Pada Bab 10 Pasal 28 tentang Kemerdekaan Berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan Lisan dan tulisan dan dengan sebagainya ditetapkan
dalam Undang-undang. Ini salasatuh amanah dalam undang-undang dasar dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia. Dari landasan yudisial ini
warga negara menyampaikan aspirasi di berbagai Media seperti cetak dan
elektronik untuk mengekspresikan ide-idenya. Sehingga dalam Pembentukan Opini
publik dalam konteks kenegaraan sangat di tentukan oleh Posisi media. Akan
tetapi, seiring dengan Perkembangan teknologi pembentukan opini Publik sangat
di tentukan oleh Media online. Sebab dalam Media Online kebebasan dalam
menyatakan pendapat dan berekspresi sangat terbuka lebar untuk menuangkan
gagasan dan ide-idenya bahkan Media Online menjadi sebuah tempat curhat bagi
Orang yang galau. Selain itu, Media online lebih mudah di akses dan lebih
efisien.
Peranan yang paling menentukan dalam pengimplementasian dalam
undang-undang dasar di pegang oleh media terkhusus pada media cetak dan
elektronik. Akan tetapi, dalam pengimplementasian undang-undang dasar tersebut
cenderung bersifat diskriminatif sebab dalam pembentukan opini publik yang
menjadi sorotan utama adalah kaum Elit. Bisa dilihat dalam pembentukan opini
publik dalam media cetak Indonesia saat ini hanya memberikan seputar masalah
Korupsi, Partai Politik. Aktor utama dalam pemberitaan ini hanyalah kepentingan
elit yang di mainkan. Sehingga berita yang di sampaikan kurang berimbang karena
kurangnya sorotan media terhadap masalah sosial yang di hadapi oleh masyarakat
kecil.
Ketimpangan ini memicu terjadinya sebuah problem baru dalam mengekspresikan
gagasan masyarakat tersebut. Sehingga dengan kondisi yang seperti ini kurangnya
ruang dalam media Cetak dan elektronik untuk Berekspresi. Masyarakat cenderung
memamfaatkan ruang alternatif seperti media Online, atau aksi demonstrasi dan
lain sebagainya. Akan tetapi, sebenarnya
media cetak dan elektronik memberikan ruang kepada pembaca atau khalayak
umum terhadap pemberitaannya namun, masyarakat cenderung merasa minder karena
takut di jerat hukum karena kritikan di sampaikan sering dianggap sebagai
bentuk penghinaan atau celaan terhadap orang yang di kritik tersebut.
ruang-ruang tersebut dalam media cetak dan elektronik yang di kenal dengan rubrik “Surat pembaca”. Ruang
ini merupakan sebuah penyambung lidah masyarakat untuk menyampaikan isi hatinya
apa yang di rasakan. Ketakutan terkadang terobati ketika berada pada dunia maya
atau media online karena masyarakat cenderung mendapatkan sebuah kebebasan
untuk berkeluh kesah dalam dunia maya tidak mendapatkan tekanan dari pihak
manapun. Akan tetapi, kebebasan ini cenderung tersandung hukum karena ancaman
penghinaan terhadap sasaran kritiknya terutama untuk kalangan elit.
Kasus ini bisa kita lihat pada pemberitaan media cetak Kompas Pada
hari Rabu, 6 Februari 2013 tentang kasus penulis surat Pembaca kepada dua media
cetak yang berisi pertanyaan status Tanah ruko ITC Mangga dua yang di beli dari
duta Pertiwi. Berdasarkan pertanyaan tersebut terhadap ITC Mangga dua membuat
saudara Khoe Seng Seng terjerat hukum tentang pencemaran nama baik dan
mendapatkan denda 1 milyar rupiah. Kasus yang lain yang menjerat salasatu guru
bernama Budiman di Kabupaten Pangkep
memberikan komentar terhadap bupati Pangkep Syamsuddin A. Hamid di media
online facebook. Kasus ini membuatnya mendekam di penjara. Budiman di dakwa
pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan
ancaman hukuman maksima 6 tahun penjara atau denda Rp1 miliar.
Kedua kasus ini memberikan
efek psikologi terhadap masayarakat untuk melakukan kritikan atau saran kepada
insatansi-instansi pemerintah, perusahaan korporasi dan lembaga tertentu. Efek
psikologi ini memicu terjadi ketakutan dalam masyarakat berdasarkan amanah
undang-undang dasar di atas. Sehingga
wacana di kuasai oleh masyarakat elit untuk kepentingannya. Ketika ini terjadi
orde baru telah kembali. Berdasarkan kedua kasus ini kebebasan berekspresi
masyarakat terancam oleh stabilitas elit dalam ruang-ruang media tersebut.
sehingga dalam ruang-ruang demokrasi atau amanah dari Undang-undang perlu di
pertanyakan. Kebebasan itu milik siapa elit atau Masyarakat kecil. {Sampean}
0 komentar:
Posting Komentar