Kamis, 27 September 2012

Tugas Kuliah


GLOBAL VILLAGE :  REKAYASA  TERHADAP PEMBANGUNAN
DALAM SUATU NEGARA
Oleh : sampean
096614128

A.      Pendahuluan
Pemandangan yang sudah tidak asing bagi kita saat ini bahwa batas-batas relasi sosial telah melepuh menjadi satu sebuah tatanam sosial yang baru. Dimana perkembangan sains dan ilmu pengetahuan semakin berlari kencang yang sulit terbendung dengan kebutuhan manusia. Dunia terintegrasi menjadi satu dengan aturan yang homogenistik. 
Metamorfosis zaman ini akibat dari sebuah inspirasi dari zaman pencerahan pada abad ke 17 dan 18 yang telah menggagas zaman modern yang artinya zaman saat ini. Dari pengaruh ini di Eropa mengalami kegemparan untuk mengusung sebuah visi pembaharuan atau reformasi di berbagai bidang. Visi dari zaman modernisasi sebenarnya untuk mengusung sebuah tatanam dunia yang baru yaitu sebuah tatanam yang lepas dari dogma agama yang lebih menekankan akal budi dalam kehidupan praktis. Pengaruh ini memiliki dampak yang cukup besar terhadap sebuah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perspektif pernah di utarakan oleh Anthony Giddens bahwa Para filsuf pada saat itu memiliki gagasan yang sangat sederhana akan tetapi memiliki pengaruh yang cukup besar. Menerut mereka, semakin kita memahami dunia yang dan diri kita sendiri secara rasional, semakin dapat kita membentuk sejarah dan tujuan yang kita sendiri. Kita harus membebaskan prasangka masa lalu untuk mengendalikan masa depan. (Giddens, 2001:xiv)
Implikasi ini memciptakan sebuah peradaban yang homogenitas di bawah naungan globalisasi. Dan era saat ini globalisasi sulit terbendung yang sulit di kendalikan sebab akibat dari perkembangan ini kesenjangan terjadi dimana-mana. kehidupan yang telah nampak saat ini sulit di prediksi dari hantaman perkembagan transformasi  ilmu pengetahuan.
Namun implikasi tersebut paling terasa dalam pemunuhan kebutuhan manusian sebagai mahluk ekonimikus. Manusia sebagai mahluk ekonomikus tidak lepas dari sumber kebutuhan materi, bahwa manusia di arahkan untuk menjalani hidup yang sejahtera dengan memenuhi kebutuhan materi tersebut.  Seiring dengan perkembangan tersebut. teknologi menjadi berperang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia. Bahwa teknologi menjadi alternatif untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan manusia.  Mempermudah manusia untuk melakukan aktivitas untuk meraih keuntungan materi tersebut.
Dengan tatanam dunia saat ini menawarkan alternatif untuk memenuhi sebuah kebutuhan manusia dengan konsep kapitalisme kesejahteran (walfare state) yang bersifat holistik dengan sistem hukum yang homogon yang diatur oleh sebuah lembaga atau institusi lewat sistem perundangan-undangan. Pada prinsip bahwa mewujudkan sebuah kehidupan yang tunggal di bawah sebuah naungan ekonomi global yang akan melahirkan sebuah perkampungan global (global village).
Interpretasi ini pernah di ungkapkan oleh seorang sosiolog yang bernama Daniel Bell bahwa suatu tipe baru masyarakat yang muncul. Masyarakat baru ini di sebut masyarakat pascaindustri yang memiliki enam ciri sebagai berikut :
1.         Suatu sektor jasa yang sedemikian besarnya sehingga sebagian besar bekerja di dalamnya.
2.         Suatu surplus barang yang melimpah
3.         Perdagangan antar bangsa yang bahkan lebih luas lagi
4.         Keanekaragaman dan kuantitas barang-barang yang tersedia bagi perorangan  secara rata-rata semakin banyak
5.         Ledakan suatu informasi
6.         Terjadi sebuah perkampungan global (global village)b artinya bangsa-bangsa di dunia ini saling terkait melalui komunikasi, transportasi dan perdagangan yang cepat.
Gambaran ini memperlihatkan bahwa era sekarang ini melahirkan sebuah peradaban yang baru yaitu sebuah gonjangan globalisasi. Globalisasi yang harus dipahami sebagai suatu gelombang yang melanda  dunia dalam hal interaksi yang menghubungkan seluruh aktivitas manusia satu dengan yang lainnya. Meningkatkan interdependensi (saling ketergantungan) tidak lagi di batasi oleh batas-batas wilayah negara, sebagai hasil dari hilangnya pengahalang ruang dan waktu. Bukan saja ekonomi yang mengalami globalisasi; kebudayaaan-kebudayaan kuno pun mulai di gonjang banjir informasi yang memasuki pikiran manusia dengan begitu deras sebagai akibat dari kemajuan teknologi yang sangat cepat. (Danzin, 2005:15 )
   Merebaknya kapitalisme global saat ini dengan visi kapitalisme kesejahteraan (walfare state) yang berlandaskan perdagan bebas mempengaruhi setiap kebijakan dalam sebuah negara dalam mengusung sebuah pembangunan. Sebab pembangunan yang mereka usung harus terintegrasi satu sama lain dengan kebijakan ekonomi global.  
Ketakberdayaaan negara ini di ungkapkan oleh Yves Brunsvick bahwa negara saat ini mengalami kesulitan untuk menyusun kedaulatannya sebab negara-negara saat ini berada dalam tekanan globalisasi mengahancurkan menopoli layanan umum, dulunya di kontrol oleh otoritas politik dan uang. Sehingga negara di paksa untuk mendefenisikan kembali tugas-tugasnya dengan memangkasnya hingga ke dasar. (Brunsvick, 2005:71)
Pengaruh dari globalisasi terhadap pembangunan sebagai upaya untuk merekayasa untuk mewujudkan sebuah tatanam baru sebagai sistem ekonomi pasar bebas untuk memicu perkembangan kesejahteraan masyarakat dengan cara mendorong masyarakat untuk menjadi masyarakat komsumtif dan produktif.
Dari berbagai pemaparan di atas belum menyentuh titik central dari apa sebenarnya globalisme itu walaupun dalam mengartikan istilah ini cenderung memiliki polemik yang panjang sesuai dengan tokohnya masing-masing. Pengulasan diatas hanya sebatas dampak dari pengaruh globalisme itu sendiri sementara dalam dunia barat menjadi sebuah diskursus.
B.       Perihal Definisi Globalisasi
Dunia dalam sebuah sketsa cerita dimana struktur tubuh di definisikan dengan berbagai macam perspektif, kebutuhan telah komodifikasi dengan kehadiran berbagai identitas negara yang melekat pada diri individu.
Sketsa dunia ini bisa kita lihat dalam diri mahasiswa atau pegawai kantor. Suatu ketika seorang mahasiswa bersiap untuk pergi kuliah di lihat ke jam tangannya merk saiko dari swiss, gaungnya dari amerika serikat, celananya dari amerika serikat sepatunya dari india, peralatan mandi yang kita gunakan semuanya berbau asing seperti sampo sunsilk di produksi oleh unilever milik orang jerman, sabun dari sinzui berasal dari cina. Di lihat dari segi kendaraan berasal dari jepang.
Dari sketsa ini bahwa tatanam sosial ini telah melabrak semua batas-batas identitas suatu negara atau individu, dari sketsa ini bisa kita lihat bahwa inilah globalisasi. Pandangan serupa yang telah di ungkapkan oleh winarno dengan mendefinisikan globalisasi menjadi tiga bagian bahwa pertama bahwa globalisasi kesalingterhubungan, integrasi dan kesalingterkaitan. Bisa di lihat dalam pendapat dari Lodge mendefinisikan globalisasi sebagai proses menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan  dalam semua aspek kehidupan mereka baik dalam budaya, politik, lingkungan, teknologi. Sedangkan Amal mengemukakan bahwa globalisasi merupakan proses munculnya  masyarakat global yaitu suatu dunia yang baik dan ideologis dan lembaga-lembaga politik dunia. Sedangkan Anthony Giddens menagrtikan bahwa globalisasi merupakan menyatunya ruang dan waktu, ahli geografi mendefinisikan globalisasi melibatkan kompresi ruang dan waktu dengan kata lain bahwa penyusutan dunia.
Albrow mendefinisikan globalisasi merupakan sebuah proses yang menggiring dunia menuju interdependensi dan kesadaran bersama yang lebih besar dalam bidang ekonomi, politik dan sosial dan diantara pelakunya secara umum. Sedangkan cox mendefinisikan globalisasi merupakan sebua asosiasi dengan neoliberalisme dan solusi teknokratis terhadap pembangunan dan refomasi ekonomi. Selain itu globalisasi bisa di jadikan sebagai sebua asosiasi ideologi dengan berbagai turunan yang beragam. Akan tetapi, saat ini globalisasi sering di identikkan dengan kapitalisme. Sebab globalisasi merupakan anak kandung dari kapitalisme.
Dari berbagai definisi yang telah di urai, yang relevan dengan tulisan ini adalah bahwa globalisasi merupakan sebuah ideologi yang tunggal untuk menyatukan sebuah dunia yang telah terpencar-pencar dalam satu kesatuan dalam mengambil sebuah kebijakan dan praktik politik untuk menundukkaan berbagai budaya yang telah ada di dunia. Selain itu globalisasi sebuah proyek besar yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu untuk melakukan rekayasa terhadap dunia termasuk kapitalisme dan derivatifnya untuk mewujudkan sebuah kehidupan sosial yang bersifat universal.    
C.      Ciri-ciri Globalisasi
Dalam wikipedia menjelaskan ciri-ciri globalisasi sebagai berikut:
1.         Adanya peningkatan dalam perdagangan internasional pada tingkat yang lebih cepat di bandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia.
2.         Peningkatan arus kapital international, termasuk penanaman modal asing langsung.
3.         Tingginya arus data lintas batas, dengan menggunakan teknologi internet telepon dan satelit komunikasi.
4.         Persebaran budaya yang lebih pesat, misalnya melalui ekspor film hollywood dan bollywood.
5.         Berkuarangnya keberagaman kebudayaan global dengan adanya asimilasi, hibridisasi westernisasi, dan amerikanisasi kebudayaan.
6.         Erosi kedaulatan bangsa dan batas-batas teritorialnya melalui perjanjian international oleh organisasi semacam WTO.
7.         Meningkatnya perjalanan wisata international
8.         Meningkatnya arus imigrasi, termasuk imigrasi yang ilegal
9.         Pertkembangan infrastruktur telekomunikasi global.
10.     Perkembangan sistem finansial global.
11.     Peningkatan porsi perekonomian dunia yang di kuasi oleh korporasi multinasional.
12.     Meningkatnya peran-peran organisasi internasional semacam WTO, WIPO, IMF yang mengurusi transaksi-transaksi internasional.
13.     Meningkatnya jumlah standar yang diterapkan secara global, misalnya tentang hak cipta.
D.      Pembangunan
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
 Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber­kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen­dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan­jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehi­dupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren­canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.  Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba­ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran ter­sebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara kese­luruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan,  antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pem­bangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan ma­syarakat yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, moderni­sasi diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masya­rakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisio­nal.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan se­cara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan seba­gai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkat­an dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsi­kan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring de­ngan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisah­kan secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya Admi­nistrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemam­puan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kuali­tatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak ha­rus terjadi dalam pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangun­an. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/per­luasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
E.       Pembangunan dan Globalisasi
Dari uraian di atas tentang pembangunan bahwa seperangkat usaha manusia untuk mengarahkan perubahan sosial dan kebudayaan sesuai dengan tujuan berbangsa dan bernegara yaitu mencapai pertumbuhan peradaban manusia dan kebudayaan dengan target yang telah ditentukan. Dari defenisi ini bahwa negara memiliki peran dalam mewujudkan pembangunan atau dengan membenahi kesejahteraan masyrakatnya.
Dari paradigma pembangunan ini bahwa negara mengintervensi program-program pembangunan termasuk sistem pemasaran produk. Sehingga negara memberikan regulasi tersendiri terhadap produk-produk yang akan beredar di dalam pasar.
Tapi kanyataanya dengan kapitalisme global saat ini peran negara menjadi sangat kurang dengan merebaknya sistem perdagan bebas yang terjadi saat ini negara tidak memiliki peran penting bahkan kedaulatan bangsa semakin berkurang. Selain itu pembangunan secara fisik dan jasa merebak di berbagai lini dengan menjamurnya para investor-investor asing di berbagai negara. Selain itu globalisasi menekankan pengembangan industrialisasi dan sistem eksploitasi pada negara berkembang, untuk menyediakan bahan baku dan sumber tenaga kerja yang sangat murah. Dengan sistem perdagangan bebas yang dia ciptkan sebagai skenario terhadap ekonomi global yang bebaskan justru menjadi ancaman yang sangat mengerikan dengan memprivatisasi sumber daya alam yang bisa di gunakan untuk hajat orang banyak. Dan sistem subsidi terhadap rakyat miskin di hilangkan. Kondisi yang seperti ini sangat memprihatingkan khusus bagi negara berkembang sebab negara berkembang hanya mengikuti jejak-jejak negara maju. Bahkan negara maju mengintervensi negara berkembang supaya tetap dalam kondisi yang membeo terhadaap perkembangan ekonomi dunia saat ini.
Sistem globalisasi yang bereorentasi terhadap pembangunan sistem ekonomi dunia yang homogen di bawah koordinasi badan PBB (Perserikatan bangsa-bangsa) dengan lembaga Word Bank, International monetary fund, word trade organisation. Sistem ekonomi dunia di kendalikan oleh lembaga tersebut. Sistem pembangunan berkelanjutan yang di canangkan oleh ketiga badan PBB tersebut hanya sebagai mitos belaka yang berwawasan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan bersama. Slogan ini merupakan jargon untuk memuluskan agenda para konglemerat dunia untuk menjajah suatu bangsa.

F.       Global Village : sebagai rekayasa terhadap pembangunan
Dengan sistem ekonomi dunia yang menyatunya ruang dan waktu yang telah lepas kendali dengan arus informasi dan teknologi  dari hegemoni kapitalisme melahirkan sebuah kongsi-kongsi koorporasi menciptakan perusahaan multigroup.
Perkembangan global village bisa di lihat dari perserikatan yang telah terbentuk saat ini seperti perkempulan NAFTA (Nort American free Trade Association) yan pada akhirnya di ikuti oleh seluruh negara Amerika Selatan. Mengadopsi mata uang dolar sebagai mata uang asing yang berdampingan dengan mata uang nasional mereka, setelah itu oleh perkumpulan negara-negara eropa yang tergabung dalam Uni-Eropa. Perkumpulan ini mengenal lintas pertukaran uang UERO. Sistem seperti ini berada pada suatu kesatuan komando yang terpadu dengan konstitusi yang tunggal.
Model-model seperti merupakan sebuah perkampungan global yang hanya bisa di rasakan oleh para konglemerat-kongmelerat suatu negara keuntungan-keuntungan hanya di miliki oleh golongan tertentu  sementara dampak negatif dari ekonomi global langsung di rasakan oleh para rakyat-rakyat kecil.
bersambung











DAFTAR PUSTAKA
Adi, M. Ramadhan. 2005. Globalisasi: Skenario Mutkhir Kapitalisme. Al Ashar Press.
Danzin,  Andre dan Yves Brunvick. 2005. Lahirnya Sebuah Peradaban Gonjangan Globalisasi. Di terjemahkan oleh PeMad. Yogyakarta: Kanisius
Gilpin, Jean Millis dan Robert Gilpin. 2002. Tantangan Kapitalisme Global Ekonomi dunia Abad 21. Di terjemahkan oleh Arismunandar dan Dudy Priatna. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Giddens, Anthony. 2003. Runaway Word Dunia Lepas Kendali. Di terjemahkan oleh Andry kristiwan. S dan Yustina Koen. S. jakarta: Gramedia
Hardimn, F. Budi. 2012. Pemikiran-pemikiran yang membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzche). Jakarta: Erlangga.
Kruijt, Dirk dan Phillip Quarles Van Ufford Frans Husken. 1989. Tendensi dan Tradisi dalam Sosiologi Pembangunan. Di terjemahkan oleh R.G. Soekadijo. Jakarta: Gramedia.
M. Heslin, James. 2006. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Di terjemahkan oleh Prof Kamanto Sunanto.  Jakarta : Erlangga
Mulyanto, Dede. 2012. Antropologi Marx: Karl Marx masyarakat dan kebudayaan. Bandung: Ultimus.
Artikel/Jurnal/internet :
Mysampean.blogspot.com
Dhieb-zone.blogspot.com
www. Nosr-Mesir.co.cc
Jurnal Prisma: Senjakala Kapitalisme & krisis demokrasi


Selasa, 11 September 2012

SOSIAL BUDAYA


Diskursus Gender :  Visi Eksploitasi Terhadap Perempuan
Oleh : Sampean
Dalam era perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat, arus wacana semakin meningkat dalam berbagai lintas keilmuan yang mulai salin terkait dan mengalami ketergantungan satu sama lain termasuk diskursus tentang gender. Diskursus gender hadir dari sebuah kegelisahan terhadap sebuah ketimpangan sosial di arus modernitas. Ketimpangan itu melahirkan sebuah diskursus tentang gender dengan spirit kesetaraan. Namun, dalam perkembangan wacana gender mengalami berbagai polemik sebab isu gender mencoba melabrak sebuah kemapanan atas nama kesetaraan dan kebebasan.
Gender merupakan gaung yang di bawah oleh para kaum feminis untuk melepaskan perempuan dalam sebuah jeratan konstruk budaya patriarki. Upaya pembebasan ini di topang oleh wacana  gender. Dari upaya ini nampak bahwa isu gender melakukan rekayasa untuk dalam memperjuangkan sebuah dunia yang baru yaitu dunia tanpa penindasan. Di balik semua itu apa sebenarnya gender itu?..
Gender merupakan diskursus perbedaan perempuan dan laki-laki di tinjau dari segi peran dan status dalam kehidupan sosial. Berarti dalam pengertian ini bahwa diskursus gender merupakan sebuah hasil konstruksi sosial budaya terhadap peran dan status manusia. Dari pengertian ini pula bahwa isu gender di gunakan sebagai analisis untuk melihat sebuah ketimpangan sosial yang tidak berpihak pada perempuan. Sebab, wacana gender di gunakan para kaum feminis sebagai ideologisasi untuk memperjuangkan sebuah kesetaraan.
Ungkapan ini senada dengan kutipan dari Showalter bahwa yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa sebagai mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu. Sehingga isu gender bagi kaum feminis  merupakan sebuah momentum untuk melakukan emansipasi terhadap perempuan. Sebab, perempuan dalam  konstruk kehidupan sosial mengalami ketertindasan oleh budaya patriarki.
Menurut pandangan kaum feminis bahwa perempuan selama ini ini hanya berkutat pada ranah domestik yaitu bahwa perempuan hanya bisa berkiprah sebagai pelayan rumah tangga atau yang biasa kita kenal pekerjaan perempuan adalah kasur, sumur dan dapur. Dari dominasi ini perempuan di dorong untuk keluar berkiprah di ranah publik. Sebab dengan melihat volume penduduk dunia bahwa perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Namun dari segi realitas yang berkiprah di ranah publik masih di dominasi oleh laki-laki sehingga perlu memberikan kesempatan yang sama terhadap perempuan. serta potensi yang di miliki oleh manusia adalah sama Karena setiap manusia dalam proses untuk menjadi.
Gelombang  perjuangan perempuan telah mendapat legitimasi dari PBB. Arus pembelaan kesetaraan semakin meningkat sebab wacana kesetaraan gender menjadi indikator sebuah kemajuan suatu negara melalui HDI (Human Developtment Indeks). Sehingga dalam respons ini merupakan hal yang sangat positif bahwa perjuangan yang dilakukan oleh para kaum feminis menuju pintu keberhasilan. Keberhasilan ini di tandai oleh perempuan di berbagai belahan dunia mendapatkan kesempatan kerja yang sama dengan upah yang sama dan pendidikan yang sama.
Dari implementasi ini peraturan ini memberikan sebuah babakan baru dalam mengukur sebuah kemajuan suatu negara dengan melihat partisipasi perempuan di ranah publik. Selain itu, kebijakan ini memberikan warna baru di ranah publik karena terbuka semua ruang-ruang sosial bagi perempuan untuk berkiprah di bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan kebudayaan.
Kebijakan ini di iringi sebuah tanda tanya ketika negara-negara maju mengalami sebuah kemerosotan pendapatan dan mengalami stagnan dalam mengembang  perusahaan. Sebab industri-industri negara maju sedang mengalami keterbatasan sumber daya manusia sementara suplai tenaga kerja dari laki-laki semakin berkurang, selain itu tingkat kelahiran di negara-negara maju mengalami ketidakseimbangan atau tingkat kelahiran di negara maju sangat  rendah di banding tingkat Kematian semakin meningkat. Upah buru atau tenaga kerja semakin melambung tinggi. Hal ini memberikan sebuah kehawatiran sendiri bagi para pengusaha-pengusaha besar terhadap kekurangan tenaga kerja sebab mereka sangat bergantung pada aspek tenaga kerja. Selain itu, perusahaan-perusahaan raksasa mulai kehilangan karismanya di belantara pasar bebas karena tidak mampu bersaing  dengan perusahaan-perusahaan yang satu dengan yang lain. Hal ini di sebabkan oleh kekurangannya tenaga ahli dari kaum laki-laki sehingga perlu inovasi sebuah kebijakan baru dari para kaum korporasi dengan mendorong perempuan ke ranah publik.
Sebab volume tenaga kerja dari kaum perempuan lebih banyak daripada laki-laki dan memiliki kemampuan kognitif dan skill yang sama. Sehingga di pandang perlu  melakukan pemberdayaan terhadap perempuan. Sehingga ketersediaan tenaga kerja semakin luas terkhusus di negara-negara dunia ketiga sebab bagi mereka volume tenaga kerja di dunia ketiga sangat besar sehingga memberikan kesempatan bagi para pengusaha untuk membuka ruang untuk merekrut tenaga kerja yang banyak dengan harga yang murah dengan kualitas yang sangat memadai dengan motivasi kerja yang sangat tinggi.
Sehingga diskursus gender seolah di tunggangi oleh sebuah kekuasaan dan kepentingan para kaum korporasi sebagai babakan baru di era globalisasi ini. Hal ini memberikan dampak positif bagi kaum para korporasi untuk melakukan eksploitasi tenaga kerja terhadap perempuan.
Dari perspektif ini bahwa diskursus gender telah membuktikan dirinya telah bermuka  dua atau bersifat ambivalen sebab para kaum feminis berharap bahwa perempuan mampu melepaskan jeratan dari kaum patriarki akan tetapi di sambut dengan perselingkuhan kebutuhan korporasi terhadap kebutuhan tenaga kerja.
Bisa kita lihat implementasi kebijakan ini, dari berbagai instansi-instansi, perusahaan yang telah di dominasi oleh kaum perempuan. Bahkan perempuan telah menjadi bahan pajangan dan tontonan bagi laki-laki di berbagai media. Sebab perempuan menjadi ikon kecantikan dengan memamerkan kemolekan tubuhnya dengan mengait para konsumer. Para pengusaha mendorong perempuan untuk menjadi simbol sebuah iklan bahkan bintang iklan di dominasi oleh perempuan yang estetis dan eksotis. Dan tubuh perempuan menjadi sangat murah untuk di pertontonkan dan bahkan gratis karena tak di lirik oleh pengusaha namun mereka telah mengikuti ikon dari iklan tersebut.
 Keterlibatan perempuan di ranah publik  di sambut baik oleh para para kapitalis-kapitalis untuk mengeksploitasi manusia. Para kapitalis itu berlomba untuk meningkatkan proses produksi mereka dengan eksploitasi tenaga kerja dari kaum perempuan. Posisi perempuan menjadi fungsi ganda perempuan berkecimpung di ranah domestik sekaligus perempuan ikut terlibat dalam ranah publik demi sebuah keseteraan dan pertukaran peran. Namun membuat perempuan dalam keadaan terjepit.
Memperjuangkan hak perempuan dalam menuntut kesetaraan dengan laki-laki  merupakan sebuah keharusan akan tetapi kesetaraan itu menjebak perempuan yang pada masalah yang pelik di atas sebuah tuntutan yang  lebih. Namun yang seharusnya perempuan yang di lakukan oleh perempuan adalah menuntut sebuah keadilan. Bergeraklah untuk menuntut keadilan itu. Sebab hari ini bukanlah perempuan yang mengalami penindasan akan tetapi laki-laki merasakan yang sama.

***
sAmPeAn