Pengaruh panggung
hiburan dalam masyarakat begitu kuat. Terkadang artis dan realitas panggung
hiburan diasosiasikan kepada yang nyata. Bagaimana tidak, penjaga warung saja
begitu terlarut dalam ralitas sinetron. Aku
dihentakkan panggilan histeris si penjaga warung “ada Tristan” pemeran
ganteng-ganteng Serigala. Aku kaget dengan panggilan itu “aaa….!!! Siapa itu
Tristan?”. Orang sekitar ku melirik dan menatap ku baik-baik. Si pemilik warung
memandang ku dengan nanap dan terus bertutur “kamu kok, mirip sekali sama
Tristan pemeran Ganteng-ganteng Serigala di SCTV itu Lho….”. aku merasa gugup
berada di antara orang yang memandangi ku. aku berbisik dalam hati “Wouw… aku
ganteng ternyata mirip artis sinetron”. Setelah itu, aku beranjak pergi sambil membawa makanan pesan terbungkus kantong plastik putih.
Apa yang aneh dari
realitas di atas? Sejatinya, realitas keberadaan tersebut memiliki kedekatan
realitas pada panggung hiburan. Realitas panggung hiburan adalah realitas yang
dicipta dari kenyataan di ranah sosial. Lalu ditampilkan dalam lakon kepalsuan.
Dunia panggung hiburan ditampilkan seolah menjadi nyata. Kemudian, dijadikan
rujukan atau representasi kesempurnaan kenyataan yang diyakini kebenarannya.
Tak ayal, pesona para aktor dijadikan figur atau sosok ideal dalam laku sosial
dan mesti diikuti. Alhasil panggung hiburan menciptakan masyarakat tontonan.
Realitas masyarakat menjadi hibrid (kerdil) dan jumud. Sebab kehidupan
masyarakat ibarat sebuah panggung hiburan seperti laku-laku sang aktor.
Gaya kehidupan
masyarakat mudah diterka karena senantiasa mengikuti perkembangan model kehidupan
dalam panggung hiburan seperti kehidupan Tukang
Bubur Naik Haji di RCTI,
Ganteng-Ganteng Serigala di SCTV,
Stand Up Comedy di Metro TV, Facebooker
di ANTV, Indonesia Lawak Club di TRANS 7,
Parodi Korupsi di berbgai Stasiun Berita di TV One dan Metro TV, Kuis 2 milyar di ANTV, Horor di film layar lebar, Suster Ngesot, Super Hero, Aliens, Akademi
Fantasi di Indosiar. Realitas panggung
hiburan tersebut sangat mudah didapatkan dalam masyarakat. Terkadang setiap genre,
sekual, dan karakter tokoh menghadirkan komunitas-komunitas sesuai gendre film,
karakter tokoh yang dihadirkan panggung hiburan. Maka, panggung hiburan
mengukuhkan tokoh-tokohnya sebagai figur yang patut dicontoh, diikuti, dan
representasi kesempurnaan.
Tidak perlu heran ketika
menemukan komunitas-komunitas yang menyerupai gaya sang Atris sebagai idola. Cara
berpakaiannya pun ditiru secara buta. Masih terasa dalam ingatan ramadan Tahun
lalu (2014) di daerah Bulukumba para
perempuan mengenakan model Jilbab dan mukena mengikuti Gaya Syahrini, dan Dewi
Persik dalam satu lapangan. Inilah realitas serupa tapi tak sama. Lihatlah orang-orang
di sekitaran anda begitu banyak komunitas fans
club sang Artis seperti fans club
Chibi-Chibi ketika berfoto selalu ikutan bergaya mirip sang idola. Lihat pula
teman-teman anda bergaya alay ketika menemukan tempat bagus pasti selalu
berfoto selfi atau tiba-tiba
bergoyang Bang Jali, Goyang Sesar dan Ala Maichel Jakson. Terkadang asyik juga menyaksikan
tingkah mereka, soalnya cita-cita mereka belum kesampaian jadi artis. Mungkin stasiun
teve lagi pada sibuk kali yah…. Artis-artis
ini luput diliput.
Pada dasarnya panggung
hiburan adalah realitas kepalsuan dan kepura-puraan. Kenyataan tidak pernah
tampak sebagaimana adanya karena kenyataan dihadirkan tiruan dari kehidupan. Lancung
malulu ditampilkan. Apa indahnya menonton
pernikahan Raffi Ahmad super mewah seharian! apa gunanya menyaksikan Ashanty istri Anang Hermansyah Melahirkan! Apa pentingnya
mendegar cermah ustads di teve yang hanya terpaku pada layar di depannya
seolah-olah menghafal ayat al Quran dan Hadist dan Asyik mempermainkan agama
sebagai Barang dagangan. Apakah wajar pemirsa disuguhkan pameran kekayaan artis
dengan harga nominal pakaian mereka! Bukan lagi rahasia, teve sangat antusias menyiarkan
pameran kekayaan antara Bella Shopie dan Roro Fitria dengan isi tabungan mereka
masing-masing.
Ternyata para
pemirsa! kita disuguhkan dengan peluruhan kebenaran. Kebenaran diukur pada
pencapaian material dan eksistensi tubuh. Mungkin benar adanya apa yang
diutarakan St Sunardi bahwa tubuh merupakan representasi kenikmatan paling
nyata. Tubuh yang dipoles dengan balutan make
up, tubuh yang dililit dengan kain
sutra berhias mutiara dan tubuh dipersentuhkan dengan daging. Pamor pun dicapai
dengan keningratan pengalaman kebertubuhan.
Bagaimana tidak,
kehidupan glamour yang dipertontonkan
oleh para artis sudah diluar kendali kehidupan normal. Tak ayal tubuh mereka disewakan
untuk mendapatkan kenikmatan semalam sebagai pundi-pundi pemasukan. Kesemuanya
dilakukan untuk menopang persaingan fashion
dan Style di kalangan mereka yang
berbiaya besar. Itulah yang menerpa Artis bernisial “AA” dan lain-lain.
Kejadian yang menimpa “AA”, publik pun digegerkan dengan praktik prostitusi
melibatkan para artis pengusaha, dan
pejabat negara.
Kasus “AA”
hanyalah bagian terkecil perilaku yang tak senonoh para artis panggung hiburan
di Indonesia. Masih segar di ingatan kita kasus yang menimpa Ahmad Fathana
melakukan pencucian uang dengan perempuan-perempuan cantik di sekitarnya. Lihat
saja film Ariel Noah Band bersama Luna Maya dan Cut Tari yang memerangkan film porn. Perilaku-perilaku semacam ini
adalah hal lumrah di kalangan mereka. Jadi, Tak perlu risau dan kaget kalau ada
kejadian seperti ini karena itu memang dunianya. Bisa jadi apa yang dikatakan
Nikita Mirzani benar adanya bahwa tindakan
seperti itu wajar-wajar saja sepanjang tidak mengganggu kehidupan orang lain
(kapanlagi.com). Mungkin itulah dunia di atas panggung. Penuh dengan sandiwara,
Layakkah dijadikan figur ketika hidupnya penuh dengan glamour, harta melimpah,
suka menyumban di bulan ramadhan, gonta ganti pasangan dan skandal seks.
Mungkin itu sosok figure yang di idealkan oleh panggung hiburan. Dunia panggung
yang dicipta manusia hasil cecap dari kebudayaannya sendiri.
Yahh…..mungkin penulis terlalu sirik dengan
kehidupan mereka hidupnya tak karuan itu..Hiks..hiks..hiks…. dan bisa jadi jika
penulis dipanggil jadi Aktor juga ikut nimbrung disana.. wk..wk.. tapi, mana
mungkin, muka saja pas-pasan.
Oleh : Sampean
0 komentar:
Posting Komentar