Sabtu, 20 Desember 2014

,

K-13 dan Pembudayaan Prematur

KURIKULUM 2013 dan  PROSES PEMBUDAYAAN PREMATUR

apa yang diajarkan dalam proses pendidikan adalah kebudayaan, sedangkan pendidikan itu sendiri adalah proses pembudayaan” (Bung Hatta)

Persoalan dihadapi bangsa saat ini adalah persoalan kebudayaan.  Seiring perkembangan  era globalisasi, kebudayaan Indonesia mulai luntur. Indonesia yang telah terintegrasi dengan budaya Global turut membentuk pola pikir bangsa Indonesia dengan pola pikir budaya barat. Akibatnya masyarakat Indonesia kehilangan identitas kebangsaannya. Untuk mengantisipasi persoalan ini, pemerintah harus mengambil langkah antisipatif dengan membekali masyarakat dengan ilmu pengetahuan budaya. Pembekalan pengetahuan budaya diraih melalui pendidikan.
Budaya melingkupi cipta, rasa dan karsa. Seturut dengan pendefinisian ini, Koentjaraningrat menginterpretasikan kebudayaan sebagai sistem gagasan, sistem perilaku, dan budaya materi yang menjadi milik diri melalui proses belajar.  Proses pembelajaran adalah proses pembudayaan. Langkah tersebut ditempuh untuk mengukuhkan identitas kebangsaan dari terjangan budaya global dengan pola pikir barat. Sementara, dalam proses pembelajaran dibutuhkan perangkat untuk mentransformasikan pengetahuan budaya yang terdiri dari sistem nilai, sistem gagasan, sistem perilaku, daya rasa, daya karsa dan daya cipta. Setidaknya salah satu perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah kurikulum di Institusi pendidikan formal.
Kurikulum adalah perangkat pembelajaran yang dijadikan sebagai acuan untuk mentransformasikan pengetahuan. Kurikulum harus memuat nilai-nilai ideologis dan kultur suatu bangsa. Langkah ini ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri sebagai proses belajar. Seperti yang diungkapkan Yudi Latief Pendidikan adalah proses belajar menjadi manusia seutuhnya dengan mempelajari dan mengembangkan kehidupan (mikro-kosmos dan makro-kosmos) sepanjang hidup, Dalam mempelajari dan mengembangkan kehidupan ini, manusia diperantarai sekaligus membentuk kebudayaan (Aktual.co).
Dengan persoalan kebudayaan yang dialami bangsa Indonesia saat ini ditumpukan pada kurikulum 2013.  Kurikulum 2013 memuat nilai-nilai religius, untuk menjadi manusia yang beriman. bertakwa dan berakhlak mulia. Kurikulum 2013 juga diharapkan dapat menciptakan generasi yang berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Pedoman Kurikulum 2013). Kurikulum 2013 diharapkan menciptakan manusia yang ideal dan berkarakter. Menurut Atin Aprianti, manusia yang ideal manusia yang baik secara moral, taat terhadap hukum, pribadi yang kuat dan tangguh secara fisik, mampu mencipta dan mengapresiasi seni, bersahaja, adil, cinta pada tanah air, bijaksana, beriman teguh pada Tuhan, dan sebagainya (Tribun Jabar). Muatan dalam kurikulum 2013 harus tertanam ke dalam diri individu serta menjadi identitas kelompok. Jadi, pembentukan karakter individu melalui kurikulum 2013 lebih efektif ketika menjadi identitas bersama. Nilai kolektivitas akan turut memperkuat identitas kebangsaan sebagai identitas bersama.
Konsepsi idealitas kurikulum 2013 harus ditakar melalui implementasi kurikulum ini. Kurikulum 2013 ditujukan kepada institusi pendidikan khususnya di sekolah. Efektivitas kurikulum ternyata menuai polemik dalam pengimplementasiannya dalam institusi pendidikan. Pertama dalam tahap sosialisasi belum berjalan efektif, sebab para pemangku pendidikan baik guru, kepala sekolah, pengurus yayasan, dosen, maupun mahasiswa belum banyak mengetahuinya. Kedua, pada penerapan pembelajaran guru masih menggunakan pola lama dalam mengajarkan kurikulum 2013. Di mana siswa dituntut untuk aktif ternyata guru masih lebih aktif, imbasnya guru kesulitan dalam indikator penilaian. Pasalnya indikator mereka gunakan adalah model lama. Ketiga, terjadi inkonsistensi dalam penyediaan perangkat pembelajaran kurikulum 2013, seperti muatan buku paket tidak singkron dengan silabus yang diberikan kepada guru. Beberapa guru membuat silabus sendiri.
Keempat, spirit nilai kebangsaan yang diharapkan kurikulum 2013 tercederai dengan muatan/isi buku berisi konten pornografi, dan unsur politis. Buku paket cenderung memuat nilai-nilai budaya Barat. Misalnya dalam buku paket pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Buku paket tersebut mengajarkan cara berpacaran yang sehat. Hal-hal seperti ini dalam masyarakat Indonesia sangatlah tabu. Pencapaian manusia yang ideal atau manusia berbudaya sulit untuk tercapai karena sudah cacat dari awal. Kelima, menurut pengakuan Anis Baswedan pengimplementasian kurikulum 2013 cenderung terburu-buru. Sebab penerapan kurikulum ini hanya diuji cobakan 6.400 sekolah, lanjut Anis Baswedan mengatakan bahwa belum juga sekolah-sekolah ini memberikan masukan tentang kurikulum 2013. Kurikulum 2013 telah diterapkan seluruh Indonesia 218 ribu sekolah (Tempo.co). Sehingga dalam penerapannya menurut bermasalah.
Selain itu, tantangan penerapan kurikulum 2013 adalah keterlibatan Indonesia dalam pasar Global. Pasar global menekankan kebebasan bangsa-bangsa lain untuk melakukan transaksi dan interaksi bisnis dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi suatu bangsa. Secara otomatis  Indonesia akan diserbu dengan bangsa asing. Sementara sistem pasar global menekankan pada pendidikan berbasis Science, Technology, Engineering, and Matematics (STEM). Sedangkan, kurikulum 2013 lebih pada penguatan nilai-nilai humanistik dan identitas kebangsaan. Setali tiga uang akan mengalami kebablasan. Muatan-muatan buku panduan mangandung unsur-unsur budaya barat. Sementara pemanfaatan  nilai-nila saintis khususnya teknologi dan informasj setengah hati. Sebab, masih banyak guru yang gagap teknologi.
Persoalan-persoalan tersebut mengakibatkan Proses pembudayaan prematur.  Pembudayaan prematur dalam kurikulum 2013 dapat dilihat dari teori integrasi sosial dari Paulus Wirotomo yaitu struktur, prosesual dan kultur. Secara idealitas kurikulum 2013 harus mampu meningkatkan kualitas budaya (peradaban), sebagaimana konsep manusia yang ideal atau manusia yang berbudaya. Sementara, secara prosesual dapat dilihat dari proses pengimplementasian kurikulum  2013 sudah bermasalah. Para guru tidak mampu mengaplikasikan kerikulum 2013 dalam proses ngajar mengajar. Sedangkan pada tingkatan struktur para pengemban pendidikan tidak mampu melaksanakan status dan perannya. Dalam hal ini pemerintah tidak mampu menerjemahkan nilai-nilai ideologis kebangsaan dalam merancang kurikulum 2013 dalam tantangan global. Jadi, sejak awal kurikulum ini sedang bermasalah di tataran struktur. khususnya di tingkat pemerintah
Berbagai polemik yang menerpa kurikulum 2013 ketika dipaksakan untuk diimplementasikan akan melahirkan proses pembudayaan yang prematur. Penyelesaian Persoalan kebudayaan tidak akan tercapai, khususnya kedaulatan dalam berbudaya dalam pusaran pasar Global. Identitas kebangsaan secara terus menerus akan tergerus dan melahirkan manusia yang bermental barat. Mental barat yang cenderung diadopsi adalah mental konsumtifnya dan kehidupan yang glamour. Maka dipandang perlu melakukan reformasi (daur ulang) bahkan menghentikan kurikulum 2013.

Oleh : Sampean
Penulis : Alumni Sosiologi UNM dan Penggerak Literasi Bulukumba

Tulisan ini pernah di muat harian Fajar pada Hari/tgl, Jumat, 12 desember 2014