa Makassar. Ketika dianggap style, lantas harus diabaikan. Kemudian menginstruksikan regulasi untuk menyingkirkan mahasiswa dari bangku perkuliahan. Perlakuan seolah ini tidak adil bagi para barisan demonstran. 
Tapi, ingatlah kawan sebuah peradaban terlahir karena pengorbanan. Bukankah peradaban besar terlahir dari kucuran keringat dan darah melawan para tiran. Peradaban tidak pernah tercipta duduk manis di banku perkuliahan dan berdandang di depan kaca. Zaman pencerahan Eropa terlahir dari kepala-kepala ilmuwan yang terpenggal. Para ilmuwan ini adalah orang yang dihujat oleh zamannya. Seperti mahasiswa. Teruslah bergerak menyuarakan keadilan. Sebab kami menolak lupa, seperti di utarakan Milan Kundera perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa. Teruslah bergerak karena kalian tidak buta politik, karena aksi demonstrasi bukanlah Style. Teruslah menggugat janji politik yang mereka lontarkan sebelum duduk di kursi kekuasaan. Para penguasa telah lupa pada janji untuk merealisasikan amana undang-undang dasar 1945.[*]
Oleh : Sampean