Oleh : SAMPEAN
PARADIGMA DAN TRINITAS
FILSAFAT
Heddy Shri Ahimsa-Putra dalam makalahnya pada Kuliah
Umum “Paradigma Penelitian Ilmu-ilmu Humaniora" diselenggarakan oleh Program
Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, di
Bandung, 7 Desember 2009 menjelaskan bahwa paradigma sebagai kerangka teoritis
(theoretical framework), kerangka
konseptual (conceptual framework),
kerangka pemikiran (frame of thinking),
orientasi teoritis (theoretical
orientation), sudut pandang (perspective),
atau pendekatan (approach). Dengan
Kata lain menurut Ahimsa-Putra, paradigma
sebagai seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis
membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan
dan menjelaskan kenyataan dan/ atau masalah yang dihadapi. Atau menurut Guba
(1990, hlm 77) (dalam K. Denzin dan S. Lincoln, 2009:123) Paradigma sebagai
keyakinan dasar membimbing tindakan, menentukan pandangan dunia peneliti
sebagai bricoleur.
Bricoleur (dalam
K. Denzin dan S. Lincoln, 2009 : 2-3) adalah manusia yang serba bisa,
profesional, dan mandiri. Bricoleur
memunculkan brikolase sebagai serangkaian praktek yang disatupadukan dan
disusun rapi untuk menghasilkan solusi terhadap masalah pada situasi yang
nyata. Solusi (brikolase) hasil konstruksi baru
dari hasil metode Bricoleur.
Metode ini ditekankan pada metodologi kualitatif (K. Denzin dan S. Lincoln,
2009 : 2-3).
Baik Ahimsa-Putra dan Guba menekankan pada seperangkat
konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis dan Seperangkat keyakinan
memahami, menjelaskan, menafsirkan kenyataan membutuhkan paradigma. Paradigma
sebagai cara pandang berdiri pada tiga elemen yakni ontologi, epistemologi, dan
Metodologi (dalam K. Denzin dan S. Lincoln (Ed), 2009:123). Atau dalam, konsep
filsafat dikenal sebagai trinitas ilmu pengetahuan yakni Ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi membicarakan hakikat tentang
yang ada, yang merupakan ultimate reality
baik berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak (Bakhtiar, 2009). menurut
Suriasumantri (1990) Ontology membahas tentang apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai
teori tentang “ada”. Sedangkan menurut K. Denzin dan S. Lincoln (Ed)(2009 :
133) merumuskan pertanyaan ontologis, apa bentuk dan sifat dari realitas, apa
yang dapat diketahui tentangnya.
Epistemologi berkaitan erat dengan
konsep keilmuan relasi subjek dan objek. Atau dengan kata lain, epistemologi
bagian filsafat mengkaji asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat,dan bagaimana
memperoleh pengetahuan dan menentukan paradigma peneliti. Epistemologi menentukan
karakter pengetahuan bahkan keberterimaan dan kebertolakan kebenaran. Epistemologi
menentukan metode memperoleh pengetahuan. Jadi pertanyaan terbangun menurut
Denzin dan S. Lincoln (Ed)(2009 : 133) yakni bagaimana prosedur, mekanisme,
cara kerja segala sesuatu yang sesungguhnya, yang dibangun dari pertanyaan
apakah sifat yang terjalin antara yang ingin mengetahui dan yang ingin
diketahui dari sesuatu.
Aksiologi, Menurut Jujun S. Suriasumantri (1990)
adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang
diperoleh. Sedangkan Wibisono (dalam
Surajiyo, 2009:152) mendefinisikan aksiologi sebagai nilai yang dijadikan landasan kebenaran, etika, dan
moral sebagai dasar normative
penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu[1].
Sedangkan, pertanyaan metodologisnya, apa cara yang digunakan peneliti untuk
mengetahui atau menemukan apapun yang ia percaya dapat diketahui (Denzin dan S.
Lincoln (Ed), 2009 : 133).
Ketiga
dasar kepercayaan ini menentukan sikap ilmiah seoran peneliti melihat kenyataan
atau yang ingin diteliti. Asumsi-asumsi ontologis, epistemologi, dan aksiologi
harus saling berkesinambungan dalam menyusun paradigma yang mengonstruksi
peneliti. Paradigma dihadirkan menurut Guba (1992) (dalam Denzin dan S. Lincoln
(Ed), 2009 : 134) untuk mewakili pandangan yang matang terhadap penganutnya
untuk menghindari sikap relativitas radikal sebab dalam sederet jawaban atas
tiga pertanyaan mendasar tiada lain dari konstruksi manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. Paradigma Ilmu
Sosial-Budaya Sebuah Pandangan. Makalah. Disampaikan dalam Kuliah Umum yang
diselenggarakan oleh Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia, di Bandung, 7 Desember 2009.
Amsal,
Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.
Denzin dan
S. Lincoln (Ed). 2009. Handbook
Qualitative Research (Edisi Bahasa Indonesia). Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Surajiyo.
2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Suriasumantri,
Jujun S.1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Catatan "Tulisan ini tidak untuk dikutip, apalagi untuk ditiru" silakan mengutip dari sumber primernya.
0 komentar:
Posting Komentar