Ibnu
Khaldun merupakan tokoh yang fenomenal dalam pergulatan ilmu sosial. beliau di
gelari sebagai bapak dari berbagai disiplin ilmu sosial karena meletakkan
fondasi beberapa teori sosial termasuk dalam ilmu sejarah, sosiologi, ekonomi,
psikologi, antropologi bahkan dalam administrasi kerajaan. Sehingga, tidak
salah apabila Ilmuwan sosial Barat memuji beliau sebagai pemikir tanpa
tandingan, salah satu diantaranya adalah Lewis Coser mengatakan bahwa sulit
menemukan orang seperti Ibnu Khaldun yang khasanah pengetahuan yang luas. Akan
tetapi, sungguh di sayangkan kehebatan dan kepopulerannya hanya di ketahui
segelintir orang khususnya dalam perkembangan literatur. Tapi, lebih miris lagi
ketika orang-orang yang memiliki identitas yang sama atau pemikir yang lahir
dari rahim yang sama mencoba untuk melupakannya. Ketika kondisi ini terjadi sama halnya melupakan sejarah
pemikir tersebut khususnya kepada ilmuwan Islam. Untuk itu maka di harapakan
kepada generasi mudah saat ini di harapkan untuk menggali khasanah pengetahuan
yang di miliki oleh para pemikir timur sendiri.
Ibnu
Khaldun sering di lekatkan sebagai bapak sosiologi sebelum Aguste Comte
mempopulerkannya, karena telah memberikan sumbangsih terhadap pengkajian masyarakat baik secara metodologis
maupun sacara keilmuwan. Khasanah pengatahuannya termaktub dalam bukunya yaitu
Muqaddimah sebagai pengantar dari beberapa karyanya yang lain, tetapi buku ini
merupakan inti dari segala pemikirannya.
Dalam buku tersebut keluasan gagasan beliau tidak bisa di pahami secara utuh
karena dalam tulisan memberikan gambaran-gambaran umum yang terpisah.
Salasatu
sumbangsinya dalam pemikirannya terhadap sosiologi adalah sebuah konsep
analisis kelas sosial pada masyarakat.
Dia menggambarkan dalam masyarakat terdapat kelas yang di kuasai dan menguasai.
Ulasan ini di mulai dari sebuah proses
pembentukan masyarakat. Masyarakat terbentuk menurut ibnu khaldun merupakan
jalinan interaksi antara individu membentuk sebuah kelompok sosial. kelompok tersebut
yang telah terbentuk manjalin sebuah
kerjasama untuk memenuhi kebutuhannya, mendapatkan perlindungan dari
kelompoknya. Maka disinilah terbangun sebuah konsensus untuk membuat sebuah
aturan, norma untuk di taati bersama dalam kelompok tersebut.
Namun,
perkembangan masyarakat menurut ilmu khaldun memiliki dua bentuk yaitu
masyarakat pengembara dan masyarakat menetap. Masyarakat pengembara adalah
masyrakat yang hidupnya masih sangat bergantung pada alam, kehidupannya masih
nomaden, dan berburu. Tetapi memiliki watak
keras dan keras. Solidaritas antara mereka sangat terhadap kelompoknya
sesuai denngan keyakinannya.
Kedua,
masyarakat menetap adalah masyarakat yang sudah tinggal bersama dalam suatu
tempat dan merupakan perkembangan dari masyarakat pengembara. Masyarakat ini
ditandai dengan sifatnya yang lebih malas dan suka dengan yang mudah-mudah,
tetapi lebih berpengalaman dan pintar. Mereka juga masih tergantung dengan
kekuasaan politik seperti gubernur dan raja serta para tentara. Menurut
Khaldun, mereka telah dibentengi oleh kekuatan yang kuat, sehingga mereka tidak
perlu memegang senjata. Setelah itu, ketika telah terbangun sebuah
kelompok kemasyarakatan yang kuat maka
di bentuk sebuah sistem administrasi negara untuk mengatur wilayah kekuasaan.
Dalam masyarakat tersebut sebuah konsep ashobiya
yang menjadi perekat kelompok sebagai kepemilikan identitas bersama. Kekuatan
kolompok sosial dalam masyarakat ketika kekuatan ashobiyanya yang sangat kuat dan di topang
oleh jumlah massa yang kuat. Karena
dalam diri manusia menurut ibnu khaldun terdiri dari manusia
memiliki tiga potensi dalam dirinya, yaitu intelligibilia, sensibilia, dan
spiritualia. Ketiga hal ini dimaksudkan Ibn Khaldun sebagai potensi yang
mampu mengembangkan eksistensi kemanusiaan dalam diri manusis. Apabila ketiga
potensi tersebut mampu dikembangkan dengan baik, maka manusia mampu menjalankan
fungsiya sebagai khalifah di mua bumi.
Namun,
manusia juga memiliki potensi yang lain yang bisa mendorongnya bertindak
agresif. Potensi itu muncul karena adanya pengaruh animal power.
a.
Cinta
terhadap (identitas) kelompok
Manusia
secara fitrah memiliki rasa cinta terhadap garis keturunan dan golongannya.
Rasa cinta ini menimbulkan pereasaan senasib dan harga diri kelompok, yang
akhirnya akan membentuk kesatuan dan persatuan kelompok.
Ketika
manusia hidup dalam suatu kelompok, maka akan timbul rasa cinta terhadap
kelompok, yang disebut Ibn Khalsun sebagai Ashobiyah. Dalam
masyarakat primitif, faktor pengikatya adalah garis keturunan atau ikatan
darah. Sedangkan pada masyarakat modern faktor pengikatnya adalah
kepentingan-kepentingan anggota kelompok.
b.
Agresif
Manuisa
memiliki sifat agresif karena dalam diri manusia terdapat animal power
yang mendorongnya untuk melakukan kekerasan atau penganiayaan.
Menurut Ibn
Khalsun, yang membedakan manusia dengan binatang adalah akal atau pikiran.
Sejalan dengan Khaldun, Luther menyatakan bahwa manusia memiliki watak jujur
dan kejam, jahatnya watak manusia dan kurangnya kebebasan untuk memilih yang
benar merupakan salah satu konsep fundamental dalam kese;uruhan pemikiran
Luther. McClleland menyatakan bahwa sebagaimana dengan hewan, manusia juga
harus bisa bertahan untuk melangsungkan hidupnya.
Agresifitas
manusia itu kemudianmenjasi pemicu munculnya konflik diantara mereka. Lorenz
seorang ahli biologi menyatakan bahwa sebagaimana hewan lain, manusia juga
memiliki instink agresif yang built-in dalam setruktur genetiknya. freud
dalam teori Psikologisnya menyatakan bahwa manusia adalah makhluk rendah, yang
dipenuhi dengan kekerasan kebencian, dan agresif. Lebih lanjut kemudian Lorenz
mengatakan bahwa bukan partai politik yang berbeda yang menyebabkan agresi,
akan tetapi agresilah yang menyebabkan adanya partai politik.
Pandangan di
atas ditentang oleh para ilmuawan yang lain, jika pendapat di atas mengatakan
bahwa tidakan agresi terjadi karena faktor internal manusia, maka ilmuan yang
tidak setuju dengan pendapat diatas mengatakan bahwa agresi itu tiak timbul
dari dalam seseorang, melainkan dari faktor external. Bebeapa filsuf abad
pencerahan berada dalam kelompok ini. Juga yang termasuk dalam kelompo ini
adalah teori yang mengatakan bahwa konflik muncul karena rasa frustasi, yakni
ketika seseorang gagal mendapatkan apa yang diinginkannya. Maka jika tidak ada
rasa frustasi, maka tidak ada pula konflik.
Fromm,
merupakan salah satu tokohnya. Ia menyatakan bahwa tindak agresif-destruktif
tersebut muncul karena adanya kondisi eksternal yang ikut menstimulir, seperti
konflik politik, kemiskinan, dan sebagainya. Berdasarkan teori ini,
distorsi-distorsi menimbulkan kekecewaan masyarakat yang dari waktu ke waktu
terakumulasi secara eskalatif. Selain itu, Fromm juga melihat narsisme sebagai
salah satu sumber utama agresifitas manusia. Suatu kelompok atau bangsa yang
narsistik akan bereaksi dengan penuh kemarahan dan bersikap agresif yang
sedemikian besar, ketika ada orang-orang yang melecehkan simbol narsis mereka. Oleh Sampean
sumber :
http://alunda65.blogspot.com/2012/10/elaborasi-teori-pemikiran-ibn-khaldun.html
0 komentar:
Posting Komentar