Oleh : sampean
Penggunaan istilah paradigma pertama
kali di perkenalkan oleh Thomas Kuhn sebagai landasan teoritis untuk
menjelaskan sebuah realitas yang terjadi. Akan tetapi, dalam menjelasakan
tentang paradigma kurang konsisten dalam memberikan penjabaran pengertian paradigma. Tetapi, dalam
penjabarannya menjelaskan bahwa paradigma merupakan revolusi pemikiran terhadap
realitas terus yang terjadi dan ketika mengalami kemandekan melahirkan
paradigma yang baru. Dari segi ini terlihat bahwa paradigma memiliki relasi
dengan kesadaran manusia. sehingga penjelasan ini mengantarkan kita bahwa
sebuah kerangka berpikir yang berfungsi untuk memahami realitas, menjelaskan
atau menafsirkan realitas terhadap masalah sosial yang terjadi. Dengan konsep
ini Paradigma merupakan landasan praksis terhadap sebuah tindakan yang
dilakukan oleh manusia.
Dari kerangka ini paradigma di gunakan
untuk memahami dan menjelaskan realitas yang terjadi. Dengan pendekatan ini
bisa digunakan untuk menjelaskan konflik yang terjadi di kalangan mahasiswa di
makassar. Sebab tiga tahun terakhir menurut hemat penulis intesitas konflik
mahasiswa cenderung meningkat dengan berbagai jenis konflik yang terejadi
seperti konflik Mahasiswa dengan Warga, Mahasiswa dengan mahasiswa sesama
Internal perguruan Tinggi, konflik antar Perguruan Tinggi, Konflik antar
daerah. Konflik bersifat destruktif terhadap situasi sosial yang memicu
ketidaknyamanan mahasiswa dalam beraktivitas yang di bayang-bayangi dengan
sebuah risiko. Konflik yang terjadai di kalangan mahasiswa bukan Atas nama
Individu akan tetapi indentitas kolektif dengan melekatkan term-term fanatisme
indentitas. Sehingga dalam realitasnya konflik sifatnya sporadis tidak
memandang siapa yang bersalah, akan tetapi siapun yang dekat dengan identitas
itu yang menjadi lawan walaupun secara harfiah dia tidak terlibat dalam masalah
tersebut. cenderung memaksakan korban Sehingga memicu terjadi konflik baru.
Konflik yang terjadi merupakan sebuah
bentuk kerangka pemikiran mahasiswa yang cenderung menyederhanakan realitas.
Perkembangan konflik mahasiswa menggunakan over-generalisation
terhadap kejadian yang dia alami oleh setiap mahasiswa terhadap mahasiswa yang
lain. Karena konflik yang terjadi antara individu cenderung bergeser dengan
membawa nama atas kelompok ketika tak
mampu vis a vis dengan lawannya.
Penyelesaian konflik bukan berdasarkan prinsip dengan perdamaian akan tetapi
nyawa harus di balas dengan nyawa, tumbal dengan tumbal. Akibatnya konflik ini
terus merebak di kalangan mahasiswa dengan menggunakan konsep demografis
pendekatan ruang atau dengan menggunakan pendekatan kedaerahan.
Peta pemikiran yang di gunakan oleh
kalangan mahasiswa cenderung bersifat simplistis tanpa memprtautkan dengan
masalah internal individu sendiri. Tetapi,
langsung mengkonfigurasikan dengan kelompok tertentu yang menjadi lawannya.
Sehingga menjadi korban adalah orang yang tidak tahu menahu masalah yang di
hadapi oleh orang memiliki kesamaan identitas dengannya. Seperti konflik
kedaerahan antara orang palopo dengan bantaeng, orang bulukumba dengan Palopo,
Bone dengan Palopo, Jeneponto dengan
Wajo, Bone dengan Jeneponto. Korban yang jatuh adalah orang yang tidak tahu masalah apa-apa. Dengan
kondisi ini memperpanjang dan menanmbah intensitas konflik yang terjadi karena
melibatkan orang yang tak semestinya terlibat harus di libatkan dengan masalah
ini.
Selain itu, penyelesaian
konflik yang terjadi di kalangan mahasiswa tidak bersifat membangun. Sebab,
paradigma yang terbangun di kalangan mahasiswa saat ini khususnya daerah
makassar adalah paradigma chaos. Penyelesaian
masalah tidak dengan cara kekeluargaan akan tetapi dengan menggunakan tindakan
kekerasan fisik. Perilaku hal yang seperti ini tidak mencerminkan sebagai
mahasiswa yang melekat pada dirinya sebagai kaum intelektual. Sebab paradigma
chaos merupakan paradigma kaum barbar.
0 komentar:
Posting Komentar