RISALAH DEMONSTERASI UNTUK RAKYAT
“Buta terburuk adalah buta politik,.
Orang yang buta politik tak sadar bahwa biaya hidup, harga makanan, harga
rumah, harga obat, semuanya bergantung pada keputusan politik. Dia membanggakan
sikap politiknya, membusungkan dada dan berkoar ‘Aku Benci politik’
Sungguh bodoh dia, yang tak mengetahui
bahwa karena dia tidak mau tahu politik. Akibatnya adalah pelacuran, anak
terlantar perampokan, dan terburuk korupsi dan perusahaan multinasional yang
mengurus kekayaan negeri” (Bertolt Brecht adalah penyair Jerman).
Di tengah isu kenaikan BBM
(Bahan Bakar Minyak), pernyataan ini sangat relevan untuk direnungkan. Di mana
masyarakat berlomba-lomba menghujat mahasiswa. Aksi demonstrasi yang dilakukan
tidak mendapatkan hati di masyarakat. Di berbagai sosial media, masyarakat berlomba-lomba mengatakan bahwa
mahasiswa itu anarkis, mahasiswa layaknya preman. Mahasiswa merusak fasilitas
umum, mahasiswa melempari polisi, mahasiswa memacetkan jalan dan menghambat
laju perekonomian. Mahasiswa seolah-olah ditempatkan pada situasi yang serba
salah. Mereka diliput bukan karena aspirasi yang disampaikan tapi hal-hal yang
memojokkan mahasiswa. Mahasiswa saat ini dalam keadaan terpojok. Siapakah yang
akan membela mahasiswa, ketika yang diperjuangkan menghujatnya?
Tahukah kita? Mahasiswa
aksi demonstrasi tidak pernah menuntut balas jasa dari masyarakat, karena
mereka tahu yang diperjuangkan adalah hak-hak orang tuanya. Tindakan yang
mereka lakukan penuh dengan kesadaran dan konsekuensi yang akan mereka terima.
Mahasiswa tidak peduli dengan dirinya, mahasiswa rela meninggalkan bangku
perkuliahan karena memperjuangkan nasib rakyat, bahkan mereka terancam Drop out
(DO) ketika mereka turun ke jalan. sesekali mereka bercucuran darah untuk
rakyat. Namun, Mahasiswa-mahasiswa yang berada dalam barisan para demonstran
sering dilabeli mahasiswa yang buruk. Mahasiswa kategori ini dianggap menyia-nyiakan waktunya, membuang-buang tenaganya. Sikap
negatif kepada mahasiswa berimbas pada prospek masa depannya. Tapi mereka tidak
peduli dengan semua itu. Konsekuensi yang akan mereka terima tidak menyurutkan
semangat mereka untuk berkoar untuk kepentingan rakyat. Sebab, mahasiswa
mendidik rakyat dengan pergerakan, mahasiswa mendidik penguasa dengan perlawanan.
Tak ayal, para barisan
demonstran hanya dianggap menyusahkan karena memacetkan jalan. setelah itu,
rakyat menghitung segala kerugian materi karena para mahasiswa yang demo. Sopir
pete-pete menghitung kerugian bensinnya dan penumpangnya tidak kunjung sampai,
mobil mewah yang tergores karena kemacetan semuanya di hitung. Padahal mereka
menikmati subsidi BBM. Mereka berteriak “mahasiswa brengsek dasar preman?”
tapi, mahasiswa tahu karena perjuangannya bukan untuknya tapi untuk kalian.
Lontaran kata-kata terus mengalir untuk menghujat mahasiswa di setiap
demonstrasinya. Seperti halnya pada aksi demonstrasi pada 2012 menolak kenaikan
harga BBM, ingatkah kita! peristiwa pada
tanggal 31 April 2012 pada saat itu presiden SBY menyatakan akan menaikkan
harga BBM pada 1 Mei secara serentak seluruh pelosok negeri. Tapi, sampai pada tanggal 13 Juni 2013 BBM belum
dinaikkan. Pembatalan kenaikan harga BBM ini tidak lain hanya karena barisan
para demonstran.
Tapi siapakah menikmati
itu? Tentunya rakyat dari berbagai elemen mulai dari pejabat sampai lapisan
masyarakat terbawah. Mulai dari yang menghujat sampai menyanjung barisan para
demonstran. Adakah kesyukuran dari rakyat! Adakah pujian dari rakyat! Tentunya
tidak. Tapi mereka tahu bahwa segala yang menyangkut kehidupannya bergantung kepada
keputusan politik termasuk kenaikan BBM. Kenaikan harga BBM bukan karena secara
alami dengan keterbatasan pasokan BBM. Tapi, kenaikan harga BBM karena
Keputusan politik dan kehendak pasar global. Efeknya memiskinkan masyarakat.
masyarakat harus sadar bahwa nasibnya hanya bergantung pada keputusan politik
sebagaimana diungkapkan oleh penyair Jerman Bertolt
Brecht di atas.
Kini barisan para
demonstran turun lagi dengan perlakuan yang sama dan perjuangan yang sama. Perjuangan
mereka terus bergulir, mereka bercucuran keringat sesekali berkeringat darah.
Tapi siapa peduli kepada mereka! Walaupun, wakil Presiden Yusuf Kalla
menganggap bahwa itu hanya Style
mahasiswa Makassar. Ketika dianggap style,
lantas harus diabaikan. Kemudian menginstruksikan regulasi untuk menyingkirkan
mahasiswa dari bangku perkuliahan. Perlakuan seolah ini tidak adil bagi para
barisan demonstran.
Tapi, ingatlah kawan
sebuah peradaban terlahir karena pengorbanan. Bukankah peradaban besar terlahir
dari kucuran keringat dan darah melawan para tiran. Peradaban tidak pernah
tercipta duduk manis di banku perkuliahan dan berdandang di depan kaca. Zaman
pencerahan Eropa terlahir dari kepala-kepala ilmuwan yang terpenggal. Para
ilmuwan ini adalah orang yang dihujat oleh zamannya. Seperti mahasiswa. Teruslah
bergerak menyuarakan keadilan. Sebab kami menolak lupa, seperti di
utarakan Milan Kundera perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan
melawan lupa. Teruslah bergerak karena kalian tidak buta politik, karena aksi
demonstrasi bukanlah Style. Teruslah
menggugat janji politik yang mereka lontarkan sebelum duduk di kursi kekuasaan. Para penguasa telah lupa pada janji untuk merealisasikan amana undang-undang dasar 1945.[*]
Oleh : Sampean
0 komentar:
Posting Komentar