BIDADARIKU
Malam ini, ku tatap lagi wajah mu yang ranum, entah
berapa kali aku tatap wajah mu, diri mu tak jua bersimpati terhadap ku. Sebab,
tatapan ku terhadap mu, kamu tidak pernah tahu. Di dalam kamar ini aku duduk di
bawah temaran lampu neon. Cahaya bulan mengintip di luar sana, mungkin dia iri,
aku menatap dirimu. Aku telah mengabaikannya, dulu bulan menjadi pelipur lara di saat sunyi, teman di kala sendirian. Tapi,
kini telah terabaikan dengan segenggam teknologi. Dulu, Aku bersama bulan duduk
di beranda rumah di bawah temaran cahayanya. Kini telah berubah dengan tamu
yang sengenggam. Tamu ku, ku bopong dia dalam kamar ku, hingga tidur bersamanya
pula. Sulit rasanya berpisah dengannya, dia setia dan patuh, tidak sekali pun,
pernah menyangkal kehendakku sebagai seorang kekasih. “kata kekasih” mungkin
itu yang cocok dilekatkan kepada telepon genggam (HP), smartphone dan sejenisnya.
Bagi yang beristri, telepon genggam
adalah selingkuhan. Telepon genggam tidak pernah jauh dari diri sang pemilik.
Seperti halnya aku.
Lewat telepon genggam yang aku miliki, aku
menjelajahi dunia yang datar, lewat mesin pencari di google, ku temukan media sosial namanya facebook. tidak
sengaja aku menemukan mu di facebook itu. Dirimu berdiri dan tersenyum di balik
layar telepon genggam ku. Hidup mu di seberang sana begitu damai, aku malu
untuk menyapa mu bahkan aku enggan untuk mengajak mu berkenalan. Tapi, semuanya
berubah di saat tidak ada jarak, walaupun tidak saling menatap. Kita tidak
duduk bersama dan tidak berdampingan.
Rasa malu telah luruh dengan hadirnya media sosial khususnya facebook. Aku
terkadang lancang menggunakan facebook tersebut. aku terkadang menghadirkan
Tuhan lewat kotak status yang disediakan, dengan cara berdoa, berzikir
selayaknya beribadah di dalamnya. Aku pun tidak sungkan bercerita tentang
diriku di dalamnya, bahkan rahasia yang tidak mesti diketahui oleh orang lain,
aku umbar lewat kotak status yang disediakan.
Pertemuan di antara kita, kuingat benar di malam
itu, aku meminta mu untuk berteman dengan ku. Aku mengklik kotak pemintaan
pertemanan atas nama “Nadia”. Malam itu, aku tak sengaja mengklik nama itu,
dari deretan nama yang ku ajak untuk berteman hanya diri mu mengonfirmasinya.
Tapi, aku tidak tahu, Entah kapan kamu mengonfirmasi permintaan pertemanan ku.
Semenjak malam itu, akun facebook ku telah diambil oleh orang lain selama
seminggu. Orang itu mencuri chip poker
dalam akun facebook ku. Selama seminggu itu, aku berusaha mengambil alih akun
facebook ku dan pada akhirnya aku berhasil mengambilnya.
Bermula dari situ, aku sudah malas membuka akun
facebook ku karena telah terisi konten pornogarfi dan perempuan-perempuan yang
aku tak tahu asalnya dari mana. Tapi, aku penasaran dengan teman-teman yang
baru di dalamnya. Di antara teman-teman yang baru itu tak sedikit pun aku
mengenalnya. Hanya saja, nama Nadia ada di antara mereka. Nama yang tidak
sengaja aku kirimkan permintaan pertemanan, kini hadir dalam kotak chating ku.
Ku sambut Nadia dengan ucapan “hey, Nadia!” aku
tahu ini hanya modus mendapatkan perhatian dari mu. Pasalnya dalam kehidupan
keseharian ku, sulit rasanya untuk menyapa sosok perempuan yang tidak aku
kenal. Maklum dalam keseharian ku, aku hanya bergulat dengan buku, berlari
bersama teman lelaki ku, dan berpacu dengan diskusi. Hingga pada akhirnya aku
dijejali sebutan “Bencong” lelaki mati rasa. aku sulit mengelak dari cercaan
itu, kala ukuran kelelakian diukur saat punya pacar. Aku kalah dari segi itu,
bahkan seumur hidup ku tidak mampu menaklukkan hati perempuan. Aku terasing
dengan kehidupan yang berpasangan. Tapi kali ini, ku beranikan untuk menyapa
mu. Sebab, aku dan diri mu tidak saling menatap hanya larik-larik tulisan yang
akan menggambarkan raut wajah kita, entah muka mu jeles, tertawa terbahak-bahak.
Intinya aku tidak melihat mu, begitu pun sebaliknya.
Ku tunggu balasan dari Nadia tidak juga ada, titik
yang hijau yang menandakan sedang online
telah berubah menjadi abu-abu, itu artinya sudah tidak online. Ku abaikan sejenak dengan membuka yang lain, ku perhatikan
tebaran-tebaran status di beranda ku. Semua menuliskan status yang galau,
aktivitas sedang dijalani, iklan, konten-konten pornografi, ada yang sedang
beribadah, foto selfi, foto makanan.
Aku bingun melihat semua itu, setiap langkah kecil manusia diutarakan lewat
status facebook. Ada yang sedang menulis “lagi mandi”, “ya Tuhan lindungi pacar
ku” intinya status manusia di dalam facebook macam-macam. Aku mulai bosan
dengan status yang jumud dan chat ku tidak di balas dengan Nadia.
**
Sebulan kemudian, aku kembali membuka akun
facebook ku. Kebetulan Nadia juga sedang online, aku iseng-iseng mengintip
foto-foto profilnya berusaha mencari tahu tentang dirinya. Di salah satu
fotonya, Nadia sedang tersenyum, menunjukkan keramahan, tidak sedikit pun menunjukkan
bahwa senyum Nadia karena keterpaksaan. Senyumnya manis sekali, semanis senyum
bidadari. Dalam Islam, bidadari dipercaya seorang putri yang sedang berada di
surga.
Pesonanya menggoda ku untuk selalu mengganggunya.
aku kirimkan terus kata sapaan tapi dia tidak pernah membalasnya. Sampai-sampai
aku terpancing untuk mengeluarkan kata-kata kotor untuk mencacinya,
cantik-cantik kok belagu. Tapi. Aku menahannya dengan menuliskan di kotak chating “minta dong pin BBnya” tapi belum
mendapat respon. Kemudian, aku kirim kedua kalinya. Akhirnya Nadia membalasnya
“nga’ pake BB (Blackberry)” mulai dari sini komunikasi mulai lancar, walau
masih terlalu kaku.
Aku membalasnya dengan sedikit menyindir“tapi,
saat kamu online di status kamu muncul dibuat di blackberry” kemudian Nadia
menukasnya kembali “ah ngak kok” aku sih percaya nga’ percaya sebab dalam media
sosial, kebebasan adalah milik kita. Entah dia berbohong, itu urusan dia.
Kemudian aku melanjutkan obrolan “ouh gi tuch yah, tapi boleh kan kenalan ama kamu”
“Yah boleh aja” kata Nadia….
Kususul terus pertanyaan hingga endingnya aku
minta nomor dan ku ajak untuk
bertemu. dia menolak memberikan
nomor teleponnya dan mengelak untuk bertemu. “Biarkan kita berteman dalam
bayangan” katanya. Aku teringat pertanyaan pertanyaan sang pendongen Eko Tunas
“adakah teknologi menciptakan Cinta!.
Pelupuk mata ku mulai luyu, sementara chating ku bersama Nadia menjadi hambar.
Nadia hanya menjadi bidadari bayangan. Sadarlah aku, sesungguhnya dirimu telah
bosan meladeni pertanyaan-pertanyaan yang kolot itu, dengan jawaban mu yang
seandanya. Jangankan kamu, orang di samping ku pun ikut mencibir ku, sebab
kerancingan dengan facebook. Dia bosan melihat diri ku hanya mengusap layar kaca
dan menekan tombol-tombol hp. Ketika aku duduk di tempat-tempat ramai entah di
kampus, di pasar dan entah di mana aku hanya menunduk mengangkangi HP ku.
Aku mulai bebal, bukan lagi menjadi kutu buku,
tapi telah bermetamorphosis menjadi kutu telepon genggam dan smartphone. Dari
penggembaraan ku ini, aku memetikkan pesan bahwa aku tercekat dalam lian-lian
teknologi dan terperangkat di alam sana. Aku hanya bisa mengelus dan menatap
bidadari ku di bawah temaran cahaya neon.
Aku ingin memeluk Tuhan ku dan tubuh mu di telepon genggam ku. Akhirnya kisahmu menutup ku dalam selimut Aroma kematian nurani ku, wahai angin
malam sampaikan salam kerinduan kepada bidadari bayangan ku. Ku di sini hanya
menatap wajahnya. Sebab kamu ihwal pelajaran tentang hakikat dan pengharapan,
sembari menunggu senyum bahagia dari mu. Tapi rasanya penantian itu hanya
bualan seperti bahasa puisi.