Selasa, 10 Juni 2014

Pesan Sang Filsuf

Secarik Kalimat dalam Pesan
Oleh:  Sampean
Napas ini meruak tak terarah mendapatkan pesan yang tak biasa, nyeleneh tapi membuat orang penasaran. Kata itu tidak normatik tapi kenyataannya sering di lakukan oleh orang. Sebuah kalimat menyimpulkan arti dan makna, kata itu hanya sebuah kata menyiratkan makna tabuh dalam prinsip moral apalagi dalam suatu kehidupan keagamaan. Pesan itu menyiratkan ajakan yang tak biasa, Selama ini aku hanya mendengar kata-kata itu hanya sepenggal dan bahan candaan. Hari itu, sepucuk surat masuk dalam ponsel sederhana sebaris kalimat Lazim yang tak lazim dalam diriku. Saat itu, pikiran mulai mengembara dalam dunia romantika pikiran mentautkan segala prasangka, menggelayutkan dengan keinginan. Menyederhanakan dengan Penasaran, menghubungkan dengan peristiwa ala konspirasi. Tapi, Rasio mengelabui semua itu, dengan memencet tombol memanggil untuk memastikan apa maksud pesanmu...tapi Suara TUK..TUK  mengakhiri semuanya.
Tapi, pesan kedua Nyusul dengan permohonan maaf untuk memastikan maksudnya, kalimat itu berhenti untuk tertafsir seperti Matinya teorinya Roland Barthes Matinya Pengarang. Sekarang menghidupkan kembali pengarang yang di kubur oleh Roland Barthes. Lupakan teori ini, saya kembali dengan bernostalgia dengan pesan itu, menyeruakkan libido ala Sigmeun Freud. Mengakses khalayan dan fantasi. Ahhh...lagi-lagi masuk Prototipe Penjara pikiran sang maestro. Lari...lari dari sana...ayo lepas dari pikirannya.
Pesan dan pesan saling berbalas, untuk mengungkapkan maksud, menyampaikan masing-masing kehendak, belum sampai pada tujuan yang sebenarnya sebuah rekomendasi nomor pemandu untuk sampai pada sang Putri. Pesanku terakhir untuk mengakhiri segala komunikasi *808*08XXX# menjadi andalan. Sebuah Pesan lagi masuk aku tak bisa menelpon! Tapi kalau mau ketemu denganku hubungi saja pemanduku. Kata Sang Putri. Semuanya berhenti di situ.
**
Putri adalah kiasan sang bidadari di puja oleh banyak orang, Sang Pengeran Berlomba  untuk menikahinya. Bahkan untuk mendapatknya, di lakukan sayembara untuk mendapatkan hati sang Putri, pangeran yang terbaiklah yang bisa mendapatkan sang Putri. Putriku tidak seperti itu, tapi Putriku Prematur. Pesan terakhir di ponselku membuat ku penasaran dengan Dia, membayangkan di mahligai ranjang pengantin.
Aku...aku ingin mendekap dalam bayang-bayang tubuhmu, bergulat antara kenyataan dan fakta, mencibir kebenaran yang telah tersingkap, mengelak untuk sementara waktu dengan kebiasaan akal budi, menyerah dengan nafsu mematikan malaikat, menghidupkan jin. Sebuah aforisme mengelak dari kesalahan menyalahkan mahluk metafisika. Sayatan-sayatan kebimbangan, mengharuskan menyalurkan hasrat di tengah nada-nada keindahan dan kenikmatan. Kacamataku menjadi burang, terhalang oleh kabut-kabut tipis, nafsu telah berkuasa..tapi  ini bukan politik cess berbicara kuasa dan menguasai tapi ini persoalan esensi kemanusiaan.
Sebuah realita yang lain hadir dalam diriku, ketika di luar diriku mulai bicara tentang aku, hidupmu bukan drama, hidupmu bukan sinetron, hidupmu bukan di TV. Ketika realita hanya dalam bayang-bayang visual, tergambar dalam dunia maya, realita itu ada tapi tak nyata, dan realita itu akan berhenti, menembus dimensi yang lain. ah......aku bingun apa yang di maksud di luar diriku, kau tak paham juga yah! Kau hanya pintar berfantasi, tanpa bisa menghikmat pelajaranmu, kau dosa dengan ku yang telah melupan ku sementara aku adalah dunia mu. Aku dan kamu yang selama ini adalah berjalan bersama, tak ada ruang dan waktu memisahkan kita tapi berjarak. Aku belum tersedar olehmu aku masih bergumal dengan nyanyian luar sana yang menawarkan surga, hakikat tertinggi sementara waktu untuk perjumpaan.
Aku hanya meminta dalam dirimu, untuk mengingatku walau sekejap, kenapa kau terdiam, kenapa kau berguman..apa kamu telah tersadar, cobalah engkau berpikir? Sadari dirimu, sadari bahwa aku realitasmu. Maaf Aku belum bisa mengenalmu! Menjaulah! “kataku”
tak terasa dua hari telah berlalu, ternyata waktu hanya siang dan malam yang di hitung gerak detik per detik, menit per menit, jam per jam, hingga sampai pada satu hari betulkah itu waktu, atau apakah waktu itu bergerak, atau geraknya itu hanya putaran bumi tapi kok matahari tak pernah berhenti bersinar apakah juga berlaku di ruang hampa atau di luar bumi ini. Lagi-lagi nyeleneh dasar pikiran, aku kayak orang gila bicara dengan sendiri, Doss..Doss...Doss nyeleneh lagi, aku mau bicara tentang secarik Pesan dua hari yang lalu, ehh terlupakan.
***
Aku sibuk hari ini, menyusung kerangka-kerangka sampah perpindahan kost, semua orang menertawaiku melihat isi mobil kayak sampah. Tapi, berbekal itu, aku ingin membangun sebuah peradaban di kamar baru ini. Entahlah! Apa yang mesti terjadi?
Di selah-selah kesibukan, aku menyisipkan waktu untuk mengirim pesan singkat, iseng-iseng untuk menyapanya “Hei lagi ngapain!” aku tak berharap untuk di balas, ini hanya menautkan sebuah kosakata dalam kamus tentang “Harapan” untuk di sapa juga. Sejam kemudian tak ada balasan. Tepat pada pukul 3.30 balasannya datang juga “iyah, Cuma lagi santai-santai aja dirumah. Kenapa!” sebuah nada menyiratkan makna, terhadap intrepretasi tunggal. Aku hanya ingin mengenalmu dan boleh ngga aku jalan-jalan ke rumahmu!. Pesan ini hanya menyiratkan menyalurkan sikap jailku lagi muncul, berselan kemudian balasanya untuk menemuiku, kamu harus melewati beberapa pintu untuk sampai kepada saya sekaligus kamu harus ketemu dengan pemandu ku! Aku mencari seribu alasan ketemu langsung dengannya, masih tetap pada pada pendiriannya, pesan terus bergulir dengan racung gombalan akhirnya terbuka juga ruang untukku bisa ketemu langsung dengan Dia.
Aku di berikan ruang, aku di berikan kesempatan untuk ketemu langsung dengannya, Dia mulai memintah waktu dan tempat untuk bertemu, ternyata orang serius ingin ketemu denganku, aku baru tersadar bahwa aku terlalu jauh mengikuti hasrat untuk ketemu dengan orang ini. Dia Coba menunjukkan tempatnya Di Hotel Q, aku terjebak dengan Permainanku sendiri, aku mulai menyadari diriku, identitasku yang ku sandang sekarang. Aku Bukan mahasiswa pada Lasimnya tapi aku bukan juga mahasiswa yang tak lasim. Tapi, aku adalah penghujat kebenaran sekaligus pembenci kesalahan.
Aku mencoba jujur lewat pesan-pesanku, bahwa aku ingin mengenal Mu bukan karena aku ingin bergumal dengan mu tapi aku hanya mengenal dan berteman denganmu. sebab antara aku dan kamu memiliku ruang yang berbeda. Sebab, aku hanya  mendengar dongen tentang dunia Mu, bahwa dunia sana ada kehidupan putri-putri kesepian menanti sang pangeran untuk menjemputnya. Sekarang aku tak penasaran terhadap dunia ini, aku telah mengetahui bahwa di luar sana ada kehidupan seperti itu. Aku hanya mengucapkan permohonan maafku atas ketaksanggupanku untuk mempersuntingn Mu dan sebuah ucapan terimakasih telah memperkenalkan dunia dalam dongenku yang telah nyata.
Walaupun demikian, Kehidupan baru ini aku tak bisa menghinggapinya, bagiku aku bukan lagi Ababil (Anak baru gede Labil) kata sang pujangga (Darwin dalam buku Pesan mama untuk kematian) tapi aku ini adalah (ANJAS) Anak Jalanan Stabil. Sebab, kata Jalaluddin Rahmat hidup ini Pilihan, selain itu, Ali syariati mempertegas apakah kamu akan bergumal terhadap realitasmu sekarang atau keluar dari sana. Inilah dunia ku, apakah di luar dari ku atau dari dalam diriku. Itulah aku
****
Jejak-jejak ini hampir di rusak oleh sedenting nostalgia fantasi kulminisme. Fantasi yang menyiratkan kesenangan sesaat, untuk merusak Peradabanku yang telah ku bangun dengan sehasta. Aku ini memang banal selalu ingin mengenal dunia yang sementara. Padahal aku memiliki duniaku, Terimah kasih masa lalu, aku seperti sekarang ini. Lari dan lari untuk bisa lepas dari itu, sonsong masa depan, gulirkan perjuangan, mulai cerita dengan sebuah catatan secarik kalimat dari pesan. Buat untaian kata dengan tatanam yang rapuh peradaban kalimat, menyusun kerangka peradaban teks, merobek-robek tatanam yang baku. Menjelaskannya dengan Vulgar......Ketika API di hidupkan  muncullah penanda Asap, untuk di padamkan, setiap langkah ada konsekuensi, berani berbuat, berani mengambil risiko. Inilah Perbuatanku...akan ku jalani sebagaimana mestinya..bahwa inilah duniaku..yang Ku sandang identitasku....Aku pendidik

0 komentar: