Minggu, 06 Januari 2013

Pesan dari kertas



Pesan dari Kertas
Oleh sampean

Nenekku yang pernah mengingatkanku di atas lembar kertas yang bernama Socrates hidup yang tak di renungi adalah hidup yang tak layak untuk di jalani. Dia mengunkapkannya saat kami duduk bersama di ruang kecil yang kami sewa untuk setahun. Hari  itu seolah aku tak punya apa-apa, orang yang berjalan di sampingku semua menjadi asing bagiku, walau mereka aku aku kenal, sahabatku seolah pergi menjauh tak peduli lagi kehidupanku, sebab mereka punya hidup sendiri, nasehat mereka tidak lagi terengiang di telingaku, tawa mereka tak mampu lagi aku nikmati, sebab keanehanku tak mampu lagi menampungnya, aku seolah membawanya ke lembah jurang kemudian saya mendorongnya, kata-kata ku tak lagi punya makna bagi mereka, sehingga aku teringat oleh kata-kata guruku bernama Niestche bahwa jika agama membuatmu menjadi terpenjara, maka tinggalkanlah, tapi apabila agama itu memberikan kamu sebuah kebebasan maka ikutilah, inilah adagium yang dia ungkapkan padaku, yang memberikan sebuah pelajaran bagaimana menerima perlakuan manusia dari setiap perilakunya yang menyakiti karena memiliki alasan yang kuat.
Tapi hari itu,  aku hidup  seperti sebatang kara, seolah aku hidup sendiri dunia ini, disampingku tak ada lagi yang membutuhkanku, ku coba untuk melangkah keluar dari ruang kecil ku mencari udara yang segar, mencari kawan untuk bercerita aku tak menemukan siapapun mereka terus menjauh dari diriku, tapi tiba-tiba muncul seseorang yang berbadan tegak, kepalanya botak sebagian, bermata sipit menyapaku dengan ramah, dia menepuk pundakku “sabar nak” kata Dia! seolah dia mengerti segalah kegelisahan dan kesedihanku. Kemudian Dia melanjutkan Perkataannya bahwa kamu memiliki segalanya, kau punya kelebihan yang tak di miliki oleh orang lain, yang perlu kau lakukan adalah memulai sebab satu langkah pertama lebih berarti dari seribu langkah terakhir. Mungkin hari ini kamu di tinggalkan, tapi jangan pernah takut selama senyuman itu masih ada, sendiri bukan berarti kamu harus menyerah akan tetapi kau harus bangkit mengingatkan mereka bahwa kamu bisa tanpa mereka.
Sungguh bijak perkataan beliau, siapa engkau berani menasehatiku, apalagi engkau tak mengenalku begitupun aku, lalu Dia berkata   mengenalmu bukan hal yang penting, Tapi yang paling penting adalah menasehati mu sebab menasehati tak mengenal waktu, siapa kau dan umur akan tetapi menasehati bagaimana kau tau yang seharusnya” aku terdiam mendengarkan perkataan beliau, aku seperti meneguk air menghapus segala ke hausan di telaga ku, kemudian aku bertanya dalam hati “adakah orang seperti dia saat ini?” aku pun membawanya pergi walau aku tak sempat mengenalnya tapi itu bukan masalah, biarkan anugerah itu menyatu dalam diri yang merana.
Sungguh lelah  hidup ini, semuanya datang dan pergi, aku bingung terhadap semua ini  seperti aku memikirkan arah tujuan langkahku entah harus kemana! namun Adikku Naruto pernah mengatakan sebelum Dia pergi menghadap ke pangkuan Sang Khalik bahwa “tempat kita pulang adalah dimana ada orang yang selalu memikirkan kita” tapi dimanakah aku menemukan orang-orang yang memikirkan ku.... sebuah makna filosofis yang sulit aku tebak dan belum menemukan jawaban yang pasti seperti apa, orang yang memikirkan dan apa yang dia pikirkan tentang aku. sebuah jejak yang terlintas di atas cakrawala menembus nirwana kebijaksanaan langkah demi langkah mengantarkan ku pada ruang yang kecil, terbentang kata-kata sebagai bentuk kata sandi untuk membuka ruang yang tak terbatas bahwa “berjalanlah ke Arah cahaya supaya bayang-bayang gelap selalu di belakang kita.”
Sebab dunia ini selalu menyediakan sebuah kasih sayang, dari kasih sayang itu menjadi ikatan untuk menyatukan kita untuk menuai makna kebenaran. Kebenaran yang menuntun kita kepada sebuah ketenagan dan ketentraman pada jiwa yang terlelap dalam kehampaan makna. Jangan pernah menjadi orang yang di definisikan oleh orang lain tapi jadilah seperti selember kertas yang memberikan kehangatan oleh semua pihak. aku teringat pada selember kertas ungkapan seorang sastrawan bernama Paul Celho bahwa carilah legenda pribadimu sebab disana keajaiban itu ada pada dirimu untuk mengubah dunia. Tapi sang guru Lao Tze pernah memberikan ajaran-ajaran kepada muridnya bahwa jangan pernah berusaha untuk mengubah orang lain sebab itu adalah kegagalan yang paling besar yang kau lakukan. Biarkan dia mengalir seperti air. Pelajaran-pelajaran dalam diriku menghampar mengarungi ruang imajinasi untuk ku melangkah jauh bahkan untuk terbang tinggi bersama elang.
Pesan ini pesan kehidupan tentang sebuah kebikjasanaan menempuh hidup yang arif. Hidup ini harus  di tempuh dengan bertahap dalam lingkaran kejujuran daan keikhlasan. Resapi kanyataan itu baik-buruk, keluh kesah, pahit manis satukan dalam sebuah kehangatan kenikmatan filosofi kehidupan yang arif. Itu semua adalah bumbuh kehidupan dengan kelesatan yang tiada tara jika kita nikmati dengan cinta.

Sabtu, 05 Januari 2013

MENCARI JEJAK DEMOKRASI

MENCARI JEJAK
DEMOKRASI
 oleh : sampean
Gerak dalam kehidupan merupakan  bentuk keniscayaan sebagaimana bergantinya waktu. Seiring dengan itu bangsa ini tak terasa telah menempuh berbagai fase dalam pergatian resim. Masih lekat dalam sejarah bangsa ini telah di kategorikan menjadi tiga epos dalam ruang sosial yaitu resim orde lama, resim orde baru, dan Resim orde reformasi. Sistem demokrasi pun silih berganti menjadi sistem kelinci percobaan dengan menggunakan sistem trial dan error. Sehingga kenyataannya adalah setiap pergangantian resim berganti pun sistem demokrasi yang di gunakan. Seperti pada  masa orde lama sistem demokrasi berkali-kali mengalami pergantian sistem demokrasi seperti demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin. Dari setiap pergatian tersebut selalu di gelontorkan alasan-alasan yang rasional untuk membenarkan tindakan sebagai upaya untuk mempertahankan dan menjatuhkan resim sebelumnya.
Seperti yang terjadi pada masa resim orde baru yang menggangap bahwa orde lama telah gagal dalam menegakkkan dan menjalankan sistem pemerintahan yang demokratis sesuai dengan dasar negara ini. Anggapan ini pada resim orde baru membawa pada sebuah kebijakan untuk mengembalikan pancasila sebagai dasar negara. Di atas kepimpinan orde baru, Indonesia di arahkan untuk menjadi seorang Pancasilais. Upaya itu melahirkan sebuah proses ideologisasi dalam masyrakat sebagai  pancasilaisme. Sebagai proses penegakkan sistem sosial dalam masyarakat sebagai bentuk penerapan asas tunggal. Pada masa orde baru sistem demokrasi pancasila di temukan wujudnya dalam kediktatoran asas kenegaraan sekaligus kediktatoran dan totalitarianisme di tubuh pemerintahan.
Dengan berbagai persoalan yang muncul di masa orde baru. Masa ini pun berakhir dengan berbagai alasan sistem pun di gantikan dengan demokrasi Pancasila yang belum menemukan bentuknya yang seperti apa. Dalam masa Reformasi ini telah terjadi fobia  pancasila dengan otoritarian pemerintah pada masa sebelumnya. Ekspektasi terbesar dalam benak masyarakat setelah runtuhnya Orde Baru adalah mewujudkan cita-cita bangsa ini sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang dasar 1945 untuk mensejahterakan masyarakat. Menciptkan sebuah tatanam sosial yang damai, aman dan tentram. Mewujudkan birokrasi tanpa KKN ala Orde baru, memberikan kebebasan berserikat dan berekspresi. Itulah harapan di benak kami dalam semua masa  yang baru. Setelah runtuhnya tirani tersebut darah, air mata dan keringat menjadi kurban masa lalu. Hal ini menjadi sebuah romansa masa lalu, kenangan telah menjadi kenagan semuanya telah usai. Masyarakat hanya bisa menerawang masa depan yang tiada henti dengan segala harapan yang sisa menjadi tabungan dalam benak kita semua.
Pada tahun 1998 di ukirlah masa tersebut dengan penuh janji yang semu, di ubah semua konstitusi negara sesuai kebutuhan para konglemerat dan kepentingan pejabat negeri ini untuk berpihak kepada mereka. Rakyat jadi kurban masa reformasi sebagai demokrasi trial and error.  Pada hari ini keberpihakan sistem dan kebijakan belum menyentuh apa-apa menjadi yang menjadi semestinya.
Dari sejak Tahun 1998 hingga tahun 2013 perjalanan masa reformasi telah mencapai usia ±15 Tahun. Tetapi, masa ini belum bisa menemukan titik terang keberpihakan sistem pemerintahan  di masyarakat. Sistem demokrasi di indonesia masih mengalami kalang kabut. Walau bangsa ini telah menyelenggarakan pemilu langsung sebanyak dua kali. Akan tetapi, keterlibatan rakyat dalam sistem demokrasi ini masih bersifat parsial. Selain itu, kebebasan untuk berserikat di negara ini  belum terlihat implementasinya karena banyaknya konflik etnik, agama, dan konflik sosial yang lainnya. Selain itu, dalam masa orde reformasi ini tingkat korupsi yang di alami negeri ini masih tetap menjadi peringkat teratas di negera-negara Asean.
Demokrasi di Indonesia belum mampu menemukan bentuk identitasnya. Kedaulatan rakyat masih di tangan pejabat pemerintah.  DPR sebagai perpanjangan tangan dari rakyat hanya mewakili kepentingan kelompoknya. DPR bicara atas nama rakyat bukan untuk rakyat. Perkembangan ekonomi yang mencapai 6 % setiap tahun tidak menyentuh masyrakat kecil. Tetapi, Perkembangan ekonomi hanya menambah dolar-dolar konglemerat. Situasi ini hanya menunggu pergantian epos untuk indonesia. Dengan kekacuan sosial yang terjadi dimana-mana. das sein dan das soen sudah tidak sesuai lagi. kecuali epos ini segera untuk berbenah untuk menemukan apa yang menjadi identitasnya sebagai demokrasi Pancasila. Jejak demokrasi di indonesia hanyalah pergantian mekanisme sistem yang terlihat bukan dari demokrasi yang substansial dari demokrasi pancasila. Mari menapaki jejak-jejak demokrasi Indonsia dari setiap masa sebab tiap masanya adalah sebagai kegalauan identitas yang tak kunjung usai.

Catatan awal Tahun 2013
Makassar, 1 Januari  2013