KURIKULUM 2013 dan PROSES PEMBUDAYAAN PREMATUR
“apa yang
diajarkan dalam proses pendidikan adalah kebudayaan, sedangkan pendidikan itu
sendiri adalah proses pembudayaan” (Bung Hatta)
Persoalan dihadapi bangsa saat ini adalah persoalan kebudayaan. Seiring perkembangan era globalisasi, kebudayaan Indonesia mulai
luntur. Indonesia yang telah terintegrasi dengan budaya Global turut membentuk
pola pikir bangsa Indonesia dengan pola pikir budaya barat. Akibatnya
masyarakat Indonesia kehilangan identitas kebangsaannya. Untuk mengantisipasi
persoalan ini, pemerintah harus mengambil langkah antisipatif dengan membekali
masyarakat dengan ilmu pengetahuan budaya. Pembekalan pengetahuan budaya diraih
melalui pendidikan.
Budaya melingkupi cipta, rasa dan karsa. Seturut dengan pendefinisian ini,
Koentjaraningrat menginterpretasikan kebudayaan sebagai sistem gagasan, sistem
perilaku, dan budaya materi yang menjadi milik diri melalui proses
belajar. Proses pembelajaran adalah
proses pembudayaan. Langkah tersebut ditempuh untuk mengukuhkan identitas
kebangsaan dari terjangan budaya global dengan pola pikir barat. Sementara,
dalam proses pembelajaran dibutuhkan perangkat untuk mentransformasikan
pengetahuan budaya yang terdiri dari sistem nilai, sistem gagasan, sistem perilaku,
daya rasa, daya karsa dan daya cipta. Setidaknya salah satu perangkat yang
digunakan dalam proses pembelajaran adalah kurikulum di Institusi pendidikan
formal.
Kurikulum adalah perangkat pembelajaran yang dijadikan sebagai acuan untuk
mentransformasikan pengetahuan. Kurikulum harus memuat nilai-nilai ideologis
dan kultur suatu bangsa. Langkah ini ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan
itu sendiri sebagai proses belajar. Seperti yang diungkapkan Yudi Latief Pendidikan
adalah proses belajar menjadi manusia seutuhnya dengan mempelajari dan
mengembangkan kehidupan (mikro-kosmos dan makro-kosmos) sepanjang hidup, Dalam
mempelajari dan mengembangkan kehidupan ini, manusia diperantarai sekaligus
membentuk kebudayaan (Aktual.co).
Dengan persoalan kebudayaan yang dialami bangsa Indonesia saat ini ditumpukan
pada kurikulum 2013. Kurikulum 2013 memuat
nilai-nilai religius, untuk menjadi manusia yang beriman. bertakwa dan berakhlak
mulia. Kurikulum 2013 juga diharapkan dapat menciptakan generasi yang berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Pedoman Kurikulum 2013). Kurikulum 2013
diharapkan menciptakan manusia yang ideal dan berkarakter. Menurut Atin
Aprianti, manusia yang ideal manusia yang baik secara moral, taat terhadap
hukum, pribadi yang kuat dan tangguh secara fisik, mampu mencipta dan
mengapresiasi seni, bersahaja, adil, cinta pada tanah air, bijaksana, beriman
teguh pada Tuhan, dan sebagainya (Tribun
Jabar). Muatan dalam kurikulum 2013 harus tertanam ke dalam diri individu
serta menjadi identitas kelompok. Jadi, pembentukan karakter individu melalui kurikulum
2013 lebih efektif ketika menjadi identitas bersama. Nilai kolektivitas akan
turut memperkuat identitas kebangsaan sebagai identitas bersama.
Konsepsi idealitas kurikulum 2013 harus ditakar melalui implementasi kurikulum
ini. Kurikulum 2013 ditujukan kepada institusi pendidikan khususnya di sekolah.
Efektivitas kurikulum ternyata menuai polemik dalam pengimplementasiannya dalam
institusi pendidikan. Pertama dalam
tahap sosialisasi belum berjalan efektif, sebab para pemangku pendidikan baik
guru, kepala sekolah, pengurus yayasan, dosen, maupun mahasiswa belum banyak
mengetahuinya. Kedua, pada penerapan
pembelajaran guru masih menggunakan pola lama dalam mengajarkan kurikulum 2013.
Di mana siswa dituntut untuk aktif ternyata guru masih lebih aktif, imbasnya
guru kesulitan dalam indikator penilaian. Pasalnya indikator mereka gunakan
adalah model lama. Ketiga, terjadi
inkonsistensi dalam penyediaan perangkat pembelajaran kurikulum 2013, seperti
muatan buku paket tidak singkron dengan silabus yang diberikan kepada guru.
Beberapa guru membuat silabus sendiri.
Keempat, spirit nilai kebangsaan yang diharapkan kurikulum
2013 tercederai dengan muatan/isi buku berisi konten pornografi, dan unsur
politis. Buku paket cenderung memuat nilai-nilai budaya Barat. Misalnya dalam
buku paket pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Buku paket tersebut mengajarkan
cara berpacaran yang sehat. Hal-hal seperti ini dalam masyarakat Indonesia
sangatlah tabu. Pencapaian manusia yang ideal atau manusia berbudaya sulit
untuk tercapai karena sudah cacat dari awal. Kelima, menurut pengakuan Anis Baswedan pengimplementasian kurikulum
2013 cenderung terburu-buru. Sebab penerapan kurikulum ini hanya diuji cobakan
6.400 sekolah, lanjut Anis Baswedan mengatakan bahwa belum juga sekolah-sekolah
ini memberikan masukan tentang kurikulum 2013. Kurikulum 2013 telah diterapkan
seluruh Indonesia 218 ribu sekolah (Tempo.co).
Sehingga dalam penerapannya menurut bermasalah.
Selain itu, tantangan penerapan kurikulum 2013 adalah keterlibatan
Indonesia dalam pasar Global. Pasar global menekankan kebebasan bangsa-bangsa
lain untuk melakukan transaksi dan interaksi bisnis dalam mengeksploitasi dan
mengeksplorasi suatu bangsa. Secara otomatis
Indonesia akan diserbu dengan bangsa asing. Sementara sistem pasar
global menekankan pada pendidikan berbasis Science,
Technology, Engineering, and Matematics (STEM). Sedangkan, kurikulum 2013
lebih pada penguatan nilai-nilai humanistik
dan identitas kebangsaan. Setali tiga uang akan mengalami kebablasan.
Muatan-muatan buku panduan mangandung unsur-unsur budaya barat. Sementara
pemanfaatan nilai-nila saintis khususnya
teknologi dan informasj setengah hati. Sebab, masih banyak guru yang gagap
teknologi.
Persoalan-persoalan tersebut mengakibatkan Proses pembudayaan
prematur. Pembudayaan prematur dalam kurikulum
2013 dapat dilihat dari teori integrasi sosial dari Paulus Wirotomo yaitu struktur, prosesual dan kultur. Secara idealitas kurikulum 2013 harus
mampu meningkatkan kualitas budaya (peradaban), sebagaimana konsep manusia yang
ideal atau manusia yang berbudaya. Sementara, secara prosesual dapat dilihat
dari proses pengimplementasian kurikulum
2013 sudah bermasalah. Para guru tidak mampu mengaplikasikan
kerikulum 2013 dalam proses ngajar mengajar. Sedangkan pada tingkatan struktur
para pengemban pendidikan tidak mampu melaksanakan status dan perannya. Dalam
hal ini pemerintah tidak mampu menerjemahkan nilai-nilai ideologis kebangsaan
dalam merancang kurikulum 2013 dalam tantangan global. Jadi, sejak awal kurikulum
ini sedang bermasalah di tataran struktur. khususnya di tingkat pemerintah
Berbagai polemik yang menerpa kurikulum 2013 ketika dipaksakan untuk
diimplementasikan akan melahirkan proses pembudayaan yang prematur.
Penyelesaian Persoalan kebudayaan tidak akan tercapai, khususnya kedaulatan
dalam berbudaya dalam pusaran pasar Global. Identitas kebangsaan secara terus
menerus akan tergerus dan melahirkan manusia yang bermental barat. Mental barat
yang cenderung diadopsi adalah mental konsumtifnya dan kehidupan yang glamour. Maka dipandang perlu melakukan
reformasi (daur ulang) bahkan menghentikan kurikulum 2013.
Oleh : Sampean
Penulis
: Alumni Sosiologi UNM dan Penggerak Literasi
Bulukumba
Tulisan ini pernah di muat harian Fajar pada Hari/tgl, Jumat, 12 desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar