Rabu, 25 Mei 2011

Kohesi Sosial Politik Hukum Pada kasus Korupsi Pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI Di Palembang Sumatra Selatan

oleh: sampean
Kasus korupsi yang melanda Indonesia seperti Jamur yang tumbuh di musim hujang yang melanda Indonesia karena kasus korupsi di Indonesia di mulai dari yang paling bawah hingga ke tingkat kulminasi yaitu pemerintah. Akibatnya kasus korupsi di Indonesia sulit untuk dihapuskan karena sudah menjadi budaya egalitarian dan budaya nasional bangsa Indonesia atau indentitas nasional dan menjadi ciri khas bangsa ini di mata internasional sebagai peeringkat ketujuh terkorup didunia dari 200 negara di dunia. Selain itu, dalam penyelasain kasus-kasus korupsi tidak pernah berjalan dengan mulus akan tetapi selalu diperhadapkan pada kondisi dilematis yang saraf dengan kepentingan individu dan kelompok karena selalu ada yang di eksklusifkan atau dilindungi dalam penegak Hukum.
Sehingga dalam tataran praktis hukum di Indonesia menjadi tidak jelas karena pelaku korupsi sulit lagi dibedakan antara penegak hukum dan penyandang kasus korupsi dan sulit membedakan antara yang salah dengan yang benar saat berhadapan dengan hukum yang penuh dengan rekayasa di Lembaga Hukum. Karena lembaga hukum di Indonesia dari sejak zaman batu hingga sekarang ini penuh dengan mafia peradilan menjadi agen untuk memperbanyak pundi-pundi hasrat untuk mencapai kesejahteraan yang over dosis terhadap materi (uang). Karena, Kasus korupsi saat ini majadi aset di lembaga Hukum dan pemerintahan yang menjadi sasaran empuk para investmen dalam penegakan hukum hal ini terlihat dalam penyelasain kasus yang berbelit-belit tak kunjung usai dan bermenculannya lembaga-lembaga sayap pemerintah untuk menyelasaikan kasus korupsi seperti, KPK, Tim Khusus, dan Mahkamah agung. akan tetapi ketiga lembaga ini tidak memiliki identitas yang jelas karena menangani kasus yang sama dengan hasil yang berbeda sebagai bentuk dari sebuah kohesi sosial yang memiliki efek sosial dalam masyarakat yang menebarkan panyakit fobia terhadap hukum.
Hal ini bisa kita amati dalam penyelesaian kasus korupsi terhadap sekretaris kementrian pemuda dan olahraga Wafid Muharram, direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang dan Pemasaran Duta Graha Indah M. El Idris yang ditangkap oleh KPK pada tanggal 21 April 2011 dengan sejumlah barang bukti yang disita oleh KPK di meja Wafid di lantai tiga kantor kementrian pemudah dan olahraga berupa tiga lembar cek senilai Rp. 3,2 miliar, dan setumpuk amplop uang tunai sekitar 1,3 miliar. Kasus ini pun menyeret nama Bendahara Umum partai demokrat Nazaruddin yang terungkap dari pernyataan pemerikasaan Rosalina di KPK, pernyataan ini dibenarkan oleh mantan pengacaranya Kamaruddin Simanjuntak yang membocorkan sebagian informasi tentang keterlibatan Nazaruddin dari berkas kliannya Rosalina. Karena berdasarkan dari Keterangan Rosalina dari kata Kamaruddin Nazaruddin disebut dalam surat kuasa sebagai bendahara umum Partai Demokrat atas pencopotan dirinya sebagai kuasa Hukum Rosalina yang hanya bertahan beberapa hari karena merupakan perintah dari atasan Rosalina Politikus Senayang. Akan tetapi pada tanggal 27 April 2011 Rosalina menunjuk kembali Jufri Taufik sebagai pengacara yang pernah menjadi pengacaranya Rosalina sebelum Kamaruddin, pada tanggal 29 April 2011 Jufri mambantah tudingan Kamaruddin mengenai atasan Rosalina yaitu Nazaruddin kemudian keterangan ini di benarkan oleh Rosalina bahwa atasannya bernama Franky. dari kasus ini Nazarudddin membantah dirinya bahwa dia tetrlibat dalam skandal kasus korupsi tersebut berdasarakan surat elektroniknya yang dikirim ke Tempo. proses pengembangan kasus ini menyeret sejumlah nama di Senayang termasuk Anglina Sondakh sebagai koordinator dari Komisi Olahraga, Pendidikan, Kepemudaan, kepemudaan serta kebudayaan dan Pariwisata dan juga anggota Badan Anggaran yang dituding terlibat dalam menggolkan dana pembangunan Wisma Atlet sebesar 191 Miliar selain itu Wayan Koster juga di sebut sebagi koordinator pengaman anggaran Wisma Atlet. Tapi mereka langsung membantah bahwa mereka tidak terlibat dalam kasus tersebut. Dari Pernyataan-pernyataan yang terseret dari kasus korupsi mengubah keterangan Rosalina yang termuat di Koran Tempo pada tanggal 12 Mei 2011. Yang berbanding terbalik dengan pernyataan sebelumnya yaitu bahwa dirinya telah mundur enam bulan yang lalu dari PT. Anak Negeri, Dia juga mengaku bahwa dia juga tidak kenal dengan Nazaruddin dan tak tahu mengenai posisinya sebagai komisaris dan pemegang saham, tak ada succes fee karena ini hanya permintaan dari Kamruddin Simanjuntak. Semuanya pernyataan pada tanggal 27 April 2011 merupakan sebuah dari bujukan dari pengacaranya Kamaruddin supaya bisa dibebaskan lewat orang dalam di KPK. Djufrit Taufik juga membantah klainnya kenal dengan Nazaruddin. Tapi hal ini dibantah oleh Erman Umar bahwa Rosalinalah yang memperkenalkan wafid kepada Nasuruddin. Dari kasus ini mengusik ketentraman partai Demokrat atas keterlibatan kadernya dalam Kasus Korupsi. Sehingga dalam internal partai membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) pada tanggal 12 Mei 2011 TPF menyatakan bahwa kadernya tidak terlibat dalam kasus korupsi. Kemudian Partai Demokrat menolak Rencana Badan Kehormatan DPR memeriksa kedua kadernya tersebut karena sudaj ada badan hukum yang menangani kasus tersebut. akan tetapi dalam proses pengembangan kasus ini terjadi proses pengkaburan keterangan dari pernyataan Rosalina yang berbelit-belit selain itu Erman Umar mengetakan bahwa pernyataan Rosalina sangat janggal atas ketidak kenalannya terhadap Nazaruddin. Karena kedua ini pernah menjabat posisi pemting di PT Anak Negeri.
Dalam kasus ini banyak stigma yang mampu mencederai sistem kenegaraan karena hukum digunakan sebagai rasio instrumental untuk mencapai tujuan kelompok hal ini sangat nampak dari pernyataan sanksi Rosalina yang berbelit dalam menyampaikan pernyataannya kepada KPK dan Publik yang mencederai Kohesi sosial Bangsa karena akan menimbulkan mosi tidak percaya kepada Hukum dan Partai yang terlibat dalam kasus ini, khususnya partai Demokrat dan PDI-P yang disinggungkan Oleh Rosalina. Sehingga dalam kasus ini memberikan Stigma buruk kepada Partai Demokrat karena mencoba melindungi dan menyangkal kadernya terlibat dalam kasus ini seperti yang pernah yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru. Dimana kepentingan kader dilindungi oleh partai agar nama partai tidak tercoreng supaya dapat mendapat mendongkrat popularitas partai dalam pungutan suara sehingga mendapat kursi yang mayoritas dalam DPR. Sehingga Posisi partai Domokrat dan Pak SBY perlu di pertanyakan dalam penyelesaian kasus ini. Akan tetapi ini menjadi tantangan terberat bagi Partai demokrat dan Pak SBY dalam memberantas Korupsi. seperti dia katakan dalam salasatu pidatonya mengatakan bahwa pembratasan korupsi tidak pandang bulu baik itu dari partai demokrat maupun partai lainnya. Tapi yang paling aneh adalah kenapa Ketua KPK harus melapor dulu saat kader Partai Demokrat yang terlibat kasus korupsi ini kepada Presiden? Sehingga saya pikir KPK masih sungkan memeriksa orang-orang yang dekat dengan Presiden hal ini berbeda dengan kasus Korupsi yang lain seperti kasus Gayus tidak ada proses pelaporan terlebih dahulu kepada presiden. inilah keanehan dari kansop kenegaraan kita mengenai TRIAS POLITIKA Indonesia karena dalam sistem Pembentukan hukum tidak ada yang Indipendent terkhusus pada Lembaga Yudikatif yang harus bertanggungjawab kepada Presiden dan pengangkatan hakim Agung diangkat oleh Presiden ini menandakan bahwa masih ada kelemahan dalam penegakan Hukum di Indonesia karena dalam praktek ini akan menimbulkan KKN dalam pengakatan Hakim Agung begitupun sebaliknya dalam penyelesaian kasus yang akan melibatkan Presiden. Akan terjadi proses pelindungan dalam penegakan hukum terhadap Presiden. Sehingga apa yang terjadi dalam penyelesaian kasus Korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara saat diperiksa di lembaga Hukum yang berbeda seperti KPK dan MA akan manghasilkan pernyataan yang berbeda dengan kasus yang sama seperti yang terjadi Kasus Gayus dan terulang posisinya saat ini dalam kasus Korupsi yang melibatkan kader Partai Demokrat Nazaruddin. Sehingga pernyataan Rosalina menjadi berbelit-belit karena mencoba melindungi seseorang dengan permainan Hukum di Indonesia yang selayaknya permainan Bulutangkis yang diukur dalam dengan kecerdikan penempatan bola. Sehingga posisi pak SBY menjadi burung dalam sangkar. Ruhut Sitompul menjadi kucing yang dipukul yang selalu mengelak keterlibatan teman partainya dalam kasus tersebut. yang selalu menggoborkan Pahlawan kesiangan yang ingin menyelesaikan kasus tersebut.
Tapi saat ini kasus ini semakin meruncing semoga kata-kata Pak SBY terbukti bahwa pemberatasan Korupsi tidak pandang Bulu. Dalam penyelesaian kasus Korupsi Pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI Di Palembang Sumatra Selatan yang menyeret nama kader Demokrat dan PDI-P.

0 komentar: