Selasa, 10 Juni 2014

Undang-Undang Dasar Kandas di Masyarakat Kecil

Pada Bab 10 Pasal 28 tentang Kemerdekaan Berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan Lisan dan tulisan dan dengan sebagainya ditetapkan dalam Undang-undang. Ini salasatuh amanah dalam undang-undang dasar dalam kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia. Dari landasan yudisial ini warga negara menyampaikan aspirasi di berbagai Media seperti cetak dan elektronik untuk mengekspresikan ide-idenya. Sehingga dalam Pembentukan Opini publik dalam konteks kenegaraan sangat di tentukan oleh Posisi media. Akan tetapi, seiring dengan Perkembangan teknologi pembentukan opini Publik sangat di tentukan oleh Media online. Sebab dalam Media Online kebebasan dalam menyatakan pendapat dan berekspresi sangat terbuka lebar untuk menuangkan gagasan dan ide-idenya bahkan Media Online menjadi sebuah tempat curhat bagi Orang yang galau. Selain itu, Media online lebih mudah di akses dan lebih efisien.
Peranan yang paling menentukan dalam pengimplementasian dalam undang-undang dasar di pegang oleh media terkhusus pada media cetak dan elektronik. Akan tetapi, dalam pengimplementasian undang-undang dasar tersebut cenderung bersifat diskriminatif sebab dalam pembentukan opini publik yang menjadi sorotan utama adalah kaum Elit. Bisa dilihat dalam pembentukan opini publik dalam media cetak Indonesia saat ini hanya memberikan seputar masalah Korupsi, Partai Politik. Aktor utama dalam pemberitaan ini hanyalah kepentingan elit yang di mainkan. Sehingga berita yang di sampaikan kurang berimbang karena kurangnya sorotan media terhadap masalah sosial yang di hadapi oleh masyarakat kecil.
Ketimpangan ini memicu terjadinya sebuah problem baru dalam mengekspresikan gagasan masyarakat tersebut. Sehingga dengan kondisi yang seperti ini kurangnya ruang dalam media Cetak dan elektronik untuk Berekspresi. Masyarakat cenderung memamfaatkan ruang alternatif seperti media Online, atau aksi demonstrasi dan lain sebagainya. Akan tetapi, sebenarnya  media cetak dan elektronik memberikan ruang kepada pembaca atau khalayak umum terhadap pemberitaannya namun, masyarakat cenderung merasa minder karena takut di jerat hukum karena kritikan di sampaikan sering dianggap sebagai bentuk penghinaan atau celaan terhadap orang yang di kritik tersebut. ruang-ruang tersebut dalam media cetak dan elektronik yang  di kenal dengan rubrik “Surat pembaca”. Ruang ini merupakan sebuah penyambung lidah masyarakat untuk menyampaikan isi hatinya apa yang di rasakan. Ketakutan terkadang terobati ketika berada pada dunia maya atau media online karena masyarakat cenderung mendapatkan sebuah kebebasan untuk berkeluh kesah dalam dunia maya tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun. Akan tetapi, kebebasan ini cenderung tersandung hukum karena ancaman penghinaan terhadap sasaran kritiknya terutama untuk kalangan elit. 
Kasus ini bisa kita lihat pada pemberitaan media cetak Kompas Pada hari Rabu, 6 Februari 2013 tentang kasus penulis surat Pembaca kepada dua media cetak yang berisi pertanyaan status Tanah ruko ITC Mangga dua yang di beli dari duta Pertiwi. Berdasarkan pertanyaan tersebut terhadap ITC Mangga dua membuat saudara Khoe Seng Seng terjerat hukum tentang pencemaran nama baik dan mendapatkan denda 1 milyar rupiah. Kasus yang lain yang menjerat salasatu guru bernama Budiman di Kabupaten Pangkep memberikan komentar terhadap bupati Pangkep Syamsuddin A. Hamid  di media online facebook. Kasus ini membuatnya mendekam di penjara. Budiman di dakwa pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman maksima 6 tahun penjara atau denda Rp1 miliar.
Kedua kasus ini  memberikan efek psikologi terhadap masayarakat untuk melakukan kritikan atau saran kepada insatansi-instansi pemerintah, perusahaan korporasi dan lembaga tertentu. Efek psikologi ini memicu terjadi ketakutan dalam masyarakat berdasarkan amanah undang-undang dasar di atas.  Sehingga wacana di kuasai oleh masyarakat elit untuk kepentingannya. Ketika ini terjadi orde baru telah kembali. Berdasarkan kedua kasus ini kebebasan berekspresi masyarakat terancam oleh stabilitas elit dalam ruang-ruang media tersebut. sehingga dalam ruang-ruang demokrasi atau amanah dari Undang-undang perlu di pertanyakan. Kebebasan itu milik siapa elit atau Masyarakat kecil. {Sampean}

0 komentar: