Aku berharap ada sosok menadah cinta sedang terjatuh dan
menyelinap sebagai embun menghapus debu di ujung daun. Sebab, cinta terlalu
sederhana untuk diungkapkan dengan kata apalagi dengan rintihan. Cinta tak
butuh pendedah yang jelimet.
Cinta hanya butuh tatapan mata dan rintihan tetesan hujan menghapus debu di
wajahku. Biarkan cinta menubuh dan menebar kesejukan di saat kesunyian menerpa.
Jika kamu butuh pengakuan cinta dari ku, kamu tak perlu resah karena aku dari
dulu mengakuimu sebagai kekasih. Cuma, kamu saja sulit memahaminya. Sekiranya
cinta yang menggebu dalam jiwa turut menghasut untuk tak memilikimu. ku harap
kamu paham yang aku
rasakan. Andai kamu butuh pengakuan, ku harap kamu mengakui cinta yang ku beri.
Cara ku mencintai mu mungkin tak lazim.
Bagaimana
lagi, aku tak ingin memikatmu sekadar pengakuan dan mengikatmu dengan cincin.
Bagi ku cinta yang seperti itu hanya memenjarakan. Kamu akan bersangkar emas
beralaskan harapan palsu. Hingga pada akhirnya kamu terjatuh dan menetaskan air
mata dan Kamu akan mengatakan "aku menyesal mencintai mu, kamu tak ubahnya
dengan lelaki bejat sama dengan lelaki lain pada umumnya dan kamu tak
menghargai perasaan perempuan". Sesungguhnya perkataan itu aku hindari.
Bukannya aku menghindar dengan ketukan cinta mu. Tapi, itulah cara ku mencintai
mu, aku menjaga mu dari pesakitan karena aku takut menyakitimu. Jika, aku
menyakitimu sama halnya aku menyakiti rahim yang telah melahirkanku. Tapi, ku
harap kamu tak mengacukanku, bagaimanapun aku akan datang menyambut mu sebagai
teman hidup. Karena terlalu naif ketika aku harus menyebut mu sebagai kekasih.
Sesungguh yang pantas menjadi kekasih manusia hanyalah Tuhan.
Mungkin kamu paham persoalan itu, ku tahu kamu adalah
orang yang taat terhadap agamamu. Sementara, aku merajuk asa mengakui
kesempurnaan agamaku. Aku berusaha meneguhkan keyakinan itu di balik kegelisahan
yang selalu bertaluh. Kamu mungkin tidak pernah dihinggapi dengan keraguan sebagaimana
aku meragukan Tuhanku.
Ketika kita bersama, kamu begitu zuhu’ menjalankan ritual agama mu. Terkadang
aku iri dengan mu. Aku mengakui mencintai Tuhan ku, sementara aku sering lupa
memanjatkan doa kepadanya. Mungkin Tuhan ku terlalu absurd bagi ku. bisa saja
kamu beranggapan sama denganku. Sebab, Tuhanku tak pernah tersalib dan
merasakan penderitaan manusia. Karena Tuhanku tak sekalipun di lahirkan, apa
lagi berwujud manusia dan patung. Mungkin karena itu, Tuhanku menciptakan
pertumpahan darah di antara pemeluk agamaku karena Tuhanku tidak pernah
merasakan sakit dan terluka akibat sobekan luka pedang dan peluru.
Bisa saja, Tuhan ku tidak mengenal senjata mesin karena
dia tidak pernah terlahir di zaman manapun. Sementara, zaman ini teknologi
semakin aneh bahkan dia menandingi kekuatan Tuhan. Sekali letup, ribuan nyawa
meregang sebagaimana di peragakan di Palestina, Nepal, suriah, Irak dan
negeri-negeri muslim. Ahh.... Aku yakin Tuhan ku tak pernah menghendakinya.
Sebab, Tuhanku sangat pemurah karena tak pernah pilih kasih kepada setiap
hambanya. Walaupun, Hambanya berlomba-lomba menghujatnya tapi DIA selalu
bermurah hati menghamparkan reseki kepada hambanya. Mungkin itu perbedaan Tuhan
kita dari kasat mata dan pengetahuan kita terhadap Tuhan ku, Tuhan mu dan tuhan
Kita. Maaf, aku sedikit rasis dengan membeda-bedakan wujud Tuhan dan
membatasinya dengan frase-frase bahasa. Namun, itulah
kenyataan manusia menyederhanakam-Nya
ke dalam wujud bahasa dan dikonstruksi melalui pikiran manusia.
Sebenarnya aku menolak untuk menjelaskan-Nya dengan kata
apalagi dengan kalimat. Karena ku yakin Tuhan hanya ada satu. Tuhanku dan Tuhan musama, cuma orang-orang saja yang
membedakannya. Ku harap kamu mengakui bahwa kita satu keyakinan. Walau kita
berbeda pandangan dunia. Kuharap cintaku berlabuh di pelabuhan yang tepat. Pengakuan
cinta ku terhadap mu adalah peluh merajuk asa mencibir ketunggalan cinta. Ini
cukup membahasakannya, kuharap kamu sudah paham perasaan ini. kamu tak perlu menggugat lagi.
Nestapa yang kurasakan sudah cukup menyiksa, kini ku butuhkan belaianmu di saat
sunyi. Sudah cukup bisikan hati menjadi musuh, luka yang nenar menyiksaku karena cinta yang mendua.
Perasaan ini mengganggu ketenangan jiwa yang menghamba pada Tuhan.
**
Mata kita sering beradu, tatapan mu meresap ke dalam
jiwa, menyimak rahasia belum terungkap. Rasa penasaran menjadi bayang-bayang kesepian,
mulut selalu mangatup untuk mengungkap kata.
Sesekali kamu menyikut dengan sindiran, tapi aku tak pernah merasa bahwa
itu aku. Sekiranya, aku tahu ada orang lain menjejakimu dan ingin merangkulmu
dalam pelukan. Itulah sebabnya, aku diam dan berusaha menyelami dirimu sebagai
perempuan yang penuh rahasia karena diri mu dan perempuan yang lain adalah
teka-teki yang tak punya jawaban yang pasti.
Banyak orang mengatakan “perempuan butuh dibelai,
dimanja, dijaga dan dikasihi”. Waduh begitu sederhananya perempuan itu.
Perempuan terlalu lemah bagiku dari ulasan para pemuja perempuan. Kasihan
perempuan-perempuan itu selalu dikucilkan dan diperlakukan hanya sebagai pelengkap. Perempuan dijadikan
sebagai pasangan hidup tak ubahnya sebagai asesoris. Lihatlah para lelaki mu!
Sadarilah perlakuannya apakah dia menjaga mu dengan menikmati tubuh mu dan
mencumbuimu sebagaimana
permintaannya. Kamu hanya bermodalkan pengakuan pacaran, kamu sudah berserah
diri kepadanya. Naïf bagi ku menerima semua ini. Apakah ini namanya menjaga
perempuan atas nama pacaran dan cinta! Cinta yang seperti terlalu sulit untuk dimaknai, terlalu dekil
untuk dihayati.
“Aku mencintamu, tapi jangan pinta aku seperti lelaki
yang lain memperlakukan perempuan” caraku mencintamu dengan tidak memilikimu.
Itu cara yang paling tepat untuk menjagamu. Maaf, jika selama ini hanya senyum terumbar dalam diriku dan selalu
diam di dekatmu. Sekali lagi, itu cara memuliakan mu. Cinta kasih adalah
perasaan hati harus diungkapkan dengan hati sebagaimana penerimaan yang tulus
atas hadirmu dalam diriku. Keterpisahan bukan jaminan untuk meredupkan bara
cinta. Tapi, keindahan sesungguhnya di saat
kita sedang berjuang meraih cinta. Jadi, biarkanlah kita selalu terpisah dan
cinta selalu mekar di hati kita
masing-masing. Dengan mencintaimu, aku memuliakan Tuhan karena di setiap rahim perempuan adalah perajuk
kehidupan. Tanpa rahim perempuan kehidupan tak pernah ada.
Sampean
Yogyakarta, 3 Mei 2015