John
G. Stockhouse, JR.
REVIEW
BUKU :
BISAKAH TUHAN DI PERCAYA
BIP
(Bhuana Ilmu Populer): kelompok Gramedia, Jakarta, 2010
Hal,
238
Bisakah Tuhan di percaya sebuah judul
buku yang genit atau pertanyaan nakal terhadap kaum agamawan. Secara intrinsik
judul buku ini menonjolkan sebuah gugatan terhadap eksistensi keberdaan Tuhan.
Namun ada hal yang penting lewat pemaparan buku ini menggambarkan bahwa dunia
saat ini penuh dengan keraguan dari perkembangan ilmu pengetahuan sebab
beberapa hal yang dianggap mistis telah menjadi pengetahuan ilmiah. Indikator
dari pengetahuan ilmiah mengantarkan manusia pada lubang hitam yang tak kunjung
sampai pada tujuan sebagai proses penyalamatan atas krisis kemanusiaan yang
terjadi.
Perkembangan pengetahuan mengantarkan kita
pada sebuah kehidupan yang positivis dan rasional. Dan di luar jangkauan itu
adalah hanyalah sebagai mitos atau menjadi sebuah cerita rekaan yang di
wariskan secara terun-temurun. Lewat pandangan dunia yang seperti ini
melahirkan sebuah pandangan absurditas
menjadi landasan utama untuk mempertanyakan eksistensi keberadaan dari pencipta. Fenomena-fenomena yang terjadi saat
ini menjadi gudang tanda tanya untuk melabrak sebuah status qou kehidupan manusia.
Namun, disisi yang lain kegiatan
asketisme dan kezuhutan semakin miningkat di masyarakat modern yang terus
mempertahankan konsep-konsep agama dalam kehidupan sehari-hari manusia. Bahkan
golongan ini terus berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang genit dari para
ateis dengan segala kemampuan yang dimiliki dengan berbagai pendekatan Teologis
dan menjawab berdasarkan kitab pegangan yang dimiliki oleh masing-masing agama.
dari sudut pandang keyakinan dalam beragama bahwa secara umum ada dua golongan
yang sering berdialog yaitu kalangan teistik
dan ateistik. Di buku ini
menyuguhkan dialog ini dengan pendekatan sosiologis dan pendekatan teologis.
Pendekatan sosiologis menelah realitas
yang terjadi dalam ruang sosial dengan berbagai macam patologi sosial yang
tidak melapangkan keberadaan Tuhan karena sifat dan eksistensi tidak berwastata
dengan fenomena sosial yang terjadi dan menjadi sumber pertanyaan. Sedangkan
pendekatan teologis mencoba menelah dan merasionalisasikan pertanyaan
ateistik lewat ajaran agama. kedua
pendekatan ini masing-masing meretas problem kemanusiaan dengan metode yang
berbeda akan tetapi memiliki kajian yang sangat berbeda pula akan tetapi
memiliki sebuah keterkaitan yang tak dapat disangkal. Hubungan ini bertemu pada titik konvergensi solusi
produktif terhadap ketimpangan yang terjadi dan pembacaan terhadap krisis
kemanusiaan.
Secara umum buku ini memiliki dua
pembahasan pokok yaitu pertama,
tentang masalah, pada bagian ini di
awali oleh asumsi oleh seorang filosof
yang bernama David Hume yang menggemakan skeptisme Epicurus dan seorang
penyair yang bernamaPemasmur yang meragukan penciptanya. kedua tokoh berangkat
dari sebuah setting sosial yang
mengalami patologi sosial. Sebab, dunia
saat ini seolah menjadi sumber malapetaka terhadap eksistensi keberadaan
manusia. Kejahatan menjadi sebuah konsumsi kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini
mengantarkan manusia pada sebuah pemahaman akan adanya eksistensi keberadaan
Tuhan yang memiliki sifat yang baik dan
cinta akan kedamaian, namun realitas berkata lain di tangan manusia yang memiliki
sikap free will atau kehendak bebas
dalam merekayasa kehidupan manusia. Selain itu, alam menjadi sumber malapateka
bagi manusia dengan berbagai macam bencana alam yang terjadi seperti tsunami,
letusan gunung berapi, tanah longsor dan berbagai macam bencana alam. Lewat
dari asumsi ini bahwa Tuhan merupakan sumber malapetaka dan kekacauan yang
telah menegasikan sikap maha pemurah dan pemaafnya.
Derivasi sifat yang dimiliki oleh Tuhan
selalu memiliki dua ketersinggungan atau pertentangan yang dimiliki oleh Tuhan
yaitu sifat feminitasnya dan maskulinnya yang mengontrol kehidupan manusia.
Dualisme ini memberikan solusi problematik
pada diri manusia yanng menghilangkan kayakinan manusia terhadap sebuah
asketisme terhadap Tuhan yang Maha Bijaksana yang memiliki hubungan
kontradiktif dengan mahakuasa akan segala sesuatu sebab Tuhan tidak mampu
melakukan hal-hal yang kontradiktif pula pada dirinya yang akan menujukkan
kemahakuasaannya. Sebab dia tidak mampu menciptakan segitaga empat sisi. Hal
ini merupakan sebuah asumsi yang keliru terhadap persepsi kemahakuasaannya
Tuhan.
Konsep free will ( kehendak bebas) yang dimiliki manusia menjadi problem
utama terhadap tatanam sosial yang terjadi saat ini. Sebab, tatanam sosial yang
kacau di kehidupan kontemporer tidak
lepas dari konsep ini yang telah melabrak tatanam moral dan nilai yang menjadi
ketetapan Tuhan yang telah di turungkan oleh Tuhan melalui para Nabi dan
rasulnya yang berdasarkan pada prinsip Pewahyuan dan Konsep kebenaran yang di
tawarkan umat manusia lewat sebuah perenungan.
Konsep menjadi hal yang tabuh dalam kehidupan modern yang harus di
hilangkan.
Kedua,
Respon,
pada bagian merupakan sebuah respon terhadap sebuah permsalahan yang di
tawarkan bagian pertama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan masalah sosial
yang berkaitan dengan eksistensi keberadaan Tuhan. Di bagian Respon ini telah
mempertimbangkan sebuah respon terhadap sebuah kejahatan natural dan kejahatan
moral maupun kejahatan supranatural dan bagain respon menjawab tentang
persoalan makna dan eksistensi yang di jabarkan dengan berbagai macam
perspektif yang di tawarkan dalam buku ini.
Dalam penjabaran buku ini bahwa manusia
pada dasarnya tidak memiliki sebuah kehendak bebas sebab manusia telah memiliki
hal yang potensial dalam diri manusia bukanlah seperti yang sering di dengunkan
oleh Thomas Hobbes bahwa kelahiran manusia adalah dalam keadaan kosong (Tabula
rasa). Akan tetapi, manusia telah di bekali oleh sebuah hal yang fitrawi
tentang sebuah kebenaran dan kesucian dalam diri manusia bukan kesempurnaan
moral terhadap manusia. Selain itu, bahwa kejahatan yang terjadi di dunia saat
ini merupakan sebuah mesin equilibrium terhadap sebuah tatanam sosial yang
terjadi. Sebab kejahatan bukanlah hal yang selalu menyebabkan hal yang negatif
akan tetapi ending dari kejahatan
adalah sebuah kebahagiaan dan ketentraman. kejahatan melahirkan sebuah konsesus
atas pihak yang bertikai untuk marajuk jalinan persahabatan. Selanjutnya
kajahatan alam selalu menawarkan hal baru terhadap kesejahteraan manusia
seperti letusan gunung berapi yang menyuguhkan kesuburan Tanah baik untuk
bercocok tanam. Kesimpulan bahwa kejahatan bukanlah suatu yang sangat
mengerikan akan tetapi kejahatan bagian dari sebuah kebaikan yang senantiasa
bertukar sesuai dengan rasa dan kesadaran manusia.
Secara umum dalam buku ini, penulis mencoba
merespon ungkapan David Hume terhadap realitas yang terjadi dunia yang menganggap
Tuhan adalah Impoten. Dalam buku ini menyuguhkan sebuah tawaran jawaban yang
cukup akurat terhadap masalah di lemparkan oleh David Hume.
Dalam buku ini, untuk merospon para
kritikus agama penulis coba menkonparasikan beberapa agama seperti agama
kristen, Islam dan Yahudi. Namun, paling dominan adalah pendekatan agama
Kristen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan genit itu sementara dalam
pendekatan yang lain sangatlah simplistis. Respon yang di berikan dalam problem
yang ditawarkan oleh kritikus agama atau para Atheis masih cenderung abstrak.
Tetapi dalam penjabarannya mudah untuk di pahami olah para pembaca sebab
menyuguhkan bahasa yang sangat sederhana.
Selain itu, buku ini merupakan buku translate jadi memiliki kemungkinan
pelesatan makna yang telah diungkapkan oleh penulis aslinya sehingga kemunkinan
besar akan terjadi reduksi yang dilakukan oleh para translator. Akan tetapi, buku menjadi sangat menarik bagi orang-orang
yang bergelut dalam dunia filsafat dan teologi maupun orang yang belajar agama
sebagai studi konparasi dengan berbagai referensi yang lain.***{Sampean}
0 komentar:
Posting Komentar