Senin, 31 Desember 2012

Catatan akhir Tahun



Senandung Doa
Untukmu BU

Setetes percikan air menggetarkan ketenangan air riak
Nasehat terus terlantung dari bibirmu
Daun berguguran di musim semi
Usiamu yang senja, garis-garis seni yang kian indah
Pohon kekar beri kehidupan sejuta mahluk
Engkau tempatku berlindung dalam kehangatan pelukanmu
Selaksar mentari di punghujung riwayatnya
Senandung doa mengiringi hari mu Bu
Cerita di harimu menjadi bulu merindu
Di hariku-hariku
Senyummu seolah terasa jelas
Di hadapanku
Dari sinar mentari menjemput hariku
Trima kasih bu
Kau telah membesarkan ku
Sekekar tiang yang berdiri
Untuk membusur langit.


Ironi akademik
Bergulat dengan waktu
Merongrong ketenangannya
Atas kesehajaan dalam setiap pergantian waktu
Mengingatkan sebuah ironi untuk hari ini
Bersua dengan laptop
Untuk menuai hasil tugas
Dari sang guru.
Jejak kita tempuh seperti
Menebar parfum bangkai
Dari ironi deretan angka-angka palsu
Untuk melepas dahaga masa depan
Suplemen janji ilusionis
dunia Di atas dunia yang irrasional
sambutlah dengan keserakahan
di sanalah bisa kau berdiri dengan kebahagiaan
tertawa dengan buas atas kelimpahanmu
kehebatanmu menaklukkan legal formal itu
ku ucapkan selamat buatmu
kau yang terhebat
 

Kamis, 27 Desember 2012

,

TAFSIR SOSIAL ATAS KENYATAAN: KESENJANGAN SOSIAL DI MASYARAKAT PUSAT

TAFSIR SOSIAL ATAS KENYATAAN:
KESENJANGAN SOSIAL DI MASYARAKAT PUSAT
 Oleh : sampean
Kenyataan menurut Peter L berger adalah sebagai sebuah kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena yang kita akui sebagai memiliki Keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri (kita tidak dapat “meniadakan dengan angan-angan). Ini risalah yang di sampaikan oleh Berger atas sebuah kontruksi fenomena-fenomena kehidupan sehari-hari manusia. Pemandagan atas kenyataan ini membuka mata kita untuk menikmati sebuah pemandangan yang ironik dalam sebuah masyarakat.
 Pemandangan itu adalah sebuah kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kesenjangan sosial yang terjadi bukan hanya pada sebuah sistem hirarkis dan kasta yang terkonstruk oleh sistem primordial masyarakat setempat atau masyarakat adat. Akan tetapi, kesenjangan sosial itu terbentuk oleh sebuah sistem hegemoni oleh sebuah sistem sosial yang bersifat universal. Ketimpangan ini Menurut Fritjof Japra bahwa zaman ini telah di selimuti oleh sebuah penyakit-penyakit Peradaban. krisis sosial dan budaya terjadi dimana-mana. Ungkapan ini di lanjutkan oleh Koppi Annam bahwa abad ke-20 merupakan sebuah abad yang terkejam.
Abad ke-20 ini menangantarkan kita pada sebuah dunia yang tak berjarak, di seluruh akses semakin cepat, dunia penuh dengan ketidakpastian. Kondisi ini mengantarkan kita pada sebuah kenyataan seperti yang di bahasakan oleh Peter L Berger bahwa kenyataan itu tidak bisa kita hindari. Kenyataan itu di perhadapkan pada kita atas kedirian kita sebagai individu dan kelompok atas sebuah realitas yang sesungguhnya.  kesenjangan sosial yang terjadi merupakan sebuah proses rekayasa sosial (Sosial Engginering) atas kendali epos modernitas.
Selubung modernitas itu memperlihatkan kita pada sebuah penampakan kesenjangan sosial yang terjadi dengan miniatur-miniatur spasional dan temporal. Pemandangan ini di telah di ungkapkan oleh Anthony Giddens terkait dengan proyek epos modernitas itu. Menurut Giddens modernitas adalah sebuah panser raksasa (Janggernaut) yang dinamis dan sulit untuk di kendalikan (Runaway). Epos ini menurut Anthony Giddens terdiri dari empat institusi yaitu pertama, kapitalisme berdasarkan pada sebuah kepemilikan modal pribadi, sistem produksi, sistem kerja tanpa Poverty, dan sistem kelas. Kedua, Indutrialisme merupakan bentuk eksplorasi Alam dengan menggunakan teknologi. Ketiga, birokratisme adalah sebuah susunan struktural bersifat hirarkis  untuk melakukan proses pengawasan terhadap individu dan kelompok terhadap aktivitasnya terkhususnya warga pada konteks kenegeraan. Keempat, Militerisme merupakan sebuah institusi yang di gunakan untuk mengendalikan konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat sehingga fungsinya merupakan sebuah social control (pengaman).
Keempat institusi ini mengantarkan masyarakat dalam sebuah tingkatan solidaritas organik dalam masyarakat menurut Durkheim. Dimana masyarakat berada sistem difirensiasiasi dan stratifikasi sosial yang tinggi. Diferensiasi dan stratifikasi sosial ini menurut Giddens bahwa hal ini di sebabkan oleh sebuah sistem keahlian teknik yaitu proses kecakapan teknik yang di miliki oleh masing-masing individu atau keahlian profesionalisme yang di bentuk oleh sebuah institusi sosial. Berdasarkan dengan pandangan ini Berger membahasakan bahwa sistem sosial saat ini  semakin plural yang mengakibatkan sebuah ketimpangan sosial[1]. Kesenjangan status sosial semakin jelas penempakannya. Refleksifitas dari sebuah tatanam sosial ini tak lebih dari sebuah momok atas kesejangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. 
Kesenjangan sosial bukan hanya pada sebuah status dan peran sosial di dalam ruang-ruang sosial. Akan tetapi, kesenjangan sosial dapat di amati dengan pada ruang yang telah terpolarisasi. polarisasi ruang telah banyak di kemukakan oleh tokoh-tokoh sosial dalam membahas kesenjangan sosial. Sebab dari polarisasi tersebut adalah penerapan kebijakan ekonomi, Hukum, prinsip-prinsip kemanusiaan yang bersifat Universal. Bentuk-bentuk dari polarisasi dunia yang menjajakkan indikator-indikator yang bersifat universal menggunakan hukum positivistik. Akibat dari polarisasi itu mengakibatkan munculnya berbagai macam konstruk fenomena-fenomena kesenjangan sosial. kesenjangan sosial yang di  bentuk polarisasi ruang adalah seperti yang di kemukakan oleh Samir Amin dalam mendefinsikan polarisasi dengan menggunakan perangkat ekonomi bahwa negara maju berada di pusat (core/Central)dan negara miskin pinggiran (peryphery).  Konteks ini memberikan kita sebuah gambaran dalam bentuk sentralisasi pembangunan. Relasi dari ungkapan Samir Amin dengan kesenjangan sosial dengan tulisan ini adalah pada pendikotomian ruang yaitu pusat dan pinggiran. Akan tetapi analisis ini tidak di gunakan untuk membahas kesenjangan yang terjadi pada antara pusat dan pinggiran. Melainkan, pada kesenjangan sosial yang terjadi di bagian pusat.
Pendikotomian ini mamandu kita untuk masuk sebuah pendikotomian baru mengenai pusat dan pinggiran terhadap pembacaan mengenai ruang terhadap masyarakat adalah masyarakat pusat dan masyarakat pinggiran. Masyarakat pusat adalah masyarakat yang mendiami wilayah kota sedangkan wilayah pedesaan merupakan sebuah masyarakat pinggiran. Sesuai dengan pandangan sebelumya bahwa kesenjangan tidak berada pada lokus kesenjangan pusat dan pinggiran. Akan tetapi menjadi fokus pemabahasan adalah kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat pusat yang berdiri di atas dari sebuah kenyataan pada masyarakat pusat. Hal ini bisa kita lihat pada realitas masyarakat pusat seolah menjadi wisata pengatahuan untuk menjelajahinya dengan berbagai ketimpangan diantaranya sebagai berikut:

Miniatur Pencakar Langit VS Miniatur Kumuh
Menurut Soekarno presiden RI pertama bahwa Kemajuan suatu negara di tandai oleh keberadaan sebuah bangunan yang menjulang tinggi dalam tata ruang kota dalam suatu wilayah atau negara. Hal ini bisa kita amati dari beberapa negara di dunia yang punya perekonomian yang cukup maju dan masyarakatnya sejahtera. Negara-negara tersebut adalah Prancis yang Identik dengan menara Eiffel, Amerika Serikat Identik dengan patung Liberty, Italy Identik dengan menara Pisa. Sehingga hal mendasari pembangunan Monuman Nasional (MoNas) yang di miliki  oleh Indonesia yang menjadi tanda keberadaan ibu kota RI dan kohesi sosial yang di masyarakat. Akan tetapi, keberadaan MONAS tidak menunjang Indonesia ke arah yang lebih baik. Justru bangunan ini hanyalah sebagai gudang penyimpangan romantisme masa lalu. Karena generasi mudah saat ini sudah ogah dengan kehidupan yang primordial yang tidak menawarkan fantasi seks. Di MONAS tidak ada pelampiasan hasrat untuk di kosumsi kecuali meniatur-miniatur yang bercerita.
Sebagai bahan reflektif dunia identik dengan gedung-gedung pencakar langit. Ketika di lihat di atas udara bahwa dunia ini menjadi lukisan gedung pencakar langit.  Di hiasi dengan warna-warna rumah kaca yang menyilaukan mata, bangunan tersusun latihan berbaris dengan satu komando garis jalan. Dunia saat telah sesak dengan gedung yang menjulang tinggi. Apartemen yang berdiri kokoh, istana para konglemerat, perusahaan beridiri tegak atas kecokkakannya dengan ekskploitasi terhadap alam, gedung pemerintah berhias kemewahan, restoran melampui pendapatan, pusat perbelanjaan sebagai monumen kebuasan konsumtivisme manusia. Pesta wisata menjadi fenomena manusia modern. Kenyataan ini bisa di lihat terhadap negara-negara yang memiliki gedung tinggi seperti Malaysia yang identik dengan negara Petronas, Kuba Identik dengan gedung Pencakar langit, Arab Saudi Identik dengan jam tertinggi di dunia. Gedung ini menjadi penanda terhadap sebuah negara walfare state (negara kesejahteraan), masyarakatnya dianggap sebagai masyrakat yang sejahtera dan swasembada. Di negara-negara ini pula para penikmat wisata dunia keluyuran.
Pertanyaan kemudian dimana posisi Indonesia sebagai penanda negara Walfare state yang jelas dengan konstitusi keindonesiaan. Sebenarnya gedung yang menjulang tinggi di Indonesia  tidak kalah menarik dengan negara-negara yang lain, lihatlah peseona Jakarta yang di penuhi dengan gedung-gedung yang tinggi, segala pusat berada disana. Bahkan orientasi dari setiap daerah membangun kota dunia yang di penuhi ketimpangan sosial yang ada disana. Apakah permasalahannya hanya bersifat sektoral atau atau keseluruhan wilayah Indonesia.
Jakarta merupakan ibukota negara yang menjadi pusat pemerintahan dan administasi dan sekaligus pusat ekonomi.  Pesona wajah Jakarta yang menggiurkan dan mengalihkan pandangan setiap orang yang melihatnya akan tetapi di balik wajahnya yang mempesona dan rupawan ternyata menyimpang sebuah kemunafikan. Di balik gedung-gedung yang menjulang tinggi itu sebuah pemandangan yang lain. Lingkungan kumuh berada di kanal-kanal Jakarta, pemukiman kumuh di sudut-sudut Kota dan paling para adalah di belakang gedung yang menjulang tinggi ternyata terdapat pemukiman yang tak layak huni. Masih ada rakyat hidup di kolom jembatan, masih ada rakyat tidur di trotoar jalan, sekecam itu kota. Sebuah ibu kota RI yaitu Jakarta.
Bergeser ke daerah lain sebagai cerminan kemajuan di Indonesia Timur yaitu kota daeng (Makassar). Dengan pergerakan perekonimian yang cukup maju sehingga menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengembangan perekonimiannya. Dengan kemajuan yang di miliki oleh kota makassar. Indonesia telah di tempah sebuah isu pada Tahun 2010-2011 tentang perpindahan ibukota Indonesia. Salasatu kota yang bersedia untuk menjadi calon kandidat ibu kota negara RI adalaha makassar, selain itu pada tahun ini para pemimpin tertitnggi wilayah ini merencanakan kota makassar menjadi kota dunia. Hal ini menjadi tidak mustahil sebab apapun  bisa di raih apabilah di sertai usaha yang giat dengan mengorbankan nasib masyarakatnya.
Sadarkah pemerintah saat ini dengan kondisi masyarakatnya saat ini, lihat penampilan makassar. Makassar tidak ubahnya dengan Jakarta setiap hari macet mulai dari sekitar jam 4 sore sampai jam 8 malam telah mengalami kemacetan di jalan-jalan utama. Kita tidak usaha melihat kesiapann infrastruktur-infrakstruktur. Akan tetapi lihatlah kondisi masyarakatnya, pinggir Kanal merupakan sebuah pemukiman yang kumuh, tidak percaya silahkan telusuruhi kanal-kanal kota makassar khususnya du belakang mesjid Istiqlal. Selain pemukiman yang tak layak huni ada di pusat pemerintahan kota makassar yang di lindungi oleh gedung-gedung yang menjulang tinggi sekitar area pantai losari.
Pemandangan ini menjadi warna di masyarakat perkotaan atau masyarakat pusat dimana di balik sebuah country state terdapat sebuah kesenjangan sosial yang cukup besar. Lihatlah wajah mereka dan dimana dia tinggal kata Iwan Fals tidur beralaskan bumi beratapkan Langit. Hal ini menjadi hiasan kehidupan masyarakat kecil yang tak punya apa-apa. Selain itu rumah mereka di lingkungan kumuh berdinding dengan zeng, beralaskan dengan tikar, penuh dengan hiasan koran. Tetapi lihatlah disana rumah mereka beratap sakura roof , berdinding betong, berhiasi dengan barang antik Cina. Bertabur emas dan mutiara. Mobil tiga di pelataran parkir sementara penduduk marjinal berkendaraan roda sampah bercek lumpur-lumpur sampah.
Tidak adakah ibah untuk mereka untuk berbagi nasib. Apakah mereka hanya sebagai objek pahala di bulan suci bagi orang-orang yang berduit. Hanya menerimah santunan ketika hari-hari suci tiba. Seperti bulan suci ramadhan yang menjadi ladang yang paling subur bagi mereka. Ini hanya sebuah nestapa kemanusiaan  untuk di selesaikan bersama. Hal ini butuh rangkulan kita untuk melangkahkan kaki bersama untuk mencapai kemanusiaan yang ideal. Kita butuh Utopia untuk meneggakaan keadilan untuk disusupkan dalam realitas supaya realitas itu ada. 

Dasi dan Telapak tangan keatas
Ketimpangan sosial  struktur tata ruang kota di bahas sebelumya. Namun, dalam epos modernitas yang telah di kemukakan oleh Giddens mengenai epos ini adalah sebuah sistem birokrasi yang di ciptakan untuk mengendalikan sebuah situasi sosial yang telah terdiferensiasi oleh sebuah spesialisasi-spesialiasasi keilmuan. Dengan epos ini menusia menjadi terinstitusinalisasi. Institusional ini membentuk sebuah manusia yang homogen dan eksklusif.
Dengan kehidupan yang seperti ini nilai dan moralitas menjadi terlembagakan dalam sebuah institusi. Pembuktian kapabilitas seseorang di ukur dari deretan angka dengan simbolitas pembungkus diri. Sistem tata nilai menjadi konstruk sosial menjadi budaya yang universal. Pemaksaan sebuah identitas untuk di terapkan sebuah identitas yang lain, peniadaan pluralitas estetis untuk menghadirkan pluralitas  kronik. Pluralitas estetis adalah pengayoman terhadap kedirian individu lain dengan tidak memaksakan kehendak kita terhadapnya. Sedangkan pluralitas kronik adalah pemaksaan indentitas yang lain untuk menjadi bagian dari kita dengan menggunakan prinsip spesialiasi-spesialiasi. Sebagai contoh pluralitas kronik sangat berbeda dengan isntitusi-institusi dengan pluralitas dalam dalam masyarakat yang tidak terinstitusionaliasasi. Sebagai contoh institusi pendidikan menciptakan sebuah pluralitas dengan spesialiasi-spesialisasi disiplin keilmuan dengan cara pemaksaan kehendak akan tetapi dalam masyarakat pembentukan karekter dan kreatifitas berjalan begitu alami menentukan potensi hidupya.
Kehadiran birokrasi menjadi titik pangkal oleh sebuah kelas sosial baru dalam masyarakat. Pada awalnya sistem kelas dalam masyarakat di tentukan oleh sistem primordial atau sistem hukum adat namun dalam pembentukan kelas dalam masyarakat tersebut bersifat eksklusif seperti pada pembentukan kelas pada masyarakat hindu yang menjadi empat kasta. Tingkat kesenjahteraan ini seseorang di tentukan oleh posisi setiap kasta sebab tidak mampu melakukan mobilitas sosial.
Namun konteks ini tidak jauh berbeda dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini. Akan tetapi situasi sosial yang terjadi saat ini tak jauh bedanya dengan zaman lampau dimana fondasi kehidupan sosial dengan sistem liberal. Semestinya yang kita tahu adalah bahwa yang terjadi saat ini adalah neo hukum rimba bahwa kehidupan ini adalah sebuah kompetisi dan persaingan siapa yang tidak punya modal dan skill harus tersingkir dari arena persaingan. Bersiap untuk menjadi budak para modal dengan kerja  upah minimun yang sangat rendah.
Dengan munculnya berbagai berbagai macam kelas karena ditentukan oleh status dan peran yang di embangnya. Dalam kelas ini memberikan sebuah perbedaan yang cukup signifikan terhadap masing-masing peran yang di miliki dengan upah yang di dapatkan. Akan tetapi menurut Marx bahwa dalam masyarakat terdapat dua kelas yang yaitu kelas ploretariat dan kelas borjuasi. Akan tetapi, dalam kondisi masyarakat saat ini bukan hanya kelas ini yang bermain tapi dengan berbagai macam kelas.
Akan tetapi realitas masyarakat pusat adalah fenomena munculnya berbagai macam profesi dan keterbukaan pada hati nurani. Salasatu profesi di masyarakat kontemporer adalah masyarakat peminta-peminta. Kelas sosial ini menjadi sandingan terhadap masyarakat berdasi di masyarakat pusat. Ketika kita berjalan di dalam institusi dan lembaga pemerintahan, lembaga formal kita menemukan pemandangan yang mengasyikkan yaitu pakaian yang bersih, rapih, wajah yang rupawan. Pesona mengalihkan dunia ku untuk bisa menjadi mereka.
Situasi yang berbeda ketika kita berjalan di kota ini pada pinggir jalan di hiasi dengan pemandangan yang berbeda yaitu sebuah penampakan sosial yang timpang seperti disabilitas adalah kelas sosial yang memiliki kekurangan salasatuh tubuh, Lansia (Lanjut usia), anak Kecil yang tak tau apa-apa, semuannya berada di pinggir jalan menengadahkan tangannya ke atas berharap sesuap nasi untuk hari ini. Fenomena seperti bisa kita amati di jalan Hasanuddin kota makassar dan masih banyak jalan lagi yang di tempati kelas seperti itu menengadahkan ke atas. Namun yang menjadi pertanyaan adalah di balik kehidupan di masyarakat pusat adalah yang gelamor, kelimparuahan pendapatan dan tingkat kesejahteraan ternyata masih ada sebuah kelas sosial seperti itu. Apakah kelas sosial ini merupakan sebuah rekayasa sosial atas eksistensinya di kota atau karena sebuah situasi alamiah yang menentukan posisi mereka seperti itu. Hal ini menjadi sebuah tanda tanya dengan kehidupan kota merupakan ruang yang terbuka untuk melakukan mobilitas sosial akan tetapi masih ada kelas sosial yang terpinggirkan.
Ataukah memang ruang sosial ini merupakan sebuah arena hutang belantara gedung—gedung pencakar langit sebagai arena kompetisi sebagi penerapan hukum neo hukum rimba sehingga mereka adalah orang-orang yang kalah pertarungan tersebut. Sehingga mereka menjadi kelas belas kasih sebagai penyeimbang kelas sosial yang lain supaya ada orang yang di kasih dan tempat pengeluaran bagi kelasnya.
Sehubung dengan ini terdapat teori dalam sosiologi yaitu sosiologi struktural fungsional bahwa kelas sosial ini merupakan sebuah perangkat sistem sosial secara fungsional telah teringtegrasi ke dalam sebuah bentuk ekuilibrium[2]. Sehingga kelas sosial ini merupakan sebuah kewajaran sebab kelas sosial ini akan beradaptasi dengan lingkungan sosial yang menjadi pembentuknya. Sehingga kehadirannnya merupakan sebuah penyeimbang dengan kelas sosial yang lain.
Akan tetapi, bukankah keberadaan mereka  butuh di selamatkan, dimana posisi negara yang telah menjajikan mereka kehidupan yang layak bahwa anak terlantar dan fakir miskin di pelihara oleh negara dan tanah, dan bumi di kuasi oleh negara untuk kepentingan rakyatnya. Apakah ini hanyalah sebuah anekdot yang tak perlu kita terapkan.
Permaslahan sosial yang terjadi saat ini tak perlu di kembalikan kepada negara sebab negara hanya sibuk dengan urusn internasionalnya. Mari bersama berjuang untuk membebaskan mereka dari keterpenjaraan sistem yang tidak adil. Mereka butuh uluran tangan kita untuk berjuang bersama untuk keluar di lingkaran setang kemiskinan. Siapa lagi kalau bukan kita untuk bersama dengan mereka.

Apakah Pedagan Kaki Lima sebagai Anomali
Fenomena lain yang di tampakkan dalam ruang masyrakat pusat adalah penataan tata ruang kota. Sekali lagi sistem sosial yang tak berpihak pada masyarakat kecil dan memiliki modal yang sangat kecil, bersiap untuk tersingkir dari persaingan. Sebab keberadaan mereka akan di buang pada tempatnya. Salasatu penyeimbang dalam perekonomian makro adalah kehadiran perekonomian mikro.  Salasatu dari bentuk dari perekonomian mikro adalah keberadaan pedagang kaki lima.
Pedagang kaki lima ini mewarnai pinggir-pinggir jalan kota makassar dan kota-kota besar di Indonesia. Keberadaannya menjadi tumpuan ekonomi kelas bawah sebagai penopang perekonomian mikro. Di sinilah para kelas-kelas bawah menjadi sandungan untuk mengatur roda perputaran uangnya tidak seperti para pengusaha yang lainnya hanya berbicara simbolitas uang dengan jumlah fantastis dengan bentuk saham. Akan tetapi dalam masyarakat pedagan kaki lima hanya berbicara pada lima perak dan gocek. Inilah perbedaaan ekonomi mikro dan makro secara sepintas lalu yang tidak terwakili secara keseluruhan dalam disksusi ini. Refleksi peristiwa atas sumbangsih ekonomi mikro dengan konteks kebangsaan. Pada tahun 1997 Indonesia dilanda depresi ekonomi mengakibatkan Indonesia jatuh tersungkur  akibat krisis ekonomi global. Sistem perekonomian yang kacau balau posisi ekonomi Indonesia berada kondisi buncit selama kemerdekaan negara Indonesia. Banyak perusahaan-perusahaan berskala Nasional Kolaps dan guling tikar. Pengangguran terjadi dimana-mana. rakyat Indonesia turut merasakannya dengan inflasi ekonomi yang tinggi. Kondisi ini pun jadi kunci pengusiran masa orde baru (Presiden RI ke-2 Suharto) dari singasana kepresiden selama 32 tahun.
Akan tetapi, dalam kondisi ini di mana para pelaku ekonomi mikro, para pelaku ekonomi mikro masih tetap eksis dalam posisinya masing-masing mengatur pola peredaran uang sesama masyarakat kecil. Para pedagan kaki lima menjadi sandaran penopang perekonomian sebagai pemasok dan penyuplai kebutuhan masyarakat di pada ketika itu kebutuhan-kebutuhan sulit di jangkau oleh sebagian masyarakat. Tetapi, pedagan kaki lima tetap bertahan  dengan modal yang sangat kecil. Peranan ekonomi mikro terhadap bangkitnya kembali ekonomi makro seolah tidak menjadi bahan pertimbangan. Pemerintah bangsa ini seolah lupa dengan peranan ekonomi mikro dan lebih memperhatikan pelaku ekonomi makro.
Selepas dari permasalahan tersebut adalah dengan melihat posisi keberadaan pedagan kaki lima di trotoar jalan. Siapa mereka!mereka adalah pelaku ekonomi mikro. Apa yang mereka lakukan! Adalah sedang menjajakkan makanannya untuk bertahan hidup dari buasnya kehidupan kota. Tapi kenapa mereka di sana! Bukankah hal ini mengotori pemandangan kota! Mereka ada disana karena tidak mendapatkan perhatian  dari pemerintah untuk mendapatkan tempat yang layak untuk mereka. Mereka sebanarnya sudah di siapkan oleh pemerintah akan tetapi posisi tempatnya tidak strategis dan kurang di kunjungi oleh pengunjung. Selain itu mereka kalah bersaing dengan para pelaku-pelaku ekonomi yang punya modal besar.  Sehingga untuk mendapatkan konsumen mereka menacari tempat strategis menjajakkan dagannya. Tempat itu adalah di pinggir jalan di pusat aktivitas kantor dan lembaga-lembaga penting. Perhatikan lapak mereka, mereka selalu berdampingan dengan kantor-kantor.
Akan tetapi, menjadi pertanyaan apakah pedagan kaki lima sebagai anomali dalam kehidupan perkotaan atau bukan! Berdasarkan undang-undang penataan ruang di sinilah posisi pedagan kaki lima sebagai  anomali sebab mereka dianggap menganggu keindahan kota sehingga posisi mereka di anggap sebagi sampah yang perlu untuk di bersihkan yang terjadi adalah penggusuran. Sehingga yang terjadi adalah konflik antara pasukan pemerintah (Satpol PP) versus pedagan kaki lima. Pemandangan ini sebagai pentas sandiwara kehidupan akan kerasnya perjuangan kehidupan di dalam kota. Mereka mempertahankan posisinya masing Satpol PP menegakkan hukum dan pedagan kaki lima memperjuangkan keberlangsungan hidupnya. Akibatnya atau korban adalah berada kedua pihak tersebut tapi yang adem adalah para penontonnya dan pengambil parkebijakan yang di lindungi para kroninya. 

Eksklusif VS Insklusif
Selaras dengan kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat pusat sederet peristiwa telah mewarnai kesenjangan-kesenjangan itu. Seharusnya kita tidak luput pada sebuah pergeseran nilai  yang terjadi dalam masyarakat pusat menurut Durkheim bahwa masyarkat pusat adalah sebuah masyarakat yang berada di tingkatan solidaritas organik di masyarkat telah terdiferensiasi dan stratifikasi sosial sehingga memicu terjadi berbagai macam profesionalisme.
Sehubung dengan itu Ferdinan Tonnis mengatakan yang sama bahwa pola pergeseran ini adalaah sebuah pergeseran dari masyarakat yang gemeischaft ke geselchaft. Masyarkat gemeischaft adalah masyarakat yang tingkat kekeluargaan sangat tinggi dan rasa persaudaraan,  kebersamaan masih terjalin dengan baik. Akan tetapi, dalam masyarakat Geselchaft nilai itu menjadi bergesar menjadi nilai yang bersifat individualistik dan acuh tak acuh dalam kehidupan di sekitarnya. Kondisi ini memicu terjadinya sebuah ekslusivitas dalam masyarakat itu dengan berbagai macam pola prilakunya.
Fenomena itu bisa kita lihat dalam masyarakat pusat melalu prilakunya. Dalam sebuah realitas itu sebanarnya merupakan sebuah proses objektivasi dari lingkungan sosial yang terjadi dalam dirinya. Akan tetapi, perlu kita ketahui eksluvitas itu kita bisa lihat dari struktur-struktur bangunan yang melingkupi rumahnya. Coba perhatikan struktur bangunan yang terdapat dalam masyarakat pusat. Rumah-rumah mereka telah di batasi dengan tembok yang cukup tinggi sampai tidak ada orang yang bisa mengamati aktivtasnya dari luar atau tetangganya. Efek dari ini adalah tetangga yang satu dengan tetangga yang lain tidak saling mengenal. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Mereka masing teraleanasi dari kehidupan yang menjadi kodratnya sebagai mahluk sosial.
Selain itu, perilaku masyarakat pusat  adalah mereka hanya mereka bergaul dengan seprofesinya saja. Orang-orang dalam masyarakat tersebut hanya lebih akrab dengan sahabat kantornya dari pada yang lain. Hal ini mendasari ekslusivitas bagi dirinya atas objektivasi dari pergaulan mereka. Karena kehidupan mereka hanya di kejar dengan waktu dengan pekerjaan yang menempuk. Sehingga dengan aktivitas yang seperti ini membentuk dirinya dan teralienasi dari kehidupan sosial.
Sehingga dengan fenomena yang muncul sebuah organisasi-organisasi perkumpulan sesuai dengan latar belakang denga profesi mereka seperti perkumpulan para dosen dan perkumpulan para mahasiswa dan perkumpulan geng motor. Selain itu, perkumpulan itu memunculkan ekslusivtas  terhadap kelompok yang lain di dasari oleh ego. Sehingga mengakibatkan terjadinya masyarakat konflik sosial.
Tak luput dari itu eksklusivitas adalah  memci terjadinya kehidupan yang individualistik dan sikap acuh dan tak acuh dalam realitas sosial sehingga untuk mendapatkan sebuah perubahan besar dalam masyarakat tersebut sangat kecil kemunkinannya terjadi. Sebab mereka cenderung mementingkan dirinya sendiri dan konsep berpikir bersifat utiltarianisme yang bermain.

Kesenjangan Sosial Sebagai Proyek 
Dengan berbagai macam fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat pusat memberikan keuntungan pada pihak lain. Karena keberadaan kesenjangan sosial merupakan sesuatu yang menggiurkan. Hal yang mendasari tersebut adalah munculnya para cendikiwan yang ingin melacurkan kemampuannya.  Kesenjangan sosial di jadikan alat sebagai mata pencaharian untuk meraut keuntugan yang sebesar-besarnya. Kesenjangan sosial sebagai proyek bisa di lihat dar berbagai aspek dan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti pertama Penjualan kesenjangan sosial yang paling laku di pasar adalah pesta demokrasi. Sebab para aktor-aktor pesta demokrasi menjajakkan jualannya terhadap sebuah solusi terbaik untuk kesenjangan sosial. Akan tetapi, kelarisan jualan itu tergantung dari proses rasionalisasi kepada konsumen. Konsumen di buai dengan solusi berbagai macam janji-jani politik tentang sebuah kesejahteraan, akan tetap realisasi dari hal tersebut hanya sebagai langkah untuk memuluskan jalan untuk mencapai sebuah posisi tertentu.
Kedua, para NGO dan organisasi manjadi ladang subur untuk meneriakkan kepentingan rakyat atas nama perjuangan. Penjualan perjuangan tersebut adalah sebuah kesenjagan sosial. Hal ini menjadi momen bagi mereka untuk mendapatkan sebuah posisi tertentu di kepemerintahan. Akan tetapi terkadang berteriak atas nama rakyat akan tetapi kepentingan yang di bawah adalah kepentingan kelompok.
Ketiga, kesenjangan sosial adalah sebgai proyek akadamis sebab hal ini menjadi pemantik para pelaku akademis untuk melakukan penelitian dan berbagai macam diskusi di dalam ruang-ruang sosial. Hal yang paling mendasari dalam banyak kesenjangan sosial di jadikan sebagai judul-judul penyelesaian akhir dan mode-mode penelitian yang lain. Selain itu adanya kesenjangan sosial bisa di gunakan untuk mendapatkan pendapatan sosial. hal Ini mungkin yang mendasari Talcot Parson bahwa sesuatu disungsional akan funsional pada masanya karena akan menyusaikan dengan kondisi yang fungsional.
Penutup
Dari berbagai pemaparan yang terjadi di atas. Analsis tentang kenyataan sosial dengan kesenjangan sosial tidak bisa terwakili secara keseluruhan. Bahkan ada  beberapa hal yang bersifat parsial sehingga masih perluh di tambahkan data-data yang real tentang kenyataan itu. Akan tetapi dengan melihat situasi sosial saat ini, hal ini menjadi sebuah kenyataan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sebab kenyataan sosial adalah sebuah realitas yang berada di sekitar kita yang melingkupi kehidupan manusia.

Daftar Bacaan
Johnson, Doyle Paul.1986. Teori Sosiologi Modern. Jilid I. Diterjemahkan Oleh Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia.
Luckman, Thomas dan Peter L. Berger. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES
Ritzer, Goerge. 2011. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhirnya Postmodern. Yogyakarta: Pustaka pelajar.



[1] Peter L berger, et al, pikiran Kembara modernisasi dan kesadaraan Manusia, di terjemahkan oleh Widyamartaya, Lic. Phil (Yogyakarta: kanisius, 1992).
[2] Dr,. Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2009).