Jumat, 24 Agustus 2012

Kamis, 09 Agustus 2012

MORAL MASYARAKAT ELIT VERSUS MASYARAKAT MASSA


MORAL MASYARAKAT ELIT  VERSUS MORAL MASYARAKAT MASSA
oleh : sampean
Moral Masyarakat elit versus moral masyarakat massa merupakan judul yang sangat mudah  di telah sebab terma-terma ini membandingkan sebuah status sosial di ruang sosial. Judul ini menggambarkan sebuah bentuk stratifikasi sosial atas maraknya penyimpangan yang terjadi di tatanan sosial. Moral masyarakat elit dan moral masyarakat massa seolah memiliki jarak yang signifikan kedua status sosial tersebut. Dari term ini muncul  sebuah pertanyaan kesenjangan apa yang terjadi!  Jawabannya, simpel bahwa kesenjangan itu adalah perbedaan peran dan fungsi tetapi kenapa mesti ada sebuah penyimpangan! Penyimpangan inilah yang harus kita telah, untuk meretas sekat-sekat  yang terjadi.
Kedua term ini menjadi adu kompotisi moral siapa yang terbaik dalam mengembang amanah dan menjalani sebuah kehidupan sosial. Karena kedua elemen masyarakat ini menjadi warna yang sering di pertentankan untuk menerapkan nilai-nilai moral dalam sistem sosial yang ada saat ini. Moral  masyarakat massa sering menjadi bahan perdebatan dan diskusi yang menjadi karakter bangsa akan tetapi selalu di perhadapkan sebuah model tatanam sosial yang lain dengan konsep modernitas yang melahirkan spesialisasi-spesialisasi keilmuan maupun spesialisasi kemampuan.
Sebelum di tarik ke dalam permasalahan yang sebenarnya  yang harus kita ketahui adalah apa itu masyarakat elit! dan apa itu masyarakat massa! Masyarakat elit adalah masyarakat yang memiliki peran dan status yang terpandang karena tingkat pengetahuan pendidikan, kekayaan dan tingkatan prestise yang di miliki. Masyarakat elit merupakan bagian dari struktur sosial yang berkecimpung dalam dunia lembaga-lembaga sosial. Masyarakat ini sering di sandingkan dengan para birokrat-birokrat pemerintahan dan lembaga-lembaga swasta yang lain maupun individu-individu yang bergelut dalam dunia organisasi. Seperti yang di ungkapakan oleh Harold D. Laswell bahwa Elite adalah individu-individu yang berhasil memiliki bagian terbanyak dari nilai-nilai (values) dikarenakan kecakapannya,  serta sifat-sfat kepribadian mereka dan karena kelebihan tersebut maka mereka terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini diperjelas oleh ungkapkan  Mills Bahwa elit adalah mereka yang menduduki posisi komando pada pranata-pranata utama dalam masyarakat. Dengan kedudukan tersebut para elit mengambil keputusan-keputusan yang membawa akibat yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sedangkan masyarakat massa adalah  masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain masyarakat massa adalah masyarakat yang tidak terlibat dalam struktur pemerintahan. Masyarakat massa ini sangat dominan dengan masyarakat desa, nelayan, kaum miskin kota dan berbagai macam kerumunan. Masyarakat massa masih cenderung memelihara sifat-sifat mistis. Jumlah masyarakat ini dalam struktur sosial memiliki jumlah yang mayoritas.
Masyarakat massa yang memiliki porsi mayoritas dalam sistem sosial sebagai penentu equilibrium (keseimbangan) dalam sistem sosial. Masyarakat massa menjadi sasaran empuk atau korban kebijakan pemerintah untuk mengusung sebuah program-program pemerintahan. Sementara Masyarakat Massa merupakan sebuah hal yang sangat vital  dalam sebuah bangsa sebab Masyarakat massa merupakan sebuah simbol atas tegaknya sebuah bangsa. Masyarakat menjadi penentu dalam gerak bangsa itu.
Masyarakat elit dan masyarakat massa merupakan sebuah sratifikasi sosial di tingkatan sebuah negara atau bangsa atau menurut Marx bahwa dalam tatanam sosial merupakan perjuangan kelas yaitu kelas Borjuasi atau kelas ploretar. Masyarakat penguasa dan di kuasai. Dalam perspektif ini telah tergambar bahwa ada perbedaan fungsi dan peran yang cukup signifikan dalam tatanan sosial. Eksistensi kedua kelas merupakan sebuah perwujudan dari simbolitas keadaan sosial saat ini dan merupakan sebuah bentuk hukum keniscayaan.
Dalam dinamika kebangsaan problem sosial sangat di tentukan oleh lapisan-lapisan masyarakat terutama kedua yang kelas tersebut yaitu kelas penentu kebijakan dan kelas sasaran kebijakan. Untuk konteks Indonesia merupakan sebuah bangsa  yang memiliki segudang permasalahan yang tidak memiliki ujung pangkal hampir setiap sudut-sudut di negeri ini telah mengalami kerusakan. Bangsa ini telah di landa oleh sebuah penyakit megalomania yaitu sebuah penyakit atau kelainan jiwa yang ditandai oleh khayalan tentang kekuasaan dan kebesaran diri. Selain itu bangsa ini telah terjadi pergeseran moral dari nilai keadaban menuju masyarakat yang biadab dengan sistem etika pragmatisme dan utilitarianisme.
Dari berbagai macam persoalan yang telah melanda negeri ini harus di telisik dengan berbagai macam sudut pandang. Sebab dari semua problem itu tidak bisa di lihat dalam satu dimensi yang utuh dan akibat yang di timbulkan. Akan tetapi, harus di telisik lebih jauh sebab permasalahan bangsa ini yang saling terkait. Dari berbagai macam persoalan di hadapi oleh bangsa ini merupakan sebuah tanda tanya besar bagi kita semua yang menjunjung nilai-nilai ke-Tuhanan, kemanusiaan dan keadilan sosial dari berbagai macam kemajemukan bangsa ini. sebagaimana yang telah tertuang dalam asas bangsa ini yaitu pancasila.
Ungkapan yang tercecer yang telah di pungut dalam diskusi amatiran bahwa problem  yang di hadapi oleh bangsa ini adalah karakter bangsa yang tidak tertanam dalam individu dan kelompok masyarakat. Hal ini terlihat praktek-praktek korupsi dari berbagai macam institusi. Korupsi menjadi musuh bersama dalam setiap elemen masyarakat termasuk yang melakukannya.
Korupsi yang melanda negeri ini sangat berkaitan erat dengan perilaku dan tingka laku para pengemban amanah kebangsaan atau masyarakat elit. Sebab para koruptor merupakan orang yang paling sadar tentang kebangsaan dan permasalahan bangsa, sekaligus orang yang paling tahu tentang hukum dan pengatahuan akan tetapi masyarakat elit ini telah melakukan sebuah penyimpangan sosial. Sementara mereka telah di prospek untuk menjadi orang terbaik oleh institusi yang memproduksinya.  Akan tetapi korupsi menjadi semarak setiap sudut telah terjangkiti oleh perilaku ini sebab bangsa terjangkiti oleh penyakit megalomania plus pragmatis.
Sehingga korupsi menjadi sarapan setiap saat di berbagai media cetak maupun media elektronik yang memberitakan setiap saat. Kasus korupsi kian menjadi semarak sebab setiap birokrasi yang  kelas teri hingga kelas kakap telah menjadi penampung uang negara dengan kata lain para birokrat telah melakukan korupsi.
Sehingga tidak heran apabila masyarakat elit dengan masyarakat massa di pertentangkan mengenai perilaku dan tingka laku sebagai aktor kebangsaan. Dengan kondisi masyarakat massa lebih menjunjung nilai-nilai moral yaitu kejujuran dan keadilan dalam menjalankan kehidupan sosial dan kebangsaan. Seperti ungkapan sebuah analogi yang sering di ungkapkan beberapa teman atau beberapa masyarakat bahwa hari ini mereka lebih mempercayai tukang bejak daripada orang-orang yang berdasi dan yang berpakaian rapi.
Hari ini telah terjadi krisis kepercayaan yang sangat luar biasa terhadap orang-orang yang berpendidikan dan orang-orang yang telah menjabat posisi penting dalam pemerintahan atau masyarakat elit terhadap khalayak (masyarakat Massa). Namun mereka selalu memkambing hitamkan institusi pendidikan yang telah gagal membentuk karekter mereka sehingga institusi pendidikan saat ini tidak ada henti-hentinya meneriakkan slogan kearifan lokal. Kegiatan Seminar dan loka-karya di lakukan dimana-mana namun tidak kunjung memperlihatkan hasil dan titik terang dalam penerapannya.
Kearifan lokal terus di sanjung yang notabene para penganutnya adalah masyarakat massa. Nilai-nilai moril dan pesan-pesan nenek moyang terus di jaga oleh masyarakat massa. untuk konteks Indonesia kita tahu bahwa masyarakat massa di Indonesia tingkat pendidikan masih sangat rendah akan tetapi sosialisasi budaya luhur masih dia tetap terjaga dan mengaplikasikannya dengan tiap hari. Sementara orang-orang yang telah  mengadopsi kehidupan modern mereka telah menganggap bahwa itu sebuah tahakyul, cerita dongen dan pesan yang tak berguna karena tidak membawa sebuah kemaslahatan diri untuk menjadi raja kekayaan.
Sebab dunia pendidikan memiliki pandangan dunia yang empirisme. Sehingga produk dari pendidikan ini adalah manusia-manusia super untuk menjadi penghisap bagi rakyat banyak dan pengumpul kekayaan untuk kemaslahatan pribadi dengan menempuh berbagai macam cara untuk meraihnya tanpa memandang halal dan haram semuanya menjadi satu. Hasilnya kita lihat bersama saat ini bahwa masyarakat elit telah menjadi kontestan di berbagai media cetak dan elektronik sebagai koruptor mereka bergantian tampil menjadi terdepan untuk mengelak atau tidak mengakui dirinya sebagai koruptor. Akan tetapi, mereka selalu bangga meneriakkan demi kemaslahatan rakyat banyak dan demi pembangunan bangsa hal ini itu adalah Cuma bualan yang selalu di lontarkan untuk masyarakat massa. Masyarakat massa menjadi korban pembohongan sebab elit di negeri ini hidup pada landasan yang sangat rapuh dan penuh dengan kebohongan.
Namun disisi yang terbalik posisi masyarakat tetap mempertahankan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan religiutas  yang masih tercermin dalam kehidupan masyarakat massa. Sementara sebagian besar dari mereka belum tersentuh oleh pendidikan institusional dan sementara masyarakat elit tahu segalanya namun mereka melakukan penyimpangan dari keilmuannya. Munkin inilah pengetahuan yang tidak memiliki posisi netral sebab pengetahuan bisa di arahkan kepada yang baik maupun  buruk.

Rabu, 08 Agustus 2012

Kabut



Oleh : sampean
Pelataran yang hijau menghampar menjadi altar dari sebuah kesaksian kepada sang pencinta mengantarkan kekasih bekunya ke relung-relung hati yang perih. Saat senja tiba menanti malam, malam terasa indah bayanganmu terasa ada di dekatku berbicara dengan ketulusan bericara tentang masa depan malam pun berharap untuk mengatakan kepada siang untuk menyampaikan bait-bait kesucian dengan harapan untuk bertemu esok hari untuk bercerita denganmu. Segudang madu yang harus tertumpah dalam gelas untuk pertemuan kita untuk menyambut sang putri yang selalu menemani hati ini. Wajahmu telah merias hariku untuk melampuai harimu. Hingga aku berpikir keindahan ini yang telah membuatku mabuk oleh isi  cawang berisi rasa perih untuk mencinta, aku pun berpikir untuk mengungkapkan rasa ini untuk mu. Tapi saat aku bertemu denganmu semuanya serasa beku, suasana menjadi dingin hanya menatap wajahmu segenap harapan untuk bisa menemaniku dalam setiap hariku. Tapi kau begitu pilu menceritakan tentangmu dan tentangnya, kau terlalu mencinta masa lalumu namun kau di abaikan oleh masa lalumu namun masa lalumu pun itu juga  membutuhkanmu.
Saat pertemuan kita aku selalu ingin menyampaikan bait-bait suci itu terhadap mu. Tapi aku menganggap diriku terlalu rendah untuk mu aku tak pantas untukmu karena bagiku kau adalah sosok sang putri yang terlalu suci untuk di sakiti, terlalu baik untuk di khianati. Tapi tahu kamu kau telah memberikan aku cahaya dalam hidupku yang merasakan cinta hingga hari ini, memberikan aku banyak pelajaran tentang itu. Itulah anugrah yang terbesar yang pernah aku rasakan selamanya. Aku bangga telah mengenal  mu dan menjadi tempat  untuk berbagi. Hingga hari ini pun kau tak pernah mendengarkan kata hati ini walau kabar angin telah menyampaikannya. Karena aku terlalu mencintai diriku karena aku tak mampu mengungkapkan cintaku terhadapmu. Tapi tahu kau sungguh menyakitkan mencintai  seseorang yang tidak mencintaimu tetapi yang lebih menyakitkan lagi adalah mencintai seeorang jika tidak memiliki keberanian untuk menyatakan cintanya kepadanya.
Tak ada yang harus  ku sesalkan dari yang ku rasakan dalam diriku, karena kau telah memberikan kesegaran kepada jiwa yang telah kering, karena ada sebuah kesucian dan ketulusan yang kau hidangkan. Namun aku telah menyalah artikan semua... perhatian itu. Aku terlalu berharap untuk memiliki mu tapi kau tak berharap untuk di miliki. Tapi satu yang paling berharga dalam diriku adalah kamu selalu tersenyum yang selalu melambangkan ketulusan, sehingga kebahagiaanmu adalah sebuah kebahagiaanku yang selalu mendekap dalam hatiku untuk meruntuhkan egoku. Satu hal yang harus kau tau aku selalu ada untukmu itu  kata yang sering ku unkapkan dalam sebuah pesan untukmu. Aku telah juga bersalah telah menghiraukanmu dalam  persendiaan ku berharap untuk menjauh tetapi celakahnya aku telah menyiakan-nyiakanmu karena tanpa mampu mempertahankan persahabatan kita. Namun jauh yang paling dalam hati ini berharap untuk mengetahui sedikit rasa terhadapku yang telah membawaku pada candu yang memabukkan.
Satu hal yang harus kau tahu adalah ketakutan untuk melupakanmu karena aku takut tidak lagi menemukan dirimu dalam diri mereka yang lain. Sebab Kesempurnaan mu lah telah menutupi kegelapan menjadi cahaya hingga saat ini menjadi pelita  untukku yang terus memberikan inspirasi. Jadilah bintang untukku yang selalu menenamiku walau sebatas cahaya. Walau Bisa menghilang sekejab lalu tapi dalam angan ku, sebab aku sadar cinta tidak selamanya memiliki sebab cinta hanya mencintai dirinya sendiri. Itulah kekuatan cinta, cinta yang mencari dirinya sendiri untuk di cintai dan akan bertemu pada suatu masa, masa yang bergelimang dengan kebahagiaan penuh dengan canda, tawa dan sedih pada sebuah kebersamaan dan ikatan yang hakiki.

&&&

Review Buku:


Review Buku:
RUNTUHNYA UNIVERSALITAS
SOSIOLOGI BARAT
(Bongkar wacana atas : Islam Vis A Vis Barat, Orientalisme postmodernisme, dan Globalisme)
Djogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008
402 hlm.
oleh : sampean
Buku ini di tulis oleh Bryan S. Turner dan di terjemahkan oleh Sirajuddin Arief, M. Syukri, Inyiak Ridwan Muzir. Bryan S. Turner adalah seorang dekan fakultas Seni dan Professor Sosiologi di Universitas Deakin, Australia. Buku ini merupakan kumpulan essai dari berbagai rangkain kuliah yang di berikan di beberapa tempat khususnya di tempat dia  mengabdikan dirinya sebagai seorang dosen di Universitas Deakin, Australia. Buku ini merupakan sebuah rangkain naratif teoritis terhadap sebuah perkembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya sosiologi sebagai disiplin Ilmu yang lahir di rahim orang-orang barat.
Seperti tersirat dan tersurat dalam buku ini, buku ini bisa di bagi menjadi empat bagian tapi yang  sebenarnya dalam buku ini terdiri dari lima bagian saya peramping menjadi empat bagian sebab bagian pertama dan kedua memiliki hubungan yang erat dan tak perlu di pisahkan. Dalam pemabahasan buku ini menjelaskan perkembangan zaman yang melahirkan sebuah pertentangan diskursus yaitu Islam versus barat sebagai yang tersurat dalam judul buku ini. Buku ini mengungkap secara kritis terhadap diskursus epos yang terjadi saat ini. Sebagian buku ini sangat di pengaruhi oleh pemikiran Edwar W. Said tentang Orientalisme yang menjadi landasan utama buku ini, kedua buku di pengaruhi oleh Max weber dalam menelah masyarakat menggunakan pendekatan ekonomi dan pandangan max weber terhadap Islam.
Dalam buku ini sebagai bentuk eksposisi problem pengatahuan yang terjadi di barat dengan mengunakan pendekatan sosiologi dengan metode komparasi melalui struktur dan kebudayaan (Turner, 51:2008). Di mana bentuk universalitas teori barat telah menghegemoni pengatahuan sebagai budaya yang agung dengan kolonialisasi lewat pendidikan dan media. Pengetahuan barat sebagai upaya untuk menyelamatkan kita dari kegelapan. Barat pun mendistorsi epistemologi dengan mengfragmentasi sebuah etno epistemologi. Etno epistemologi adalah pemisahan wilayah pengatahuan berdasarkan letak wilayah geografis atau upaya untuk mentaksonomikan pengatahuan berdasarkan wilayah geografis dengan pendekatan struktural dan kebudayaan. Pembagian ini melahirkan dua diskursus pengetahuan Barat dan Timur. Pendikotomian pengetahuan ini secara gamblang di jelaskan oleh Edwar W. Said sabagai diskursus Timur Dan Barat sebagai bentuk ekspresi terhadap kekuasaan barat.
Berdasarkan wacana ini melahirkan sebuah dualitas pengatahuan yang mengambil posisi biner yaitu studi orientalisme dan oksidentalisme. Studi orientalisme menurut Edward W. Said merupakan cara untuk mempelajari Timur dengan cara membuat klaim-klaim terhadap mereka untuk melegitimasi prasangka yang dilakukan oleh mereka dengan upaya untuk menundukkan Timur  dengan menvisualisasikan Timur.
Dari definisi ini Orientalisme, barat menghadirkan Timur sebagai hal yang eksotik, erotik, dan asing untuk dipahami dan di mengerti. Kontruksi Timur di bangun oleh barat dengan berbagai macam tipologi karakter Timur di rendahkan dan untuk di kuasai. Suatu hal yang sangat menarik dalam buku ini yang di jelaskan Turner pada buku ini (BAB : 2, Hal : 54) Orientalisme adalah wacana orientalis, kita mengetahui dan membicarakan masyarakat Timur; sementara mereka sendiri (masyarakat Timur) justru mereka sendiri tidak dapat memahami dirinya sendiri di samping itu tidak bisa berbicara balik tentang diri kita (masyarakat Barat). Berdasarkan adagium ini berarti diskursus oksidentalisme tidak melahirkan sebuah  tandingan bagi Orientalisme tersebut.
Islam vis A vis Barat
Dari perbincangan orientalisme terhadap pendikotomian Barat dan Timur merupakan sebuah hal yang yang mengalami kerancuan sebab memiliki kekurangan termasuk pendikotomian wilayah geografis jika wilayah Asia di letakkan  sebagai posisi timur. Sungguh sangat tidak relevan sebab wilayah di Asia memiliki berbagai macam kemiripan budaya di Eropa dan Amerika yang notabene sebagai barat. Jika di studi orientalisme kita lekatkan pada pendekatan agama yaitu Islam sebagai agama Timur dan Kristen sebagai agama Barat yang merupakan tradisi Abrahamik atau agama yang menganut prinsip apokaliptik  dengan pendekatan ini sebuah tanda tanya besar untuk menjelaskan Timur dan Barat sebab Timur memiliki berbagai macam agama selain dari Islam sebagai Agama yang dominan.
Berdasarkan penjelasan Turner dalam buku ini bahwa Islam memberikan sumbangan kultural berharga bagi barat dan menjadi kebudayaan yang dominan di beberapa masyarakat mideterania. Sementara, Islam tidak selamanya bersifat Timur, Kristen pun sebenarnya demikian bahwa agama Kristen sebagai agama Barat. Sebagai kepercayaan semitik yang berakar pada agama abrahamik, Kristen dapat di pandang sebagi agama Timur. Sementara Spanyol, Sisilia dan Eropa Timur, dapat dipandang menjadi agama Barat (Turner: 55; 2008).
Definisi Islam kian menjadi kontroversial menjadi wacana di kalangan orientalisme sebab Islam menjadi ancaman bagi barat setelah berakhirnya perang dingin atau perang urat syaraf yang di lakukan oleh Amerika Serikat dan Sekutunya dengan Uni Soviet dan Sekutunya. Di akhiri oleh kemenangan Amerika Serikat dan sekutunya yang tidak lagi mempunyai tandingan yang melahirkan negara Adidaya. Uni Soviet menjadi terpecah belah untuk menuntut kemerdekaan masing-masing.
Berakhirnya perang dingin tersebut melahirkan ancaman kultural baru terhadap Barat yaitu Islam. Sebab mereka menganggap bahwa saat ini Islam telah mengalami kebangkitan  yang sebagaimana yang telah di lakukan oleh para pendahulunya. Sebagai bukti terjadinya revolusi Islam Iran yang bisa di kategorikan selevel dengan revolusi Prancis dan Revolusi Inggris.
Dari perkembangan pengetahuan. Islam dan Kristen di perhadapkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan sekuler yaitu logika dan retorika sebagaimana yang telah berkembang di Yunani pada masa itu. Akan tetapi dalam perkembangannya pada masa abad pertengahan Kristen mengalami sebuah masa kegelapan yang harus mengekor kepada Islam yang mampu mentransmisikan Pengatahuan yunani terutama pengaruh Aritoteles terhadap beberapa filsuf Islam Averroes, Avicenna, Al Kindi, Al Razi yang telah memberikan kontribusi besar saat ini terhadap perkembangan ilmu pengatahuan (Hal 96). Kontribusi islam dalam ilmu pengatahuan sangat terasa sekali di bidang sains yaitu ilmu kedokteran, Optik dan Kimia. Kontribusi ini memberikan hak istemewah terhadap islam terutama perkembagan sains.
Jika di telisik saat ini perkembangan ilmu pengatahuan saat bahwa agama dan sains merupakan suatu hal yang sangat kontradiksi sebab sains mengarahkan kita pada hal yang sekuler sementara agama hanya membicarakan masalah-masalah ortodoksi dan teologis. Agama hanya mengedepankan hal yang mistikal sementara sains berbicara yang bersifat empiris dan realitis. Namu ada kebiasaan yang tidak lazim dalam diri filsuf islam yang telah mampu mentransformasikan pengatahuannya dengan mengakumulasi pengetahuan sains dan agama. kenyataan ini menjadi menjadi tanda tanya  bagi orang-orang barat sebab Islam mampu mensitesiskan agama dan filsafat yunani pada waktu itu sementara Kristen di rundung gugatan terhadap pengetahuan sekuler tersebut.
Namun, sumbangsih yang dilakukan oleh para filsuf Islam telah di ingkari oleh orang-orang barat terhadap kontribusi perkembangan pengetahuan saat ini. Seperti yang di kemukakan oleh filsuf Ernest Renan sebagai seorang filsuf prancis mengatakan bahwa mereka tinggal di Timur atau Afrika terbentur oleh suatu cara yang di dalamnya terdapat pemikiran yang benar-benar fatalisik yang menjadi lingkaran besi baginya dan bersifat tertutup. Yang di anggap tidak mampu mempelajari gagasan yang baru (hal 96). Pandangan ini menganggap bahwa Islam hanyalah pembawa Ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani yang steril bagi peradaban Eropa dan di tegaskan kembali dengan prasangka yang lebih halus.
Perlu juga di ketahui bahwa masa pencerahan yang di alami oleh Eropa tidak lepas dari kontribusi Spanyol yang menjadi Pusat ilmu pengatahuan Islam pada waktu itu. Satu hal lagi bahwa pada saat itu Spanyol menjadi peradaban Islam yang memiliki Perpustakaan yang cukup besar yaitu perpustakaan Cordoba. Perpustakaan Cordoba menjadi sasaran kedengkian Barat membumi hanguskan karya-karya muslim disana. Adapun yang tersisa di rekontruksi oleh Barat dengan mengaburkan nilai-nilai Islam terhadap manuskrip-manuskrip Islam. Seperti nama Filsuf ibnu Sina di rubah menjadi Avicenna, Ibnu Rush di ubah menjadi Averroes dan lain-lain sebagainya. Berdasarkan perspektif ini bahwa Barat berdiri di atas sebuah kemunafikan epistemologi.
*
Perspektif terhadap Islam
Pertanyaan yang mendasar untuk Islam adalah Apakah Islam sebagai agama atau bukan? Sebab Islam yang selama di gambarkan oleh barat hanya sebagai tradisi abrahamik sebagaimana kristen akan tetapi Islam memiliki ciri khas yang berbeda dengan kristen. Menurut Pandangan David Hume Islam sebagai bentuk teisme yang sempurna di banding Kristen dengan doktrin trinitasnya, menyusul berikutnya bahwa pandangan Islam sebagai bentuk menghargai akal namun di sisi lain Islam sebagai agama yang sempit dan tidak toleran (Hal 100).
Tapi perlu di ketahuai bahwa Islam merupakan pengejawantahan dualitas terhadap keyakinan sebab Islam bisa bersifat agama dan Sistem sosial. Islam sebagai agama karena Islam merupakan seperangkat keyakinan dan ritual sebagai bentuk perjalanan ruhani untuk mencapai tahap kesempurnaan berdasarkan prinsip apokaliptik. Definisi mengantarkan kita pada sebuah perspektif bahwa Islam sebagai agama merupakan menjunjung tinggi nilai-nilai asketis. Sementara Islam sebagai sistem sosial untuk menciptakan sebuah tatanam yang ideal berdasarkan perpektif profetis yang bisa terimplementasi terhadap realitas.
Seperti yang telah di kutib oleh Turner (hal 108), Huodgson Islam baik sebagai agama maupun sistem sosial di perlakukan sebagai perjalanan kesadaran nurani personal yang bersifat batin dalam menciptakan peradaban yang inpersonal dan lahiriah.

Globalisme, Modernisnme, Post-modenisme
Bahwa perubahan sosial sebagai bentuk keniscayaan yang tak dapat di elakkan maka perjalanan epos yang di hadapi Islam semakin berat yaitu Globalisme, modenisme, dan Post-modernisme.
Proyek epos ini merupakan produk dari budaya barat yang telah mencenkram dunia sebagai proyek-proyek ilmiah yang tak kunjung selesai. Melahirkan budaya-budaya universal yang di anggap memiliki nilai Tinggi  terhadap perkembangan zaman. Misi yang dilancarkan oleh barat merupakan sebuah visi westernisasi dan modenisasi melalui sebuah ideologi besar yaitu Kapitalisme yang mampu mengokomodir semua ideologi yang tetap mempertahankan eksistensinya.
Misi ini di selanjarkan melalui media dengan berbagai macam propaganda yang di lakukan melalui Iklan yang bergantian-gantian dengan berbagai macam indikator-indikator sebagai bentuk mode. Zaman ini mengantarkan kita pada sebuah demokratis hasrat dan dunia yang begitu ilusi sebab segalanya merupakan suatu hal yang melampaui, semuanya semakin cepat, manusia semakin konsumtif, realitas menjadi sebuah resiko atau risk sociaty dan merebaknya ruang asosiasional yang terbuka seperti super market dan drugstore . Ini merupakan gambaran yang singkat tentang dunia saat ini. Tapi bagaimana dengan Islam?
Suatu hal yang ditelisik saat bahwa respon terhadap dunia saat ini peningkatan paham fundamentalisme yang tetap kokoh dibawah nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan di pandang sebagai kebenaran yang dapat di bantah yang merupakan warisan dari leluhurnya yaitu nabi Muhammad SAW.  Menurut weber bahwa ketika teori sekularisasi konvensional sering mengamsumsikan bahwa agama dan modernisasi berada dalam suatu hubungan kontradiktif sebab sifat-sifat fundamentalisme asketik benar-benar mendorong masyarakat dari hubungan komunal tertutup menjadi sebuah komunal yang terbuka untuk melawan masa saat ini khususnya pada Post-modernisme ini.