Senin, 01 September 2014

INDUSTRIALISASI KEMATIAN

Oleh  ''S"
manusia hanya menunggu fakta bahwa ia harus mati, dan akan menemukan dirinya dalam kondisi yang sama yaitu “terkutuk” untuk mati
(Jean Paul Sarte)
Selama tahun 2014 banyak peristiwa atau kejadian yang menelang korban jiwa. Para korban tersebut tidak pernah berharap meninggal dalam bentuk yang tragis. Setiap manusia mengharapkan penghormatan di akhir hayatnya. Kematian adalah sebuah pilihan ketika kematian itu kita kehendaki dengan ragam persiapan. Tak ayal kematian datang menjemput secara tiba-tiba, tidak ada pilihan untuk menghindar dan pasti akan datang. Sejenak kita melihat tayangan media begitu mudahnya nyawa melayang di rampas dengan mesin penghanjur, tidak sekian detik  ratusan orang telah mengelinding di atas tanah. Lihatlah, gempuran israel terhadap palestina yang menelang korban jiwa sebesar 2.200 warga dan yang terluka 9.861 warga. Di tempat yang berbeda serangan rusia terhadap ukraina menelan korban jiwa di kalangan rakyat sipil sebanyak 15 orang. Sementara korban penembakan pesawat  malaysia MH17 di ukraina menelan korban jiwa 298 orang. Pada tanggal 8 maret 2014 peristiwa buruk menimpah malaysia dengan jatuhnya pesawat MH370 korban yang tewas sekitar 239 orang. Sedangkan di suria korban  jiwa akibat perang saudara sebanyak 162.402 dari tahun 2011-2014. Sedangkan, di Llibya jumlah korban yang tewas sekitar 70 orang akibat penggulingan Mmuamar Khadafi. Di tahun 2014 ini banyak sekali peristiwa telah menelan korban akibat perang dan kekuatan canggih. korban-korban ini hanya sebagian terkecil dari pekembangan teknologi canggih yang diciptakan oleh manusia.
Kematian massal yang terjadi di dunia bukan hanya akibat perang, tetapi banyak muncul virus-virus yang mematikan yang menyebar di dunia. Dunia pernah di kagetkan dengan virus SAR, virus flu burung, virus ebola. Kematian yang diakibatkan oleh penyebaran virus ini telah banyak menelan korban jiwa. Dari beberapa bulan ini saja di tahun 2014  virus ebolah telah merenggut nyawa 1229 orang di afrika barat. Angka kematian akan terus meningkat ketika belum di temukan cara untuk melumpuhkan virus tersebut. Pembunuhan massal tersebut cukup efektif untuk mengurangi jumlah penduduk dunia yang sudah terlampau berhimpit. Dari berbagai penyebaran virus melalui makanan, minuman dan sentuhan badan dengan penderita. Persebaran virus seolah menjadi sebuah faktor kesengajaan untuk melakukan persebaran virus dengan menciptakan senajata biologis dan senjata kimia. Jika hal demikian betul-betul terjadi  berarti ada yang menghendakinya untuk mengontrol lonjakan penduduk. Sebagaimana teori yang dicetuskan oleh Robert Maltus membunuh lebih awal untuk mengantisipasi jumlah ledakan penduduk. Akan tetapi, penyelewengan pemanfaatan virus bukan hanya digunakan untuk mengontrol jumlah penduduk, akan tetap kerap digunakan untuk melanggengkan kekuasaan.
Dibalik pengembangan teknologi dan pengetahuan yang hendak disemakkan adalah tirani dan kekuasaan. Di dunia saat negara-negara super power dan negara menengah akan terus mengembangkan senjata pemusnah massal yang ampuh untuk menyambut perang antar benua. Negara-negara di dunia saat ini berlomba menciptakan rudal yang punya jangkaun ribuan kilometer dangan berbagai kecanggihannya. Selain itu, kekuatan senjata nuklir  terus dikembangkan oleh setiap negara adidaya. Pengembangan tersebut dipersiapkan untuk menjaga dan mempertahakan teritorial dan melakukan ekspansi terhadap negara-negara yang tergolong lemah.
Alat-alat tersebut akan digunakan dalam perang sebagai bentuk untuk melegalkan kekerasan dan pembantaian. Sebagaimana yang terjadi di di palestina. Kematian massal menjadi sebuah keharusan akibat teknologi perang. Peperangan tersebut merupakan tindakan rasional sebab hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional setiap para aktor perang. Korban jiwa pasti akan sulit untuk dihindari. Kehilangan nyawa di dunia ini begitu mudah, dengan adanya senjata pemusnah massal, kematian dengan mudah di produksi  dengan teknologi canggih. penghilangan nyawa manusia merupakan sesuatu yang wajar demi kekuasaan, prestise, dan menyalurkan hasrat kebinatangannya dalam anologi perang. Tidak tanggung-tanggung PBB membuat regulasi perang sebagai wujud legalitas perang, seharusnya PBB harus bersikap tegas untuk meghapus perang di dunia ini dan mengatakan tidak pada perang. Akan tetapi, yang terjadi justru PBB gelap mata melihat peperangan dengan cara membiarkan pembantaian yang terjadi
Kematian sudah menjadi suatu hal yang pasti. Kematian tidak perlu di produksi dengan menciptakan alat pemusnah massal. Apa daya, penguasa adalah seorang tiran yang menghendaki demikian, mayat aadalah sebuah tontonan sadistis. Penampakan sadistis menjadi wujud penguasa yang tiran. Hendak kah kita akan berbuat yang sama !

0 komentar: