Senin, 04 Mei 2015

Cinta, Tuhan, dan Perempuan

Aku berharap ada sosok menadah cinta sedang terjatuh dan menyelinap sebagai embun menghapus debu di ujung daun. Sebab, cinta terlalu sederhana untuk diungkapkan dengan kata apalagi dengan rintihan. Cinta tak butuh pendedah yang jelimet. Cinta hanya butuh tatapan mata dan rintihan tetesan hujan menghapus debu di wajahku. Biarkan cinta menubuh dan menebar kesejukan di saat kesunyian menerpa.
Jika kamu butuh pengakuan cinta dari ku, kamu tak perlu resah karena aku dari dulu mengakuimu sebagai kekasih. Cuma, kamu saja sulit memahaminya. Sekiranya cinta yang menggebu dalam jiwa turut menghasut untuk tak memilikimu. ku harap kamu paham yang aku rasakan. Andai kamu butuh pengakuan, ku harap kamu mengakui cinta yang ku beri. Cara ku mencintai mu mungkin tak lazim.
Bagaimana lagi, aku tak ingin memikatmu sekadar pengakuan dan mengikatmu dengan cincin. Bagi ku cinta yang seperti itu hanya memenjarakan. Kamu akan bersangkar emas beralaskan harapan palsu. Hingga pada akhirnya kamu terjatuh dan menetaskan air mata dan Kamu akan mengatakan "aku menyesal mencintai mu, kamu tak ubahnya dengan lelaki bejat sama dengan lelaki lain pada umumnya dan kamu tak menghargai perasaan perempuan". Sesungguhnya perkataan itu aku hindari. Bukannya aku menghindar dengan ketukan cinta mu. Tapi, itulah cara ku mencintai mu, aku menjaga mu dari pesakitan karena aku takut menyakitimu. Jika, aku menyakitimu sama halnya aku menyakiti rahim yang telah melahirkanku. Tapi, ku harap kamu tak mengacukanku, bagaimanapun aku akan datang menyambut mu sebagai teman hidup. Karena terlalu naif ketika aku harus menyebut mu sebagai kekasih. Sesungguh yang pantas menjadi kekasih manusia hanyalah Tuhan.
Mungkin kamu paham persoalan itu, ku tahu kamu adalah orang yang taat terhadap agamamu. Sementara, aku merajuk asa mengakui kesempurnaan agamaku. Aku berusaha meneguhkan keyakinan itu di balik kegelisahan yang selalu bertaluh. Kamu mungkin tidak pernah dihinggapi dengan keraguan sebagaimana aku meragukan Tuhanku.
Ketika kita bersama, kamu begitu zuhu menjalankan ritual agama mu. Terkadang aku iri dengan mu. Aku mengakui mencintai Tuhan ku, sementara aku sering lupa memanjatkan doa kepadanya. Mungkin Tuhan ku terlalu absurd bagi ku. bisa saja kamu beranggapan sama denganku. Sebab, Tuhanku tak pernah tersalib dan merasakan penderitaan manusia. Karena Tuhanku tak sekalipun di lahirkan, apa lagi berwujud manusia dan patung. Mungkin karena itu, Tuhanku menciptakan pertumpahan darah di antara pemeluk agamaku karena Tuhanku tidak pernah merasakan sakit dan terluka akibat sobekan luka pedang dan peluru.
Bisa saja, Tuhan ku tidak mengenal senjata mesin karena dia tidak pernah terlahir di zaman manapun. Sementara, zaman ini teknologi semakin aneh bahkan dia menandingi kekuatan Tuhan. Sekali letup, ribuan nyawa meregang sebagaimana di peragakan di Palestina, Nepal, suriah, Irak dan negeri-negeri muslim. Ahh.... Aku yakin Tuhan ku tak pernah menghendakinya. Sebab, Tuhanku sangat pemurah karena tak pernah pilih kasih kepada setiap hambanya. Walaupun, Hambanya berlomba-lomba menghujatnya tapi DIA selalu bermurah hati menghamparkan reseki kepada hambanya. Mungkin itu perbedaan Tuhan kita dari kasat mata dan pengetahuan kita terhadap Tuhan ku, Tuhan mu dan tuhan Kita. Maaf, aku sedikit rasis dengan membeda-bedakan wujud Tuhan dan membatasinya dengan frase-frase bahasa. Namun, itulah kenyataan manusia menyederhanakam-Nya ke dalam wujud bahasa dan dikonstruksi melalui pikiran manusia.
Sebenarnya aku menolak untuk menjelaskan-Nya dengan kata apalagi dengan kalimat. Karena ku yakin Tuhan hanya ada satu. Tuhanku dan Tuhan musama, cuma orang-orang saja yang membedakannya. Ku harap kamu mengakui bahwa kita satu keyakinan. Walau kita berbeda pandangan dunia. Kuharap cintaku berlabuh di pelabuhan yang tepat. Pengakuan cinta ku terhadap mu adalah peluh merajuk asa mencibir ketunggalan cinta. Ini cukup membahasakannya, kuharap kamu sudah paham perasaan ini. kamu tak perlu menggugat lagi. Nestapa yang kurasakan sudah cukup menyiksa, kini ku butuhkan belaianmu di saat sunyi. Sudah cukup bisikan hati menjadi musuh, luka yang nenar menyiksaku karena cinta yang mendua. Perasaan ini mengganggu ketenangan jiwa yang menghamba pada Tuhan.
**
Mata kita sering beradu, tatapan mu meresap ke dalam jiwa, menyimak rahasia belum terungkap. Rasa penasaran menjadi bayang-bayang kesepian, mulut selalu mangatup untuk mengungkap kata.  Sesekali kamu menyikut dengan sindiran, tapi aku tak pernah merasa bahwa itu aku. Sekiranya, aku tahu ada orang lain menjejakimu dan ingin merangkulmu dalam pelukan. Itulah sebabnya, aku diam dan berusaha menyelami dirimu sebagai perempuan yang penuh rahasia karena diri mu dan perempuan yang lain adalah teka-teki yang tak punya jawaban yang pasti.
Banyak orang mengatakan “perempuan butuh dibelai, dimanja, dijaga dan dikasihi”. Waduh begitu sederhananya perempuan itu. Perempuan terlalu lemah bagiku dari ulasan para pemuja perempuan. Kasihan perempuan-perempuan itu selalu dikucilkan dan diperlakukan  hanya sebagai pelengkap. Perempuan dijadikan sebagai pasangan hidup tak ubahnya sebagai asesoris. Lihatlah para lelaki mu! Sadarilah perlakuannya apakah dia menjaga mu dengan menikmati tubuh mu dan mencumbuimu sebagaimana permintaannya. Kamu hanya bermodalkan pengakuan pacaran, kamu sudah berserah diri kepadanya. Naïf bagi ku menerima semua ini. Apakah ini namanya menjaga perempuan atas nama pacaran dan cinta! Cinta yang seperti terlalu sulit untuk dimaknai, terlalu dekil untuk dihayati.
“Aku mencintamu, tapi jangan pinta aku seperti lelaki yang lain memperlakukan perempuan” caraku mencintamu dengan tidak memilikimu. Itu cara yang paling tepat untuk menjagamu. Maaf, jika selama ini  hanya senyum terumbar dalam diriku dan selalu diam di dekatmu. Sekali lagi, itu cara memuliakan mu. Cinta kasih adalah perasaan hati harus diungkapkan dengan hati sebagaimana penerimaan yang tulus atas hadirmu dalam diriku. Keterpisahan bukan jaminan untuk meredupkan bara cinta. Tapi, keindahan sesungguhnya di saat kita sedang berjuang meraih cinta. Jadi, biarkanlah kita selalu terpisah dan cinta selalu mekar di hati kita masing-masing. Dengan mencintaimu, aku memuliakan Tuhan karena di setiap rahim perempuan adalah perajuk kehidupan. Tanpa rahim perempuan kehidupan tak pernah ada.


Sampean  
Yogyakarta, 3 Mei 2015