MORAL
MASYARAKAT ELIT VERSUS MORAL MASYARAKAT MASSA
oleh : sampean
Moral Masyarakat elit versus moral
masyarakat massa merupakan judul yang sangat mudah di telah sebab terma-terma ini membandingkan
sebuah status sosial di ruang sosial. Judul ini menggambarkan sebuah bentuk
stratifikasi sosial atas maraknya penyimpangan yang terjadi di tatanan sosial.
Moral masyarakat elit dan moral masyarakat massa seolah memiliki jarak yang
signifikan kedua status sosial tersebut. Dari term ini muncul sebuah pertanyaan kesenjangan apa yang
terjadi! Jawabannya, simpel bahwa
kesenjangan itu adalah perbedaan peran dan fungsi tetapi kenapa mesti ada
sebuah penyimpangan! Penyimpangan inilah yang harus kita telah, untuk meretas
sekat-sekat yang terjadi.
Kedua term ini menjadi adu kompotisi
moral siapa yang terbaik dalam mengembang amanah dan menjalani sebuah kehidupan
sosial. Karena kedua elemen masyarakat ini menjadi warna yang sering di
pertentankan untuk menerapkan nilai-nilai moral dalam sistem sosial yang ada
saat ini. Moral masyarakat massa sering
menjadi bahan perdebatan dan diskusi yang menjadi karakter bangsa akan tetapi
selalu di perhadapkan sebuah model tatanam sosial yang lain dengan konsep
modernitas yang melahirkan spesialisasi-spesialisasi keilmuan maupun
spesialisasi kemampuan.
Sebelum di tarik ke dalam permasalahan
yang sebenarnya yang harus kita ketahui
adalah apa itu masyarakat elit! dan apa itu masyarakat massa! Masyarakat elit
adalah masyarakat yang memiliki peran dan status yang terpandang karena tingkat
pengetahuan pendidikan, kekayaan dan tingkatan prestise yang di miliki.
Masyarakat elit merupakan bagian dari struktur sosial yang berkecimpung dalam
dunia lembaga-lembaga sosial. Masyarakat ini sering di sandingkan dengan para
birokrat-birokrat pemerintahan dan lembaga-lembaga swasta yang lain maupun
individu-individu yang bergelut dalam dunia organisasi. Seperti yang di
ungkapakan oleh Harold D. Laswell bahwa Elite
adalah individu-individu yang berhasil memiliki bagian terbanyak dari
nilai-nilai (values) dikarenakan kecakapannya, serta sifat-sfat
kepribadian mereka dan karena kelebihan tersebut maka mereka terlibat aktif
dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini diperjelas oleh ungkapkan Mills Bahwa elit adalah mereka yang menduduki
posisi komando pada pranata-pranata utama dalam masyarakat. Dengan kedudukan
tersebut para elit mengambil keputusan-keputusan yang membawa akibat yang
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sedangkan masyarakat massa adalah masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain
masyarakat massa adalah masyarakat yang tidak terlibat dalam struktur
pemerintahan. Masyarakat massa ini sangat dominan dengan masyarakat desa, nelayan,
kaum miskin kota dan berbagai macam kerumunan. Masyarakat massa masih cenderung
memelihara sifat-sifat mistis. Jumlah masyarakat ini dalam struktur sosial
memiliki jumlah yang mayoritas.
Masyarakat massa yang memiliki porsi
mayoritas dalam sistem sosial sebagai penentu equilibrium (keseimbangan) dalam
sistem sosial. Masyarakat massa menjadi sasaran empuk atau korban kebijakan
pemerintah untuk mengusung sebuah program-program pemerintahan. Sementara
Masyarakat Massa merupakan sebuah hal yang sangat vital dalam sebuah bangsa sebab Masyarakat massa
merupakan sebuah simbol atas tegaknya sebuah bangsa. Masyarakat menjadi penentu
dalam gerak bangsa itu.
Masyarakat elit dan masyarakat massa
merupakan sebuah sratifikasi sosial di tingkatan sebuah negara atau bangsa atau
menurut Marx bahwa dalam tatanam sosial merupakan perjuangan kelas yaitu kelas
Borjuasi atau kelas ploretar. Masyarakat penguasa dan di kuasai. Dalam
perspektif ini telah tergambar bahwa ada perbedaan fungsi dan peran yang cukup
signifikan dalam tatanan sosial. Eksistensi kedua kelas merupakan sebuah
perwujudan dari simbolitas keadaan sosial saat ini dan merupakan sebuah bentuk
hukum keniscayaan.
Dalam dinamika kebangsaan problem sosial
sangat di tentukan oleh lapisan-lapisan masyarakat terutama kedua yang kelas
tersebut yaitu kelas penentu kebijakan dan kelas sasaran kebijakan. Untuk
konteks Indonesia merupakan sebuah bangsa
yang memiliki segudang permasalahan yang tidak memiliki ujung pangkal hampir
setiap sudut-sudut di negeri ini telah mengalami kerusakan. Bangsa ini telah di
landa oleh sebuah penyakit megalomania
yaitu sebuah penyakit atau kelainan jiwa yang ditandai oleh khayalan tentang
kekuasaan dan kebesaran diri. Selain itu bangsa ini telah terjadi pergeseran
moral dari nilai keadaban menuju masyarakat yang biadab dengan sistem etika
pragmatisme dan utilitarianisme.
Dari berbagai macam persoalan yang telah
melanda negeri ini harus di telisik dengan berbagai macam sudut pandang. Sebab dari
semua problem itu tidak bisa di lihat dalam satu dimensi yang utuh dan akibat
yang di timbulkan. Akan tetapi, harus di telisik lebih jauh sebab permasalahan
bangsa ini yang saling terkait. Dari berbagai macam persoalan di hadapi oleh
bangsa ini merupakan sebuah tanda tanya besar bagi kita semua yang menjunjung
nilai-nilai ke-Tuhanan, kemanusiaan dan keadilan sosial dari berbagai macam
kemajemukan bangsa ini. sebagaimana yang telah tertuang dalam asas bangsa ini
yaitu pancasila.
Ungkapan yang tercecer yang telah di
pungut dalam diskusi amatiran bahwa problem yang di hadapi oleh bangsa ini adalah karakter
bangsa yang tidak tertanam dalam individu dan kelompok masyarakat. Hal ini
terlihat praktek-praktek korupsi dari berbagai macam institusi. Korupsi menjadi
musuh bersama dalam setiap elemen masyarakat termasuk yang melakukannya.
Korupsi yang melanda negeri ini sangat
berkaitan erat dengan perilaku dan tingka laku para pengemban amanah kebangsaan
atau masyarakat elit. Sebab para koruptor merupakan orang yang paling sadar
tentang kebangsaan dan permasalahan bangsa, sekaligus orang yang paling tahu
tentang hukum dan pengatahuan akan tetapi masyarakat elit ini telah melakukan
sebuah penyimpangan sosial. Sementara mereka telah di prospek untuk menjadi
orang terbaik oleh institusi yang memproduksinya. Akan tetapi korupsi menjadi semarak setiap
sudut telah terjangkiti oleh perilaku ini sebab bangsa terjangkiti oleh
penyakit megalomania plus pragmatis.
Sehingga korupsi menjadi sarapan setiap
saat di berbagai media cetak maupun media elektronik yang memberitakan setiap
saat. Kasus korupsi kian menjadi semarak sebab setiap birokrasi yang kelas teri hingga kelas kakap telah menjadi
penampung uang negara dengan kata lain para birokrat telah melakukan korupsi.
Sehingga tidak heran apabila masyarakat
elit dengan masyarakat massa di pertentangkan mengenai perilaku dan tingka laku
sebagai aktor kebangsaan. Dengan kondisi masyarakat massa lebih menjunjung
nilai-nilai moral yaitu kejujuran dan keadilan dalam menjalankan kehidupan
sosial dan kebangsaan. Seperti ungkapan sebuah analogi yang sering di ungkapkan
beberapa teman atau beberapa masyarakat bahwa hari ini mereka lebih mempercayai
tukang bejak daripada orang-orang yang berdasi dan yang berpakaian rapi.
Hari ini telah terjadi krisis
kepercayaan yang sangat luar biasa terhadap orang-orang yang berpendidikan dan
orang-orang yang telah menjabat posisi penting dalam pemerintahan atau
masyarakat elit terhadap khalayak (masyarakat Massa). Namun mereka selalu
memkambing hitamkan institusi pendidikan yang telah gagal membentuk karekter
mereka sehingga institusi pendidikan saat ini tidak ada henti-hentinya
meneriakkan slogan kearifan lokal. Kegiatan Seminar dan loka-karya di lakukan
dimana-mana namun tidak kunjung memperlihatkan hasil dan titik terang dalam
penerapannya.
Kearifan lokal terus di sanjung yang
notabene para penganutnya adalah masyarakat massa. Nilai-nilai moril dan
pesan-pesan nenek moyang terus di jaga oleh masyarakat massa. untuk konteks
Indonesia kita tahu bahwa masyarakat massa di Indonesia tingkat pendidikan
masih sangat rendah akan tetapi sosialisasi budaya luhur masih dia tetap terjaga
dan mengaplikasikannya dengan tiap hari. Sementara orang-orang yang telah mengadopsi kehidupan modern mereka telah
menganggap bahwa itu sebuah tahakyul, cerita dongen dan pesan yang tak berguna
karena tidak membawa sebuah kemaslahatan diri untuk menjadi raja kekayaan.
Sebab dunia pendidikan memiliki
pandangan dunia yang empirisme. Sehingga produk dari pendidikan ini adalah
manusia-manusia super untuk menjadi penghisap bagi rakyat banyak dan pengumpul
kekayaan untuk kemaslahatan pribadi dengan menempuh berbagai macam cara untuk
meraihnya tanpa memandang halal dan haram semuanya menjadi satu. Hasilnya kita
lihat bersama saat ini bahwa masyarakat elit telah menjadi kontestan di
berbagai media cetak dan elektronik sebagai koruptor mereka bergantian tampil
menjadi terdepan untuk mengelak atau tidak mengakui dirinya sebagai koruptor.
Akan tetapi, mereka selalu bangga meneriakkan demi kemaslahatan rakyat banyak
dan demi pembangunan bangsa hal ini itu adalah Cuma bualan yang selalu di
lontarkan untuk masyarakat massa. Masyarakat massa menjadi korban pembohongan
sebab elit di negeri ini hidup pada landasan yang sangat rapuh dan penuh dengan
kebohongan.
Namun disisi yang terbalik posisi
masyarakat tetap mempertahankan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan
religiutas yang masih tercermin dalam
kehidupan masyarakat massa. Sementara sebagian besar dari mereka belum
tersentuh oleh pendidikan institusional dan sementara masyarakat elit tahu
segalanya namun mereka melakukan penyimpangan dari keilmuannya. Munkin inilah
pengetahuan yang tidak memiliki posisi netral sebab pengetahuan bisa di arahkan
kepada yang baik maupun buruk.
0 komentar:
Posting Komentar