Secarik Kalimat dalam Pesan
Oleh: Sampean
Napas ini meruak tak
terarah mendapatkan pesan yang tak biasa, nyeleneh tapi membuat orang
penasaran. Kata itu tidak normatik tapi kenyataannya sering di lakukan oleh orang.
Sebuah kalimat menyimpulkan arti dan makna, kata itu hanya sebuah kata
menyiratkan makna tabuh dalam prinsip moral apalagi dalam suatu kehidupan
keagamaan. Pesan itu menyiratkan ajakan yang tak biasa, Selama ini aku hanya
mendengar kata-kata itu hanya sepenggal dan bahan candaan. Hari itu, sepucuk
surat masuk dalam ponsel sederhana sebaris kalimat Lazim yang tak lazim dalam
diriku. Saat itu, pikiran mulai mengembara dalam dunia romantika pikiran
mentautkan segala prasangka, menggelayutkan dengan keinginan. Menyederhanakan
dengan Penasaran, menghubungkan dengan peristiwa ala konspirasi. Tapi, Rasio
mengelabui semua itu, dengan memencet tombol memanggil untuk memastikan apa
maksud pesanmu...tapi Suara TUK..TUK
mengakhiri semuanya.
Tapi, pesan kedua
Nyusul dengan permohonan maaf untuk memastikan maksudnya, kalimat itu berhenti
untuk tertafsir seperti Matinya teorinya Roland Barthes Matinya Pengarang.
Sekarang menghidupkan kembali pengarang yang di kubur oleh Roland Barthes.
Lupakan teori ini, saya kembali dengan bernostalgia dengan pesan itu, menyeruakkan
libido ala Sigmeun Freud. Mengakses khalayan dan fantasi. Ahhh...lagi-lagi
masuk Prototipe Penjara pikiran sang maestro. Lari...lari dari sana...ayo lepas
dari pikirannya.
Pesan dan pesan saling
berbalas, untuk mengungkapkan maksud, menyampaikan masing-masing kehendak,
belum sampai pada tujuan yang sebenarnya sebuah rekomendasi nomor pemandu untuk
sampai pada sang Putri. Pesanku terakhir untuk mengakhiri segala komunikasi
*808*08XXX# menjadi andalan. Sebuah Pesan lagi masuk aku tak bisa menelpon! Tapi
kalau mau ketemu denganku hubungi saja pemanduku. Kata Sang Putri. Semuanya
berhenti di situ.
**
Putri adalah kiasan
sang bidadari di puja oleh banyak orang, Sang Pengeran Berlomba untuk menikahinya. Bahkan untuk mendapatknya,
di lakukan sayembara untuk mendapatkan hati sang Putri, pangeran yang terbaiklah
yang bisa mendapatkan sang Putri. Putriku tidak seperti itu, tapi Putriku Prematur.
Pesan terakhir di ponselku membuat ku penasaran dengan Dia, membayangkan di mahligai
ranjang pengantin.
Aku...aku ingin
mendekap dalam bayang-bayang tubuhmu, bergulat antara kenyataan dan fakta,
mencibir kebenaran yang telah tersingkap, mengelak untuk sementara waktu dengan
kebiasaan akal budi, menyerah dengan nafsu mematikan malaikat, menghidupkan
jin. Sebuah aforisme mengelak dari kesalahan menyalahkan mahluk metafisika.
Sayatan-sayatan kebimbangan, mengharuskan menyalurkan hasrat di tengah
nada-nada keindahan dan kenikmatan. Kacamataku menjadi burang, terhalang oleh
kabut-kabut tipis, nafsu telah berkuasa..tapi
ini bukan politik cess
berbicara kuasa dan menguasai tapi ini persoalan esensi kemanusiaan.
Sebuah realita yang
lain hadir dalam diriku, ketika di luar diriku mulai bicara tentang aku,
hidupmu bukan drama, hidupmu bukan sinetron, hidupmu bukan di TV. Ketika
realita hanya dalam bayang-bayang visual, tergambar dalam dunia maya, realita
itu ada tapi tak nyata, dan realita itu akan berhenti, menembus dimensi yang
lain. ah......aku bingun apa yang di maksud di luar diriku, kau tak paham juga
yah! Kau hanya pintar berfantasi, tanpa bisa menghikmat pelajaranmu, kau dosa
dengan ku yang telah melupan ku sementara aku adalah dunia mu. Aku dan kamu
yang selama ini adalah berjalan bersama, tak ada ruang dan waktu memisahkan
kita tapi berjarak. Aku belum tersedar olehmu aku masih bergumal dengan
nyanyian luar sana yang menawarkan surga, hakikat tertinggi sementara waktu untuk
perjumpaan.
Aku hanya meminta
dalam dirimu, untuk mengingatku walau sekejap, kenapa kau terdiam, kenapa kau
berguman..apa kamu telah tersadar, cobalah engkau berpikir? Sadari dirimu,
sadari bahwa aku realitasmu. Maaf Aku belum bisa mengenalmu! Menjaulah!
“kataku”
tak terasa dua hari
telah berlalu, ternyata waktu hanya siang dan malam yang di hitung gerak detik
per detik, menit per menit, jam per jam, hingga sampai pada satu hari betulkah
itu waktu, atau apakah waktu itu bergerak, atau geraknya itu hanya putaran bumi
tapi kok matahari tak pernah berhenti bersinar apakah juga berlaku di ruang
hampa atau di luar bumi ini. Lagi-lagi nyeleneh dasar pikiran, aku kayak orang
gila bicara dengan sendiri, Doss..Doss...Doss nyeleneh lagi, aku mau bicara
tentang secarik Pesan dua hari yang lalu, ehh terlupakan.
***
Aku sibuk hari ini,
menyusung kerangka-kerangka sampah perpindahan kost, semua orang menertawaiku
melihat isi mobil kayak sampah. Tapi, berbekal itu, aku ingin membangun sebuah
peradaban di kamar baru ini. Entahlah! Apa yang mesti terjadi?
Di selah-selah kesibukan,
aku menyisipkan waktu untuk mengirim pesan singkat, iseng-iseng untuk
menyapanya “Hei lagi ngapain!” aku tak berharap untuk di balas, ini hanya
menautkan sebuah kosakata dalam kamus tentang “Harapan” untuk di sapa juga.
Sejam kemudian tak ada balasan. Tepat pada pukul 3.30 balasannya datang juga
“iyah, Cuma lagi santai-santai aja dirumah. Kenapa!” sebuah nada menyiratkan
makna, terhadap intrepretasi tunggal. Aku hanya ingin mengenalmu dan boleh ngga
aku jalan-jalan ke rumahmu!. Pesan ini hanya menyiratkan menyalurkan sikap
jailku lagi muncul, berselan kemudian balasanya untuk menemuiku, kamu harus
melewati beberapa pintu untuk sampai kepada saya sekaligus kamu harus ketemu
dengan pemandu ku! Aku mencari seribu alasan ketemu langsung dengannya, masih
tetap pada pada pendiriannya, pesan terus bergulir dengan racung gombalan
akhirnya terbuka juga ruang untukku bisa ketemu langsung dengan Dia.
Aku di berikan ruang,
aku di berikan kesempatan untuk ketemu langsung dengannya, Dia mulai memintah
waktu dan tempat untuk bertemu, ternyata orang serius ingin ketemu denganku,
aku baru tersadar bahwa aku terlalu jauh mengikuti hasrat untuk ketemu dengan
orang ini. Dia Coba menunjukkan tempatnya Di Hotel Q, aku terjebak dengan
Permainanku sendiri, aku mulai menyadari diriku, identitasku yang ku sandang
sekarang. Aku Bukan mahasiswa pada Lasimnya tapi aku bukan juga mahasiswa yang
tak lasim. Tapi, aku adalah penghujat kebenaran sekaligus pembenci kesalahan.
Aku mencoba jujur lewat
pesan-pesanku, bahwa aku ingin mengenal Mu bukan karena aku ingin bergumal
dengan mu tapi aku hanya mengenal dan berteman denganmu. sebab antara aku dan
kamu memiliku ruang yang berbeda. Sebab, aku hanya mendengar dongen tentang dunia Mu, bahwa
dunia sana ada kehidupan putri-putri kesepian menanti sang pangeran untuk
menjemputnya. Sekarang aku tak penasaran terhadap dunia ini, aku telah
mengetahui bahwa di luar sana ada kehidupan seperti itu. Aku hanya mengucapkan
permohonan maafku atas ketaksanggupanku untuk mempersuntingn Mu dan sebuah
ucapan terimakasih telah memperkenalkan dunia dalam dongenku yang telah nyata.
Walaupun demikian,
Kehidupan baru ini aku tak bisa menghinggapinya, bagiku aku bukan lagi Ababil
(Anak baru gede Labil) kata sang pujangga (Darwin dalam buku Pesan mama untuk
kematian) tapi aku ini adalah (ANJAS) Anak Jalanan Stabil. Sebab, kata
Jalaluddin Rahmat hidup ini Pilihan, selain itu, Ali syariati mempertegas
apakah kamu akan bergumal terhadap realitasmu sekarang atau keluar dari sana.
Inilah dunia ku, apakah di luar dari ku atau dari dalam diriku. Itulah aku
****
Jejak-jejak ini hampir
di rusak oleh sedenting nostalgia fantasi kulminisme. Fantasi yang menyiratkan
kesenangan sesaat, untuk merusak Peradabanku yang telah ku bangun dengan
sehasta. Aku ini memang banal selalu ingin mengenal dunia yang sementara. Padahal
aku memiliki duniaku, Terimah kasih masa lalu, aku seperti sekarang ini. Lari
dan lari untuk bisa lepas dari itu, sonsong masa depan, gulirkan perjuangan,
mulai cerita dengan sebuah catatan secarik kalimat dari pesan. Buat untaian
kata dengan tatanam yang rapuh peradaban kalimat, menyusun kerangka peradaban
teks, merobek-robek tatanam yang baku. Menjelaskannya dengan Vulgar......Ketika
API di hidupkan muncullah penanda Asap,
untuk di padamkan, setiap langkah ada konsekuensi, berani berbuat, berani
mengambil risiko. Inilah Perbuatanku...akan ku jalani sebagaimana
mestinya..bahwa inilah duniaku..yang Ku sandang identitasku....Aku pendidik
0 komentar:
Posting Komentar