RIWAYAT SEPI
Sabtu, 10 Januari 2015
SADIS ITU BENAR
"ampun" kata ku, kamu membuka luka d tubuhku. Kamu menyayatnya, kamu beringas, kamu penggal kepala saudara ku. Tak sedikit pun kamu ragu melakukannya. Kamu itu saudara kita, tapi kamu tidak pernah ibah dengan ku. Malah Kamu mengibahku "kafir", darah ku pun halal untuk mu. Ahh.... Kenapa agama ku begitu kejam di tangan mu, pada hal nabi ku mengajarkan kasih sayang dan pengasih. Bukan kah setiap laku dimulai dengan sifat Tuhan yang rahman dan rahim.
Ditangan mu, sadis itu benar. Kamu bangga ketika jiwa para korban melayang, aku bingun terhadap mu. sudahlah, jiwa ini pun ihklas terkoyak oleh mu. Rengguklah jiwa ku, jika itu membuat mu bahagia. Agama ku yang malang, dijadikan pembenaran setiap laku sadis.
Ditangan mu, sadis itu benar. Kamu bangga ketika jiwa para korban melayang, aku bingun terhadap mu. sudahlah, jiwa ini pun ihklas terkoyak oleh mu. Rengguklah jiwa ku, jika itu membuat mu bahagia. Agama ku yang malang, dijadikan pembenaran setiap laku sadis.
Rabu, 07 Januari 2015
Arkeologi agama dan Budaya
Arkeologi Agama dan Budaya
oleh : Sampean
Dalam pembahasan diskusi kali ini
mengankat tema agama dan budaya. Perbincangan tentang agama dan budaya seolah
tak ada habisnya dalam ruang diskusi
para ilmuwan sosial dan filsuf. Sebab, tema ini akan selalu menyentrik
karena agama dan budaya suatu unsur fitrawi. Unsur fitrawi tersebut akan
senantiasa berproses dalam bentuk tindakan dan perilaku sosial dalam
masyarakat. entah tindakan dan perilaku manusia itu bersifat tindakan agama,
budaya ataukan meleburkan keduanya. Dengan persoalan ini perlu kiranya untuk
memeriksa kembali asumsi-asumsi relasi agama dan budaya dengan pendekatan arkeologis.
Pertanyaanya kemudian, kenapa
mesti pendekatan arkeologis? sebab pendekatan arkeologis berupaya untuk
memeriksa kembali asumsi-asumsi dasar dalam konsep budaya, dan konsep agama. Pendekatan
arkeologis menurut Nurachman Iriyanto (web.
http://arkeologi.web.id) bahwa:
“arkeologi akan
memerikan, menginterpretasikan, dan menjelaskan secara ilmiah kaitan antara
tinggalan bendawi dan tindakan serta gagasan manusia pembuatnya. Maka dalam
upayanya menjelaskan segala sesuatu kaitan tersebut, arkeologi hanya melakukan
interpretasi, dan bukan eksplanasi, dengan cara mencoba 'memahami' karya dan
makna, sehingga yang terjadi bukanlah upaya 'pembenaran', tetapi lebih pada
'memberi arti' kembali pada masa lalu”
Pemeriksaan asumsi-asumsi dasar atas agama sebagai upaya
untuk menginterpretasikan relasi agama dan budaya di masyarakat kontemporer. Pendekatan
arkeologi untuk memeriksa agama dan budaya dari unsur penyusunnya serta unsur
teoritisnya. Walaupun, selama ini budaya dan agama masing-masing bersifat
abstrak. Keduanya tidak bisa dilihat secara jasmani, namun bisa dirasakan.
Sehingga keduanya memiliki kesamaan wujud. Kesemaan tersebut menempatkan agama
dan budaya bisa dipertautkan, diselaraskan sekaligus di wariskan. Kesamaan ini
terlahir dari subjek yang sama yaitu Manusia. Sebab, manusia adalah pelaku dari
agama dan budaya.
Berangkat dari persoalan ini,
agama dan budaya secara arkeologis memiliki unsur material, agama dan budaya
sebagai bentuk tindakan sosial, agama dan budaya sebagai produk akal budi
manusia. Secara teknis Kebudayaan cultuur
(bahasa Belanda) culture (bahasa
inggris) berasal dari perkataan latin “Colore”
yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama
mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Selain itu, Ki Hajar
Dewantara menginterpretasikan agama sebagai Cipta, rasa dan karsa manusia.
Gagasan ini menginspirasi koentjaraningrat
bahwa kebudayaan barasal dari kata budaya bahwa kebudayaan merupakan
keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tatakelakuan,
yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat. dari konsep ini bahwa unsur
dan peran kebudayaan meliputi :
1.
Kebudayaan sebagai ciri kelompok, komunitas atau
masyarakat. Kebudayaan diasumsikan mempunyai kekuatan yang menghubungkan orang
dengan kelompok, komunitas atau masyarakat tempat afiliasinya, yang kemudian
membedakannya dengan kelompok, komunitas atau masyarakat lain.
2.
Kebudayaan sebagai ekspresi kehidupan social. Dalam
konteks ini, kebudayaan bisa berupa kesenian yang di dalamnya terdapat karya
kreatif yang indah para seniman dalam bentuk lukisan, ukiran, tari gubahan lagu
dan sebagainya.
3.
Kebudayaan berfungsi sebagai sarana pemaknaan. Dalam
konteks ini kebudayaan tidak ditempatkan semata-mata hanya sebagai ciri atau
identitas kelompok, komunitas dan masyarakat. Tetapi pelbagai bentuk nilai,
norma, keyakinan, ritual dan ketentuan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat diyakini tidak muncul mendadak atau terjadi secara tiba-tiba, tetapi
berlilit-lilit dengan sejumlah hal yang saling bertautan yang diliputi oleh
beragam makna.
Sedangkan Agama secara teknis
berasal dari bahasa sensakerta yang artinya “tidak kacau” dari tinjauan ini,
agama merupakan tata kelakuan untuk mengatur kehidupan masyarakat. dari tinjauan
sosioligis agama merupakan kepercayaan
pada hal-hal yang spiritual, perangkat kepercayaan dan praktik-praktik
spiritual yang dianggap sebagai tujuan ideology mengenai hal-hal yang bersifat
supranatural Sementara itu, agama menurut sosiolog Emile Durkheim adalah suatu
"sistem kepercayaan dan praktik yang telah dipersatukan yang berkaitan
dengan hal-hal yang kudus/sakral (sacred) kepercayaan-kepercayaan dan
praktik-praktik yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal. Dari
konsep ini bahwa agama terdiri dari unsur kudus meliputi unsur kewahyuan
sedangkan unsur yang lain agama merupakan praktek ritual. Agama sebagai unsur
kewahyuan, agama tidak memiliki sumber yang non historis, bersifat mutlak dan
tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Secara konseptual dilihat dari aspek ontologis
agama akan mengalami problematis ketika disandingkan agama dengan budaya.
Apakah agama merupakan bagian dari
kebudayaan? Karena agama bersifat absolut dan universal sedangkan budaya
bersifat heterogen, plural, dan hybrid dan realatif. bersambung
Langganan:
Postingan (Atom)